Lucio membawa masuk Delicia di kediaman neneknya. Di sana, sudah ada Rebecca yang seakan sudah menunggunya sejak tadi.Delicia merasa canggung. Apalagi melihat Lucio yang mengabaikannya ketika memberikan salam untuk lelaki itu."Nenek sudah menunggu," kata Rebecca dia menggamit lengan Delicia seakan mereka sudah mengenal lama.Delicia yang tiba tiba diperlakukan seperti itu oleh Rebecca jelas saja bingung. Padahal ketika dia berada di apartemen Lucio, wanita itu terlihat sangat dingin padanya.Apakah hanya perasaannya saja?Lucio sudah mendahului ke ruang makan. Di sana sudah ada Dolores dengan wajahnya yang berseri-seri."Aku senang karena kamu akhirnya datang," kata Dolores. Matanya melirik ke arah Delicia.Ia memandangi Delicia dari bawah kemudian berujung pada wajah Delicia yang mungil.Delicia tidak setinggi Rebecca. Namun wajahnya imut dan manis. Matanya bulat dengan bulu mata yang lentik.Riasannya tidak tebal. Sangat natural dan sesuai dengan umurnya.Gaunnya berwarna biru tua
Delicia tersentak ketika seseorang membuka pintu tanpa mengetuk lebih dulu.Delicia menoleh ke belakang dan melihat Rebecca sedang membawa cangkir di atas nampan."Anda, tidak perlu repot repot," kata Delicia. Ia menghampiri Rebecca dan menerima uluran teh itu dari Rebecca."Tidak apa apa. Ini adalah nyonya Dolores yang memintaku," sahut Rebecca. Ia duduk di sebuah kursi yang ada di tengah ruangan.Delicia ikut duduk. Ia merasa canggung tanpa alasan ketika dia bersama dengan Rebecca."Bagaimana rumah ini? Bagus bukan jika dilihat dari atas sini?" Rebecca menunjuk jendela kamar yang ditempati oleh Delicia dengan matanya.Malam ini Delicia memang menginap dengan Lucio di kediaman Dolores. Hanya saja, Delicia dan Lucio berbeda kamar. Lucio berada di kamarnya sendiri sementara Delicia berada di sebuah kamar yang baru saja disiapkan oleh pembantu."Sangat indah. Rumah ini seperti istana. Mungkin aku tak akan bisa menemukan ruang makan besok pagi," kekeh Delicia sambil tersenyum.Namun Rebe
"Lepaskan tanganmu," kata Lucio dengan dingin. Ia seakan sudah jijik dengan sikap Rebecca yang seperti ini.Memangnya ke mana saja dia waktu itu? Ia sudah terlalu sering mengabaikan Lucio hingga hatinya terasa sangat dingin."Bagaimana jika aku tidak mau."Lucio menghela napasnya."Aku tahu kamu masuk ke rumah ini pasti karena ini, kan?"alih alih melepaskan tangannya. Rebecca malah menempelkan pipinya di punggung Lucio."Aku tidak tahu jika punggungmu akan sehangat ini.""Semuanya sudah terlambat." Lucio memutar tubuhnya kemudian menatap Rebecca tak mengerti. "Ini adalah peringatan terakhirku, agar kamu tidak mengangguku lagi."Namun bukannya menyerah, Rebecca malah memagut bibir Lucio.Lucio yang terkejut langsung mendorong tubuh Rebecca."Jangan gila!" seru Lucio marah."Memangnya kenapa? Bukankah kamu juga menginginkannya? Bukankah kamu masih memiliki perasaan itu kepadaku?"Kamu tahu, aku tahu jika kamu tidak memiliki perasaan pada gadis muda itu. Aku tahu dari bagaimana caramu m
Delicia diam saja sejak tadi. Atau lebih tepatnya setelah sarapan pagi usai.Delicia dan Lucio memutuskan untuk pulang karena acara pertamuan itu sudah berakhir. Dan setidaknya rencana berjalan setengah lancar.Melihat Delicia yang biasanya banyak bicara kemudian tiba tiba diam saja begitu, membuat Lucio berpikir jiak Delicia pasti memikirkan masalah tadi.Lucio berdeham.Delicia menoleh. Ia mengambilkan satu botol air mineral untuk Lucio."Masalah tadi malam, itu tidak benar," kata Lucio seakan ia ingin mengatakan jika yang dikatakan oleh neneknya itu tidak benar."Kamu tidak perlu menjelaskannya," sahut Delicia."Aku mengatakannya karena tidak mau kamu menganggapku lelaki gampangan."Delicia tersenyum. "Toh hubungan kita itu palsu. Jadi, aku tidak akan membuatmu mendapatkan waktu yang sulit."Keduanya pun terdiam. Hingga kemudian Delicia mendapatkan telepon dari adiknya, Diego."Ada apa?" tanya Delicia."Bisakah kamu pulang sekarang?""Kamu pasti membuat masalah lagi, kan?""Tolong
Mendengar jika Lucio akan membeli pabrik ikan kaleng tersebut. Ia langsung memindai tubuh Lucio dari atas sampai bawah. Kemeja mahal, jam tangan mengkilap. Bahkan ia tahu sepatu yang sedang dipakai oleh Lucio adalah sepatu yang sering dipakai oleh aktris yang dia lihat di tv."Memang—memangnya siapa kamu?" tanya pengawas pabrik. Suaranya bergetar ketika Lucio menantangnya seperti itu."Aku? Katakan saja pada pemilik pabrik bahwa aku adalah Lucio Valeega. Dia akan tahu begitu mendengar namaku."Merasa jika dia akan terancam. Pengawas pabrik tersebut diam diam mundur.Namun telat. Polisi sudah datang membawa rekaman kamera CCTV di sekitar pabrik.Polisi pun mulai mengeceknya. Di dalam video tersebut, terlihat jika Diego sama sekali tidak masuk ke lokernya. Ia masuk ketika saat jam pulang kerja.Kemungkinan untuk memasukkan ikan kalengan itu ke dalam tas sangatlah mustahil.Ada beberapa orang lelaki yang masuk ke dalam loker. Mereka mengendap dan sepertinya tidak tahu jika di pabrik itu
Mobil Lucio berhenti di sebuah rumah sederhana yang terletak tak jauh di pinggir pantai. Rumah sederhana di mana Delicia kecil pernah tinggal di sana.Lucio melirik ke arah Delicia yang seakan ragu untuk turun. Sementara adiknya sudah turun sejak tadi."Kamu tidak turun?" tanya Lucio.Delicia mengangguk tanpa menatap ke arah Lucio. Kata kata adiknya masih terngiang di telinganya. Ayahnya membutuhkan uang untuk ke rumah sakit lagi. Dan dia tahu uang yang dibutuhkan tidak lah sedikit.Saat ini dia masih belum memiliki uang. Uang kontrak yang dia dapatkan dari Lucio masih bulan depan dia dapatkan karena saat ini dia belum menjadi istri Lucio."Itu—" Delicia berkata ketika melihat Lucio hendak membuka pintu mobilnya.Lucio menoleh, kedua alisnya terangkat. "Apa?""Apa—aku bisa mendapatkan uang. Ah bukan, maksudku, apa kamu bisa membayarku untuk pernikahan kontrak itu. Tidak semuanya, hanya …""Untuk membayar biaya rumah sakit ayahmu?"Delicia membulatkan matanya. Bagaimana Lucio tahu?"Ja
"Kenapa lama sekali ya?" Diego menatap ke arah kamar ayahnya. Kamar yang pintunya hanya dihalangi sebuah kain panjang.Dari meja makan, kaki Delicia terlihat oleh mereka berdua."Aku akan ke sana." Diego berdiri. Namun dilarang oleh Lucio. "Biarkan saja, mungkin ada pembicaraan yang penting."Diego mempertimbangkan ucapan Lucio maka dari itu dia kembali duduk di kursinya.Lucio dan Diego makan dengan canggung. Mereka baru bertemu untuk pertama kalinya hari ini. Dan harus mendengar suara ayah Delicia yang jelas jelas menolak pernikahan antara Lucio dan Delicia."Sama halnya seperti kakakku, ayahku pun pasti seperti itu," ucap Diego tiba tiba.Lucio memandang Diego tak mengerti."Kakakku melarangku berhubungan dengan orang kaya, jadi ayahku pun pasti begitu. Dia pasti tidak merestui hubungan kalian." Diego menggelengkan kepalanya seperti pria paruh baya yang memikirkan nasib anaknya.Namun Lucio sendiri mengerti, akan sikap ayah Delicia yang seperti itu. Namun pernikahan di antara mere
Rebecca memandang Lucio kesal, lantaran makanan yang sudah dibuatnya sama sekali tidak dia makan. Ia malah memakan makanan buatan dari Delicia.Khaleed yang memakan makanan buatan Rebecca merasa tidak enak setelah melihat wajah wanita itu berubah menjadi muram."Kenapa wajahmu begitu? Makananya tidak enak?" tanya Lucio ia bertanya pada Khaleed.Sontak Khaleed tersedak, ia buru buru mengambil air putih dan meminumnya dengan buru buru.Khaleed melirik ke arah Rebecca, wanita itu tersenyum kikuk. "Kalau tidak enak tidak usah dihabiskan," katanya."Tidak kok. Enak rasanya," kata Khaleed.Lucio benar benar mampu membuat keadaan di ruangan itu seketika menjadi canggung.Lucio mengangguk, tapi wajahnya terlihat seperti mengejek Rebecca.Karena merasa tidak enak, Delicia memakan makananya tanpa menatap ke arah Rebecca.Jika dia tahu Rebecca ada di sana, mungkin dia tidak akan datang untuk membawakan makanan. Tetapi … tunggu dulu, Delicia tidak salah. Ia membawakan makanan untuk calon suaminya