Delicia mengembuskan napasnya ketika melihat bayangan Lucio sedang bersama dengan ayahnya di sebuah tempat pembuatan garam.Lelaki itu terlihat lelah, terbukti dari dadanya yang turun naik dan keringat yang bercucuran di sekitar wajahnya.Delicia yakin jika ayahnya itu sudah menyiksa Lucio selama dia ada di perjalanan tadi."Ayah!" panggil Delicia, dia langsung menghampiri ayahnya dengan marah.Dia merasa malu karena sudah membuat Lucio seperti ini. Lucio yang tak pernah bekerja kasar tentu saja dia tak bisa disuruh ayahnya untuk membantunya membuat garam."Oh, kamu ada apa kemari?" tanya ayahnya terdengar tidak peduli. Matanya melirik ke arah Lucio yang hampir pingsan karena kepanasan."Aku akan menjemput calon suamiku," jawab Delicia yang membuat ayahnya semakin tak menyukai Lucio.Dia melihat anaknya itu tergila gila dengan Lucio sampai tak dapat berkata apa apa."Jadi … jadi kamu ke sini bukan untuk menemui ayahmu ini? Tapi untuk menjemput lelaki yang tak ada tenaganya ini?""Buk
Lucio pulang dengan kelelahan. Alhasil, Khaleed harus memanggil supir Lucio untuk menyetir mobilnya. Perjalanan lumayan jauh dan dia tidak mungkin membiarkan sahabat sekaligus atasannya itu mengemudi dalam keadaan yang lelah.Di samping Khaleed, sudah ada Delicia. Sepertinya dia juga lebih lelah karena berdebat dengan ayahnya mengenai pernikahan yang akan dilaksanakan bulan depan tanpa izinnya dahulu.Meski mereka berdua bicara di dalam kamar. Tapi, suara Delicia dan ayahnya terdengar sangat jelas."Kamu mau menikah tapi ayah belum memberikanmu izin," ujar ayah Delicia."Delicia tak butuh izin ayah. Toh, ayah juga tak akan mengizinkannya, kan?"Terdiam cukup lama. Entah apa yang ada di dalam pikiran masing masing."Kalau kamu menikah bukan dengan orang kaya itu, ayah akan merestuinya.""Lalu Delicia harus menikah dengan siapa? Dengan lelaki yang miskin agar hidup Delicia semakin menderita? Bukankah sekarang adalah kesempatan Delicia agar dapat hidup dengan enak?""Kamu pikir menikah d
Khaleed masuk di saat tidak terduga. Di waktu Lucio masih asik memandangi foto foto Delicia yang tengah mengenakan gaun pengantin pilihannya.Hingga akhirnya Khaleed sudah berdiri di depan meja Lucio. Lelaki itu pun terkejut dan salah tingkah.“Kenapa kamu tidak mengetuk pintu dulu?” protes Lucio.“Saya sudah mengetuk pintu,” sahut Khaleed.Lucio tersenyum tak senang--karna dia malu sebab Khaleed memergokinya bertingkah tak biasanya.“Jadi, ada apa?” tanya Lucio. Dia membenarkan duduknya dan memandang Khaleed dengan serius.“Tidak ada apa apa, saya hanya ingin memastikan Anda apakah sudah menerima foto dari Delicia atau belum,” katanya dengan tenang yang sontak membuat kening Lucio mengerut.Lucio pikir ada apa Khaleed yang tiba tiba masuk ke dalam ruangannya seperti itu.“Sudah, kamu sudah melihatnya kan barusan?”Khaleed menahan senyumnya yang menggoda Lucio. “Selamat atas pernikahan Anda,” kata Khaleed.“Masih satu bulan lagi,” sahut Lucio. “Dan aku masih ragu apakah ayahnya Delic
Lucio pulang ketika Delicia tidak ada di apartemennya. Lelaki itu menemukan sebuah undangan pernikahan yang tergeletak di atas meja ruang tengah.Ia membacanya dengan saksama dan melihat tanggal kapan pernikahan itu diadakan.Ketika bunyi pintu sedang dibuka terdengar. Lucio meletakkan undangan itu segera. Dan bertingkah seolah tidak terjadi apa apa.“Kamu sudah pulang?” tanya Delicia. Dia membawa sekantong kresek dari salah satu sebuah minimarket yang ada di dekat apartemen.“Hmm barusan,” jawab Lucio. Tak perlu bertanya dia sudah tahu darimana Delicia pergi. Jadi dia masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti baju.Sementara itu Delicia menyiapkan makan malam untuk Lucio. Hanya memanaskannya saja, karena dia sudah memasaknya beberapa jam yang lalu.Lucio keluar dan langsung ke meja makan. Duduk dan mengamati gerak gerik Delicia.Tak ada apapun yang hendak dikatakan oleh Delicia. Termasuk undangan pernikahan yang baru saja didapatnya.Hingga akhirnya Lucio tidak tahan dengan rasa penasar
Khaleed membulatkan matanya ketika mendengar bahwa Karina sudah menikah. Terakhir bertemu dengan wanita itu waktu dulu, Karina berkata akan belajar ke luar negeri bukan menikah.Putusnya hubungan Karina dan Khaleed membuat Khaleed enggan berhubungan dengan wanita lagi. Dia tidak ingin menyakiti hatinya sendiri jika harus pacaran lalu putus seperti itu.“Aku akan belajar ke luar negeri,” kata Karina beberapa tahun yang lalu. “Jadi sebaiknya kita putus,” lanjutnya.Hari ulang tahun Khaleed waktu itu dilewati dengan cara seperti itu. Diputuskan karena Karina ingin belajar ke luar negeri.Khaleed tersenyum kaku. Dia tak akan menyangka jika akan terjadi hal itu.Jika saja Lucio waktu itu mengetahui bahwa sahabatnya disakiti oleh seorang wanita. Pasti dia tak akan diam saja. Namun, Khaleed merahasiakan hubungannya dengan Karina. Jadi, dia tidak akan pernah menceritakan yang menimpanya saat ini.“Baiklah,” kata Khaleed masih sambil tersenyum. Tak ada yang bisa dilakukan lelaki itu kecuali men
Karina membuka matanya ketika mendengar suara berisik yang berasal dari arah dapur. Khaleed terlihat sedang memasak sarapan untuk mereka pagi ini.Tanpa sadar Karina tersenyum. Memandang Khaleed yang hanya terlihat punggungnya.Rasanya masih seperti mimpi. Dia bisa berada di dalam apartemen Khaleed, berdua--bersama dengan lelaki itu.Ingin rasanya… dia kembali pada Khaleed. Memulai hubungan yang baru dengan lelaki itu.Tetapi, senyum di Karina seketika memudar saat Khaleed menoleh ke belakang. Seakan sadar jika sedari tadi dia dipandang punggungnya oleh seseorang.“Kamu sudah bangun?” tanya Khaleed. Dia tidak menatap Karina yang masih membeku di ambang pintu.Lelaki itu melepaskan celemeknya. Kemudian mengenakan jasnya yang tersampir di kursi.“Kamu akan berangkat?” tanya Karina.“Iya, aku harus berangkat sekarang, karena aku bersama dengan Lucio ke kantor.”Karina terdiam, padahal harapannya ingin sarapan dengan lelaki itu.“Oh ya, apakah kamu sudah menemukan tempat tinggal?” tanya K
Lucio tidak sempat mengabari Delicia jika dirinya akan pulang terlambat, karena pada malam itu dia segera bergegas untuk menuju di mana Rebecca di sedang diculik.Penculik itu menginginkan uang sebanyak seratus juta yang diletakkan di dalam koper. Jumlah yang tidak banyak bagi Lucio. Hanya saja dia merasa aneh.Jika tahu Rebecca mengenal Lucio, bukankah seratus juta itu terbilang sedikit?Namun, Lucio tak ingin memikirkannya lebih lanjut. Karena dia tak mau terlambat menyelamatkan Rebecca.Di jalanan yang gelap dan sempit. Lucio harus berhati-hati untuk masuk ke dalam area yang sudah lama ditinggalkan.Lucio merasa merinding seketika, saat sebuah ranting lumayan besar jatuh di depan mobilnya. Akan tetapi, setelah Lucio mengamati. Rupanya itu bukan ranting, melainkan ular kayu yang terjatuh dari pohon.Lucio menunggu hingga ular tersebut menyeberangi jalan.Ketika ular tersebut sudah pergi. Lucio melanjutkan perjalanan. Tinggal beberapa meter dia menemukan gudang di mana Rebecca diculi
Sudah pagi. Tetapi Lucio belum juga pulang. Delicia yang masih menunggu Lucio di sofa ruang tengah sampai ketiduran. Dia tersadar ketika suara bunyi bell berbunyi nyaring.Dia berjalan dengan gontai, karena nyawanya yang belum sepenuhnya terkumpul.Tahu jika itu bukan Lucio. Delicia tidak berharap banyak.Khaleed yang membunyikan bel ternyata.“Lucio… belum pulang?” tanya Khaleed.Delicia menggeleng. “Dia ke mana? Apakah dia baik baik saja?” tanya Delicia khawatir.“Aku sudah menghubunginya tadi pagi. Tapi dia tidak mengangkat teleponku,” jelas Khaleed.“Kamu tidak perlu khawatir,” kata Khaleed begitu melihat wajah Delicia yang khawatir. “Dia akan baik baik saja seperti kataku. Dia hanya sibuk.”“Benar juga,” sahut Adelia. Lagi pula, Lucio sudah besar tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan seperti itu.Usai Khaleed kembali ke apartemennya, dia berkata akan bersiap siap untuk pergi ke kantor tanpa Lucio. Delicia segera bersiap untuk menyiapkan sarapan untuk Lucio.Meski tak tahu
Lordes mendengar pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dan secara tidak langsung dia tahu bagaimana sifatnya selama ini yang memang kurang baik.Setengah jam berlalu, ibu Lordes membawa makanan bersama dengan pelayan di belakangnya.Ada banyak makanan yang terhidang hingga membuat Lordes bingung.“Kamu sebelumnya tidak mau makan selama lima hari, makanya ibu khawatir,” kata ibu Lordes.“Kenapa? Kenapa aku tidak mau makan?”Ibunya diam saja.“Sudahlah, itu sudah berlalu, yang penting kamu mau makan sekarang,” kata ibu Lordes.Lordes pun menelan makanannya pelan pelan, setiap sendok makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat ibu Lordes merasa tenang dan lega.“Ibu tidak makan?”“Tidak, melihatmu makan sudah membuat ibu kenyang.”Lordes tersenyum.“Bu, kenapa aku asing berada di kamar ini?” tanya Lordes.“Itu karena kamu kehilangan ingatan kamu, Lordes. Tapi kata dokter ingatan itu akan kembali, karena bukan amnesia permanen.”“Begitu?”“Setidaknya, kamu bisa melupakan hal yang menyakit
“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai?” tanya Lucio ketika melihat Khaleed menyusulnya ke kantin di kantor.“Sebentar lagi akan selesai,” desahnya kemudian duduk.“Kenapa wajahmu murung?”Khaleed menggeleng.“Harusnya yang murung sekarang bukan kamu tapi aku,” keluh Lucio.“Kenapa? Masalah Delicia bukankah sudah selesai? Dia sudah pulang dan kesehatannya semakin membaik.”“Bukan seperti itu.”Lucio kemudian menceritakan semuanya kepada Khaleed, bahwa sejak kecelakaan Delicia menjadi sedikit berbeda. Delicia seperti jauh dari anaknya tapi perasaan untuk dirinya sama saja.“Bukannya kamu bilang kalau dia mengalami hilang ingatan sebagian? Mungkin karena itu, kan?”“Tapi, kenapa sifatnya bisa berubah? Aku sempat memergokinya berteriak pada Jose. Apakah Delicia seperti itu sebelum menikah denganku? Aku bertanya pada Jose, dan Delicia tidak pernah membentaknya meskipun sangat marah.”“Apakah karena efek kecelakaan?” tanya Khaleed.“Aku tidak tahu, aku bingung,” jawab Lucio yang dia sen
Sudah bermenit menit yang lalu, Nina hanya diam saja. Dia duduk di kursi sofa dengan tubuh menghadap ke arah jendela.Khaleed sudah memesan pizza, tapi sampai pizza itu dingin, Nina tak mau menyentuhnya sama sekali.“Aku sudah menghubungi ibumu, dan mengatakan untuk sementara kamu ada di sini,” kata Khaleed.Nina hanya mengangguk.“Kamu kenapa?”Khaleed duduk di sebelah Nina, tapi yang dia lihat hanyalah punggung Nina yang menyedihkan.Belum ada satu hari, Nina sudah berubah menjadi murung begitu.“Besok pagi, aku akan temani kamu ke kantor polisi,” kata Khaleed.“Pekerjaanmu bagaimana?”“Aku akan datang sedikit terlambat, aku sudah izin pada bosku.”Nina kemudian diam.“Kalau kamu diam, aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu. Aku tidak pandai menghibur, katakan padaku. Aku harus bagaimana?”“Terima kasih,” kata Nina pelan.Mata Khaleed melebar.“Karena sudah mau menolongku dan berkorban untuk gadis hina sepertiku.” Nina menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakinya. “Aku malu
Khaleed berlari menuju rumah Nina, tahu bahwa pasti akan ada hal yang buruk akan terjadi.Dengan napas yang tersengal, Khaleed terus berlari agar tidak terlambat untuk menyelamatkan Nina.**Nina mendengar suara bel pintu berbunyi berkali-kali. Ia pikir Khaleed kembali karena ketinggalan barangnya.Akan tetapi, ketika Nina membuka pintu. Dia melihat suaminya sudah berada di depan pintu dengan senyum menyeringai.Nina mencoba untuk menutup pintu, tapi tenaganya tidak lebih besar daripada suaminya.“Biarkan aku masuk!” ujarnya dengan geram. “Kamu sudah membuatku menjadi bulan bulanan oleh rentenir!”Suami Nina masuk kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh di atas sofa.“Harusnya kamu menurutiku! Tak ada yang salah karena kamu membantu suamimu!”Suami Nina menamparnya membuat gadis itu takut gemetaran. Bayangan bayangan buruk itu telah terhempas sejak dia bersama dengan Khaleed. Sejak dia mengenal lelaki itu, dia merasa bahwa dirinya berharga.Namun, kini… saat dia bersama dengan su
Lima hari berlalu, Delicia yang tak lain adalah Lordes akhirnya bisa pulang ke rumah Lucio yang selama ini begitu dia inginkan.Pagi pagi sekali Lucio sudah menjemput istrinya dari rumah sakit.“Akhirnya aku bisa pulang,” kata Lordes dengan senang.“Pasti sangat membosankan di sini, kan?”Lordes mengangguk.“Oh ya, Lordes… dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa banyak bergerak.”Bibir Lordes tiba tiba berkedut. Ia pikir Delicia akan koma untuk waktu yang lama agar dia bisa menikmati waktunya bersama dengan Lucio. Jika Delicia sadar, bagaimana jika wanita itu mengaku sebagai Delicia?Lucio yang melihat istrinya berhenti menoleh ke belakang.“Ada apa?”Lordes dengan tangan gemetar mencoba meraih tangan Lucio.“Aku tahu, kamu pasti takut dengan Lordes. Dia sangat nekat,” kata Lucio menambahkan.“Ya… ya.. aku sangat takut setelah tahu penyebab kecelakaanku adalah dia.”“Tak apa apa, ada aku di sini,” kata Lucio menenangkan.Ketika mereka melewati koridor. Tanpa sengaja melihat ibunya dari
Saat ini Lucio sedang berada di atas ranjang rumah sakit bersama dengan Delicia di mana jiwanya adalah milik Lordes. Lordes meminta Lucio agar menemaninya sampai dia pulang dari rumah sakit.“Bagaimana dengan anak anak tadi? Apakah mereka kecewa padaku?” tanya Lordes.“Tidak, mereka mengerti keadaanmu. Mereka mungkin masih kecil, tapi sifat mereka sudah dewasa,” jelas Lucio. “Jangan khawatir.” Lucio mengusap kepala Lordes dengan lembut.“Setelah keluar dari rumah sakit. Aku ingin kita berbulan madu,” ajak Lordes.Lucio diam.“Apa ada yang salah?”Lucio menggeleng. “Kamu kemarin menolak ajakanku berbulan madu karena ingin bersama dengan anak anak.”“Benarkah?”“Tapi kalau kamu ingin kita berbulan madu tak masalah.”“Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu.”Lucio tersenyum.“Aku akan mengaturnya nanti.”Lordes tidur memeluk Lucio. Dia merasa sangat bahagia karena setidaknya dia bersama dengan lelaki yang sangat dia inginkan selama ini.Meski berada di dalam tubuh Delicia, tapi dia
Khaleed membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit ketika dia mencoba untuk memegangnya.Kamar yang dia tempati tidak mirip seperti kamarnya. Apalagi ada sosok bayangan yang membuatnya terkejut.“Lucio? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Khaleed bingung.“Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu ada di sini. Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumah?”Khaleed diam.“Aku langsung datang ke sini waktu perawat menemukan nomor kontakku sebagai nomor darurat.”Khaleed tersenyum.“Jadi, siapa yang sudah membuatmu begini?” tanya Lucio.“Orang gila,” jawab Khaleed. “Dia memukulku dengan tongkat, di mana dia sekarang?”Lucio menaikkan bahunya. “Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Tapi tadi di sini ada gadis yang menemanimu, saat aku datang dia langsung pergi. Dia siapa?”“Oh dia, dia istri dari laki laki yang memukulku.”Lucio membulatkan matanya. “Jangan berurusan dengan istri orang lagi, Khaleed. Aku sudah memperingatkanmu.”“Ini beda.”“Bagaimana jika kamu ditipu lagi?”“Sepertin
Suara ribut berasal dari bangsal yang dilewati oleh Khaleed. Awalnya dia ingin mengabaikannya dan terus berjalan saja. Akan tetapi dia tidak bisa diam saja ketika melihat seorang perempuan menjadi sandera seorang pasien menggunakan pisau buah.“Jangan mendekat atau kubunuh wanita ini!” ujarnya.Khaleed yang melihatnya menjadi jengkel. Apalagi lelaki itu hanya berani terhadap perempuan saja.“Jangan mendekat!” Bahkan petugas keamanan seakan tak mampu menangani preman tengik tersebut.Khaleed menggulung kemejanya sampai ke siku. Dia memutar jalan kemudian menjegal kaki lelaki tersebut hingga terjatuh. Pisau yang ia bawa terpental jauh darinya. Khaleed langsung meringkus lelaki yang ternyata tak ada apa apanya itu.Kepala dengan perban dan juga wajah penuh memar. Khaleed yakin jika lelaki itu bisa jadi baru saja dipukuli oleh orang orang yang membencinya.“Siapa kamu!” bentaknya sambil berusaha melarikan diri.“Aku? Aku manusia yang membenci laki laki sepertimu.”“Sialan! Lepaskan!”“Co
Delicia benar benar tidak senang melihat kedatangan Martin dan Jose. Karena dia sendiri bukanlah Delicia yang asli. Diam diam Lordes memikirkan cara bagaimana caranya agar tidak mengurus anak anak itu. Karena baginya yang terpenting adalah bersama dengan Lucio.“Sapa mama kalian,” kata Lucio.Martin dan Jose langsung menghampiri Delicia kemudian memeluknya.“Mama gak apa apa kan Pa?” tanya Martin.“Mama kapan bisa pulang?” kali ini Jose yang bertanya.Lucio pun menjelaskan pada mereka berdua bahwa mama mereka akan berada di sana selama lima hari.Lordes hanya diam saja, merasa asing dengan pemandangan itu. Dia benar benar tidak memikirkan jauh ke belakang bahwa Lucio dan Delicia sudah memiliki anak.“Mama masih sakit?” tanya Martin.Lordes memandang Lucio seakan meminta bantuan pada lelaki itu.“Apa kamu tidak ingat siapa mereka, Delicia?Lordes menggeleng pelan. Lucio terkejut.“Dia adalah Martin, dan sebelah Martin Jose. Kamu lupa?”Lordes tanpa ragu mengingat.“Tapi kamu ingat aku?