Lucio masuk ke motel tempat tinggal sementara Delicia. Dia mendapatkan firasat buruk setelah teringat dengan apa yang dikatakan oleh Delicia tadi siang.Seharusnya dia percaya saja pada wanita itu. Karena Delicia adalah seseorang yang bisa menyelamatkannya dari perjodohan tak masuk akal itu dan juga ancaman dari neneknya.Masuk ke dalam motel. Lucio dan Khaleed diteriaki oleh petugas yang berjaga di depan.Ia berlari ke arah Lucio kemudian menahan lelaki itu untuk masuk ke dalam."Anda siapa? Kenapa menerobos masuk seperti ini?" Lucio menatap Khaleed memerintah asistennya itu agar membereskan masalah tersebut. Sementara itu Lucio mencari keberadaan Delicia. Ia turun ke lantai paling bawah di mana Delicia tinggal di sana beberapa hari ini. Ketika Lucio mendapati tempat itu. Ia benar benar merasa bersalah pada Delicia karena telah membiarkannya tinggal di tempat seperti itu. Tempat yang sangat pengap dan minim cahaya matahari. Yang tinggal di sana pun sepertinya hanya Delicia dan le
Khaleed menatap ke arah pintu. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang masuk.Tidak mungkin jika dia adalah Lucio. Sebab Lucio pasti masih di kantornya saat ini. Makanya dia menyerahkan Delicia pada Khaleed.Hingga sebuah bayangan perempuan terkejut melihat Delicia dan Khaleed sedang ada di ruang tengah."Aku—tidak salah masuk apartemen orang, kan?" Rebeca melihat di sekitarnya. Namun dia merasa yakin jika apartemen itu adalah apartemen Lucio."Kamu tidak pindah ke kamar ini kan, Khaleed?""Tidak. Sementara waktu, nona ini akan tinggal di sini." Khaleed menunjuk Delicia dengan kedua tangannya."Dia memangnya siapa? Kenapa harus tinggal di apartemen Lucio?""Dia adalah kekasih tuan Lucio," jawab Khaleed.Mata Rebeca sontak menatap ke arah Delicia. Ia langsung memindai tubuh wanita itu dari atas sampai bawah.Mata dan ekspresinya langsung menjelaskan jika dia tidak menyukai wanita yang ada di depannya saat ini. Apalagi Delicia adalah kekasih Lucio."Lucio sudah memiliki keka
Beberapa tahun yang lalu …Lucio yang waktu itu baru saja keluar dari ruangan rapat mendapatkan telepon dari Rebecca.Wanita itu sedang menangis. Membuat Lucio mencemaskan Rebecca."Kamu ada di mana sekarang?" tanya Lucio ia setengah berlari apalagi ketika mendengar Rebecca mengatakan yang tidak tidak."Ada di apartemenku. Aku harus bagaimana Lucio? Dia memutuskanku, padahal pernikahanku sudah dibicarakan dengan keluarga besarku," katanya dengan terisak."Bagaimana bisa dia memutuskanmu?""Aku tidak tahu! Aku—rasanya aku ingin mati saja!" teriaknya. Kemudian ponsel itu terputus begitu saja.Lucio langsung masuk ke mobilnya, menyuruh supir pribadinya untuk kembali duluan.Ketika dia mengendarai mobil menuju apartemen Rebecca, Lucio hampir saja mengalami kecelakaan. Beruntungnya, dia lolos dari kecelakaan itu.Lucio mengambil napasnya dalam dalam untuk melegakan kegelisahan hatinya.Ia mencoba menghubungi Rebeca namun tidak diangkat oleh wanita itu. Membuat Lucio kembali panik.Ketika s
Delicia merasa tidak enak ketika dia pulang ke apartemen Lucio menemukan makanan sudah tersedia rapi di atas meja.Padahal Rebeca pasti sudah susah payah menyiapkan makanan itu untuk Lucio.Delicia tak berani bertanya mengapa Lucio bertingkah seperti itu. Karena Delicia sadar jika dia bukanlah siapa siapa di antara Rebeca dan Lucio.Merasa bersalah karena sudah membuat usaha Rebeca sia sia. Akhirnya Delicia menemukan ide agar makanan itu dihabiskan oleh Lucio."Nanti malam kamu pulang jam berapa?" tanya Delicia ketika dia menelpon Lucio."Aku akan lembur mungkin pulang jam dua belas. Kenapa?""Malam sekali ya. Pasti kamu tak akan sempat makan.""Tidak usah sok perhatian begitu. Kamu malah membuatku takut.""Aku cuma bertanya saja kok. Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa di kantor nanti malam." Delicia langsung menutup teleponnya tanpa memberi kesempatan bagi Lucio untuk memprotes dulu.Delicia memasukkan semua makanan yang masih bisa dimakan nanti malam di dalam kulkas. Kemudian yang t
Delicia terlalu malu untuk pulang ke apartemen Lucio. Apalagi lelaki itu mengatakan jika dia akan pulang ke sana malam ini.Namun, jika dia tidak pulang ke sana. Dia harus ke mana lagi? Ia tidak memiliki tempat tinggal untuk sementara.Kembali ke motel mengerikan saat itu bukanlah pilihan yang tepat. Karna dia selalu ngeri tiap kali mengingat motel di mana ada seorang pembunuh pernah melancarkan aksinya di sana.Kini Delicia sudah ada di depan unit apartemen Lucio. Haruskah dia masuk saja dan mengabaikan perasaannya? Ataukah dia tidur di tempat lain?Delicia menggelengkan kepalanya keras keras. Tidak, dia harus masuk ke apartemen itu. Karena hanya di sana dia mendapatkan rasa aman.Delicia masuk setelah menekan kode pintu. Lalu menarik napasnya dalam dalam.Rasanya sangat menyesakkan. Apalagi melihat Lucio marah kepadanya hanya karena makanan itu.Setidaknya dia dapat menjelaskan padanya mengapa dia marah seperti itu. Namun lelaki itu lebih suka marah dan mengamuk seperti monster.Del
Lucio membawa masuk Delicia di kediaman neneknya. Di sana, sudah ada Rebecca yang seakan sudah menunggunya sejak tadi.Delicia merasa canggung. Apalagi melihat Lucio yang mengabaikannya ketika memberikan salam untuk lelaki itu."Nenek sudah menunggu," kata Rebecca dia menggamit lengan Delicia seakan mereka sudah mengenal lama.Delicia yang tiba tiba diperlakukan seperti itu oleh Rebecca jelas saja bingung. Padahal ketika dia berada di apartemen Lucio, wanita itu terlihat sangat dingin padanya.Apakah hanya perasaannya saja?Lucio sudah mendahului ke ruang makan. Di sana sudah ada Dolores dengan wajahnya yang berseri-seri."Aku senang karena kamu akhirnya datang," kata Dolores. Matanya melirik ke arah Delicia.Ia memandangi Delicia dari bawah kemudian berujung pada wajah Delicia yang mungil.Delicia tidak setinggi Rebecca. Namun wajahnya imut dan manis. Matanya bulat dengan bulu mata yang lentik.Riasannya tidak tebal. Sangat natural dan sesuai dengan umurnya.Gaunnya berwarna biru tua
Delicia tersentak ketika seseorang membuka pintu tanpa mengetuk lebih dulu.Delicia menoleh ke belakang dan melihat Rebecca sedang membawa cangkir di atas nampan."Anda, tidak perlu repot repot," kata Delicia. Ia menghampiri Rebecca dan menerima uluran teh itu dari Rebecca."Tidak apa apa. Ini adalah nyonya Dolores yang memintaku," sahut Rebecca. Ia duduk di sebuah kursi yang ada di tengah ruangan.Delicia ikut duduk. Ia merasa canggung tanpa alasan ketika dia bersama dengan Rebecca."Bagaimana rumah ini? Bagus bukan jika dilihat dari atas sini?" Rebecca menunjuk jendela kamar yang ditempati oleh Delicia dengan matanya.Malam ini Delicia memang menginap dengan Lucio di kediaman Dolores. Hanya saja, Delicia dan Lucio berbeda kamar. Lucio berada di kamarnya sendiri sementara Delicia berada di sebuah kamar yang baru saja disiapkan oleh pembantu."Sangat indah. Rumah ini seperti istana. Mungkin aku tak akan bisa menemukan ruang makan besok pagi," kekeh Delicia sambil tersenyum.Namun Rebe
"Lepaskan tanganmu," kata Lucio dengan dingin. Ia seakan sudah jijik dengan sikap Rebecca yang seperti ini.Memangnya ke mana saja dia waktu itu? Ia sudah terlalu sering mengabaikan Lucio hingga hatinya terasa sangat dingin."Bagaimana jika aku tidak mau."Lucio menghela napasnya."Aku tahu kamu masuk ke rumah ini pasti karena ini, kan?"alih alih melepaskan tangannya. Rebecca malah menempelkan pipinya di punggung Lucio."Aku tidak tahu jika punggungmu akan sehangat ini.""Semuanya sudah terlambat." Lucio memutar tubuhnya kemudian menatap Rebecca tak mengerti. "Ini adalah peringatan terakhirku, agar kamu tidak mengangguku lagi."Namun bukannya menyerah, Rebecca malah memagut bibir Lucio.Lucio yang terkejut langsung mendorong tubuh Rebecca."Jangan gila!" seru Lucio marah."Memangnya kenapa? Bukankah kamu juga menginginkannya? Bukankah kamu masih memiliki perasaan itu kepadaku?"Kamu tahu, aku tahu jika kamu tidak memiliki perasaan pada gadis muda itu. Aku tahu dari bagaimana caramu m