Khaleed membulatkan matanya ketika mendengar bahwa Karina sudah menikah. Terakhir bertemu dengan wanita itu waktu dulu, Karina berkata akan belajar ke luar negeri bukan menikah.Putusnya hubungan Karina dan Khaleed membuat Khaleed enggan berhubungan dengan wanita lagi. Dia tidak ingin menyakiti hatinya sendiri jika harus pacaran lalu putus seperti itu.“Aku akan belajar ke luar negeri,” kata Karina beberapa tahun yang lalu. “Jadi sebaiknya kita putus,” lanjutnya.Hari ulang tahun Khaleed waktu itu dilewati dengan cara seperti itu. Diputuskan karena Karina ingin belajar ke luar negeri.Khaleed tersenyum kaku. Dia tak akan menyangka jika akan terjadi hal itu.Jika saja Lucio waktu itu mengetahui bahwa sahabatnya disakiti oleh seorang wanita. Pasti dia tak akan diam saja. Namun, Khaleed merahasiakan hubungannya dengan Karina. Jadi, dia tidak akan pernah menceritakan yang menimpanya saat ini.“Baiklah,” kata Khaleed masih sambil tersenyum. Tak ada yang bisa dilakukan lelaki itu kecuali men
Karina membuka matanya ketika mendengar suara berisik yang berasal dari arah dapur. Khaleed terlihat sedang memasak sarapan untuk mereka pagi ini.Tanpa sadar Karina tersenyum. Memandang Khaleed yang hanya terlihat punggungnya.Rasanya masih seperti mimpi. Dia bisa berada di dalam apartemen Khaleed, berdua--bersama dengan lelaki itu.Ingin rasanya… dia kembali pada Khaleed. Memulai hubungan yang baru dengan lelaki itu.Tetapi, senyum di Karina seketika memudar saat Khaleed menoleh ke belakang. Seakan sadar jika sedari tadi dia dipandang punggungnya oleh seseorang.“Kamu sudah bangun?” tanya Khaleed. Dia tidak menatap Karina yang masih membeku di ambang pintu.Lelaki itu melepaskan celemeknya. Kemudian mengenakan jasnya yang tersampir di kursi.“Kamu akan berangkat?” tanya Karina.“Iya, aku harus berangkat sekarang, karena aku bersama dengan Lucio ke kantor.”Karina terdiam, padahal harapannya ingin sarapan dengan lelaki itu.“Oh ya, apakah kamu sudah menemukan tempat tinggal?” tanya K
Lucio tidak sempat mengabari Delicia jika dirinya akan pulang terlambat, karena pada malam itu dia segera bergegas untuk menuju di mana Rebecca di sedang diculik.Penculik itu menginginkan uang sebanyak seratus juta yang diletakkan di dalam koper. Jumlah yang tidak banyak bagi Lucio. Hanya saja dia merasa aneh.Jika tahu Rebecca mengenal Lucio, bukankah seratus juta itu terbilang sedikit?Namun, Lucio tak ingin memikirkannya lebih lanjut. Karena dia tak mau terlambat menyelamatkan Rebecca.Di jalanan yang gelap dan sempit. Lucio harus berhati-hati untuk masuk ke dalam area yang sudah lama ditinggalkan.Lucio merasa merinding seketika, saat sebuah ranting lumayan besar jatuh di depan mobilnya. Akan tetapi, setelah Lucio mengamati. Rupanya itu bukan ranting, melainkan ular kayu yang terjatuh dari pohon.Lucio menunggu hingga ular tersebut menyeberangi jalan.Ketika ular tersebut sudah pergi. Lucio melanjutkan perjalanan. Tinggal beberapa meter dia menemukan gudang di mana Rebecca diculi
Sudah pagi. Tetapi Lucio belum juga pulang. Delicia yang masih menunggu Lucio di sofa ruang tengah sampai ketiduran. Dia tersadar ketika suara bunyi bell berbunyi nyaring.Dia berjalan dengan gontai, karena nyawanya yang belum sepenuhnya terkumpul.Tahu jika itu bukan Lucio. Delicia tidak berharap banyak.Khaleed yang membunyikan bel ternyata.“Lucio… belum pulang?” tanya Khaleed.Delicia menggeleng. “Dia ke mana? Apakah dia baik baik saja?” tanya Delicia khawatir.“Aku sudah menghubunginya tadi pagi. Tapi dia tidak mengangkat teleponku,” jelas Khaleed.“Kamu tidak perlu khawatir,” kata Khaleed begitu melihat wajah Delicia yang khawatir. “Dia akan baik baik saja seperti kataku. Dia hanya sibuk.”“Benar juga,” sahut Adelia. Lagi pula, Lucio sudah besar tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan seperti itu.Usai Khaleed kembali ke apartemennya, dia berkata akan bersiap siap untuk pergi ke kantor tanpa Lucio. Delicia segera bersiap untuk menyiapkan sarapan untuk Lucio.Meski tak tahu
Ponsel Lucio berdenting sekali. Satu pesan diterimanya.Dari Rebecca. Lucio mengernyitkan keningnya. Dia melihat Rebecca sedang mengiriminya beberapa foto padanya.Foto yang jelas jelas memperlihatkan bahwa mereka tadi malam memang bercinta.Lucio semakin pusing. Dadanya sesak dan rasannya sangat mual.Dia masih tak percaya jika dirinya melakukan hal itu dengan Rebecca.“Mana mungkin,” desah Lucio frustrasi.Seakan tahu bagaimana reaksi Lucio. Rebecca mengirimkan pesan pada Lucio.Becca: Aku tau kamu tak akan percaya, maka dari itu aku mengambil foto tadi malam. Kita sama sama menginginkannya. Lucio.Lucio melempar ponselnya. Benarkah itu yang sebenarnya terjadi? Mengapa bisa demikian? Apakah karena rasa pusing kemarin membuatnya menjadi sedikit gila?Tidak, itu tidak sedikit gila. Lucio memang sudah gila.**Delicia sedang menunggu seseorang. Usai tidak dapat memenuhi permintaan Andres untuk bertemu, akhirnya hari ini Delicia memutuskan untuk menemui Andres di restoran dekat kantor
Dolores bertanya-tanya ke manakah perginya Rebecca selama dua hari ini. Karena sejak pagi itu, dia berpamitan pada dirinya dan tak kembali pulang sampai sekarang.Namun, pagi itu kecemasan Dolores menghilang saat melihat Rebecca kembali dengan wajah yang masih sedikit memar.“Kamu dari mana saja dua hari ini?” tanya Dolores. “Dan ada apa dengan wajahmu?”“Oh ini.” Rebecca memegangi dahinya, mencari alasan untuk Dolores. “Saya terjatuh, dan maaf. Saya berada di rumah sakit karena teman saya sakit dan tak ada yang menjaganya.”Dolores mengangguk mengerti. Dia tidak terlalu penasaran siapakah teman Rebecca itu.“Oh ya, sebenarnya aku tidak ingin mengatakan ini padamu. Tapi sebaiknya kamu mulai pindah besok hari.”Senyum Rebecca pudar. Dia memandang Dolores tak menyangka. “Baiklah,” kata Rebecca akhirnya. Menolak dalam bentuk apapun tak akan membuatnya berada di rumah itu. Karena nantinya, Delicia lah yang akan berada di sana tinggal bersama Lucio. Dan Dolores tak menginginkannya.Namun,
Lucio tidak berbicara dengan Rebecca di sepanjang perjalanan. Karena baginya, tidak perlu juga untuk bicara dengan wanita itu sekarang.Sementara itu Rebecca tersenyum dengan senang karena dia berhasil meminta Lucio untuk mengantarnya pergi ke rumah barunya.“Lumayan jauh, makanya aku memintamu untuk mengantarku,” kata Rebecca.Lucio diam saja.“Kamu marah?”‘Menurutmu bagaimana? Haruskah aku yang mengantarmu seperti ini? Sementara ke kantor saja aku diantar oleh Khaleed?”Rebecca tertawa kecil. “Agar kamu tau rumahku, Lucio,” kata Rebecca.Lucio mendengus pelan.“Dan kamu sudah puas sekarang?” tanya Lucio. Ia memikirkan perkataan neneknya sebelumnya. Bagaimana jika Delicia benar benar sedang memikirkannya karena bersama dengan Rebecca saat ini?Bagaimana jika Delicia merasa kesepian karena berada di apartemen?Usai bersama dengan Lucio. Wanita itu memang hanya di apartemen saja kerjaannya. Memasak, membereskan apartemen dan terkadang membuat menu baru yang akan dipamerkan pada Lucio
Masih gugup, Delicia kemudian mengajak adik dan ayahnya untuk masuk ke dalam apartemennya. Dia berharap jika ayahnya tidak akan bertanya macam macam padanya saat ini.“Ayah… tahu dari mana alamat ini?” tanya Delicia, ia menyiapkan air minum untuk ayahnya.“Dariku, apa kakak tidak diberitahu oleh kakak ipar, kalau aku meminta alamat apartemennya?”DUG!Terlihat kaki ayahnya menendang kaki Diego.“Mereka belum menikah, jangan panggil laki laki itu dengan sebutan kakak ipar,” kecam ayahnya yang langsung membuat wajah Diego berkeriut.Ayahnya memandangi seluruh apartemen yang luasnya mungkin lebih dari ukuran lima kali rumah reotnya yang ada di kampungnya.“Kalian belum menikah, kenapa kalian tinggal bersama? Kupikir kamu tinggal bersama dengan temanmu,” kata ayah Delicia.Delicia belum menyiapkan jawaban ini. Dia juga tidak tahu kalau ayahnya akan datang hari ini untuk memberinya kejutan.“Mana ada teman yang mau bergaul denganku, jika keadaanku saja sulit,” jawab Delicia. Tapi itu benar