Delicia diam saja sejak tadi. Atau lebih tepatnya setelah sarapan pagi usai.Delicia dan Lucio memutuskan untuk pulang karena acara pertamuan itu sudah berakhir. Dan setidaknya rencana berjalan setengah lancar.Melihat Delicia yang biasanya banyak bicara kemudian tiba tiba diam saja begitu, membuat Lucio berpikir jiak Delicia pasti memikirkan masalah tadi.Lucio berdeham.Delicia menoleh. Ia mengambilkan satu botol air mineral untuk Lucio."Masalah tadi malam, itu tidak benar," kata Lucio seakan ia ingin mengatakan jika yang dikatakan oleh neneknya itu tidak benar."Kamu tidak perlu menjelaskannya," sahut Delicia."Aku mengatakannya karena tidak mau kamu menganggapku lelaki gampangan."Delicia tersenyum. "Toh hubungan kita itu palsu. Jadi, aku tidak akan membuatmu mendapatkan waktu yang sulit."Keduanya pun terdiam. Hingga kemudian Delicia mendapatkan telepon dari adiknya, Diego."Ada apa?" tanya Delicia."Bisakah kamu pulang sekarang?""Kamu pasti membuat masalah lagi, kan?""Tolong
Mendengar jika Lucio akan membeli pabrik ikan kaleng tersebut. Ia langsung memindai tubuh Lucio dari atas sampai bawah. Kemeja mahal, jam tangan mengkilap. Bahkan ia tahu sepatu yang sedang dipakai oleh Lucio adalah sepatu yang sering dipakai oleh aktris yang dia lihat di tv."Memang—memangnya siapa kamu?" tanya pengawas pabrik. Suaranya bergetar ketika Lucio menantangnya seperti itu."Aku? Katakan saja pada pemilik pabrik bahwa aku adalah Lucio Valeega. Dia akan tahu begitu mendengar namaku."Merasa jika dia akan terancam. Pengawas pabrik tersebut diam diam mundur.Namun telat. Polisi sudah datang membawa rekaman kamera CCTV di sekitar pabrik.Polisi pun mulai mengeceknya. Di dalam video tersebut, terlihat jika Diego sama sekali tidak masuk ke lokernya. Ia masuk ketika saat jam pulang kerja.Kemungkinan untuk memasukkan ikan kalengan itu ke dalam tas sangatlah mustahil.Ada beberapa orang lelaki yang masuk ke dalam loker. Mereka mengendap dan sepertinya tidak tahu jika di pabrik itu
Mobil Lucio berhenti di sebuah rumah sederhana yang terletak tak jauh di pinggir pantai. Rumah sederhana di mana Delicia kecil pernah tinggal di sana.Lucio melirik ke arah Delicia yang seakan ragu untuk turun. Sementara adiknya sudah turun sejak tadi."Kamu tidak turun?" tanya Lucio.Delicia mengangguk tanpa menatap ke arah Lucio. Kata kata adiknya masih terngiang di telinganya. Ayahnya membutuhkan uang untuk ke rumah sakit lagi. Dan dia tahu uang yang dibutuhkan tidak lah sedikit.Saat ini dia masih belum memiliki uang. Uang kontrak yang dia dapatkan dari Lucio masih bulan depan dia dapatkan karena saat ini dia belum menjadi istri Lucio."Itu—" Delicia berkata ketika melihat Lucio hendak membuka pintu mobilnya.Lucio menoleh, kedua alisnya terangkat. "Apa?""Apa—aku bisa mendapatkan uang. Ah bukan, maksudku, apa kamu bisa membayarku untuk pernikahan kontrak itu. Tidak semuanya, hanya …""Untuk membayar biaya rumah sakit ayahmu?"Delicia membulatkan matanya. Bagaimana Lucio tahu?"Ja
"Kenapa lama sekali ya?" Diego menatap ke arah kamar ayahnya. Kamar yang pintunya hanya dihalangi sebuah kain panjang.Dari meja makan, kaki Delicia terlihat oleh mereka berdua."Aku akan ke sana." Diego berdiri. Namun dilarang oleh Lucio. "Biarkan saja, mungkin ada pembicaraan yang penting."Diego mempertimbangkan ucapan Lucio maka dari itu dia kembali duduk di kursinya.Lucio dan Diego makan dengan canggung. Mereka baru bertemu untuk pertama kalinya hari ini. Dan harus mendengar suara ayah Delicia yang jelas jelas menolak pernikahan antara Lucio dan Delicia."Sama halnya seperti kakakku, ayahku pun pasti seperti itu," ucap Diego tiba tiba.Lucio memandang Diego tak mengerti."Kakakku melarangku berhubungan dengan orang kaya, jadi ayahku pun pasti begitu. Dia pasti tidak merestui hubungan kalian." Diego menggelengkan kepalanya seperti pria paruh baya yang memikirkan nasib anaknya.Namun Lucio sendiri mengerti, akan sikap ayah Delicia yang seperti itu. Namun pernikahan di antara mere
Rebecca memandang Lucio kesal, lantaran makanan yang sudah dibuatnya sama sekali tidak dia makan. Ia malah memakan makanan buatan dari Delicia.Khaleed yang memakan makanan buatan Rebecca merasa tidak enak setelah melihat wajah wanita itu berubah menjadi muram."Kenapa wajahmu begitu? Makananya tidak enak?" tanya Lucio ia bertanya pada Khaleed.Sontak Khaleed tersedak, ia buru buru mengambil air putih dan meminumnya dengan buru buru.Khaleed melirik ke arah Rebecca, wanita itu tersenyum kikuk. "Kalau tidak enak tidak usah dihabiskan," katanya."Tidak kok. Enak rasanya," kata Khaleed.Lucio benar benar mampu membuat keadaan di ruangan itu seketika menjadi canggung.Lucio mengangguk, tapi wajahnya terlihat seperti mengejek Rebecca.Karena merasa tidak enak, Delicia memakan makananya tanpa menatap ke arah Rebecca.Jika dia tahu Rebecca ada di sana, mungkin dia tidak akan datang untuk membawakan makanan. Tetapi … tunggu dulu, Delicia tidak salah. Ia membawakan makanan untuk calon suaminya
Delicia mengembuskan napasnya ketika melihat bayangan Lucio sedang bersama dengan ayahnya di sebuah tempat pembuatan garam.Lelaki itu terlihat lelah, terbukti dari dadanya yang turun naik dan keringat yang bercucuran di sekitar wajahnya.Delicia yakin jika ayahnya itu sudah menyiksa Lucio selama dia ada di perjalanan tadi."Ayah!" panggil Delicia, dia langsung menghampiri ayahnya dengan marah.Dia merasa malu karena sudah membuat Lucio seperti ini. Lucio yang tak pernah bekerja kasar tentu saja dia tak bisa disuruh ayahnya untuk membantunya membuat garam."Oh, kamu ada apa kemari?" tanya ayahnya terdengar tidak peduli. Matanya melirik ke arah Lucio yang hampir pingsan karena kepanasan."Aku akan menjemput calon suamiku," jawab Delicia yang membuat ayahnya semakin tak menyukai Lucio.Dia melihat anaknya itu tergila gila dengan Lucio sampai tak dapat berkata apa apa."Jadi … jadi kamu ke sini bukan untuk menemui ayahmu ini? Tapi untuk menjemput lelaki yang tak ada tenaganya ini?""Buk
Lucio pulang dengan kelelahan. Alhasil, Khaleed harus memanggil supir Lucio untuk menyetir mobilnya. Perjalanan lumayan jauh dan dia tidak mungkin membiarkan sahabat sekaligus atasannya itu mengemudi dalam keadaan yang lelah.Di samping Khaleed, sudah ada Delicia. Sepertinya dia juga lebih lelah karena berdebat dengan ayahnya mengenai pernikahan yang akan dilaksanakan bulan depan tanpa izinnya dahulu.Meski mereka berdua bicara di dalam kamar. Tapi, suara Delicia dan ayahnya terdengar sangat jelas."Kamu mau menikah tapi ayah belum memberikanmu izin," ujar ayah Delicia."Delicia tak butuh izin ayah. Toh, ayah juga tak akan mengizinkannya, kan?"Terdiam cukup lama. Entah apa yang ada di dalam pikiran masing masing."Kalau kamu menikah bukan dengan orang kaya itu, ayah akan merestuinya.""Lalu Delicia harus menikah dengan siapa? Dengan lelaki yang miskin agar hidup Delicia semakin menderita? Bukankah sekarang adalah kesempatan Delicia agar dapat hidup dengan enak?""Kamu pikir menikah d
Khaleed masuk di saat tidak terduga. Di waktu Lucio masih asik memandangi foto foto Delicia yang tengah mengenakan gaun pengantin pilihannya.Hingga akhirnya Khaleed sudah berdiri di depan meja Lucio. Lelaki itu pun terkejut dan salah tingkah.“Kenapa kamu tidak mengetuk pintu dulu?” protes Lucio.“Saya sudah mengetuk pintu,” sahut Khaleed.Lucio tersenyum tak senang--karna dia malu sebab Khaleed memergokinya bertingkah tak biasanya.“Jadi, ada apa?” tanya Lucio. Dia membenarkan duduknya dan memandang Khaleed dengan serius.“Tidak ada apa apa, saya hanya ingin memastikan Anda apakah sudah menerima foto dari Delicia atau belum,” katanya dengan tenang yang sontak membuat kening Lucio mengerut.Lucio pikir ada apa Khaleed yang tiba tiba masuk ke dalam ruangannya seperti itu.“Sudah, kamu sudah melihatnya kan barusan?”Khaleed menahan senyumnya yang menggoda Lucio. “Selamat atas pernikahan Anda,” kata Khaleed.“Masih satu bulan lagi,” sahut Lucio. “Dan aku masih ragu apakah ayahnya Delic