Lucio tidak berbicara dengan Rebecca di sepanjang perjalanan. Karena baginya, tidak perlu juga untuk bicara dengan wanita itu sekarang.Sementara itu Rebecca tersenyum dengan senang karena dia berhasil meminta Lucio untuk mengantarnya pergi ke rumah barunya.“Lumayan jauh, makanya aku memintamu untuk mengantarku,” kata Rebecca.Lucio diam saja.“Kamu marah?”‘Menurutmu bagaimana? Haruskah aku yang mengantarmu seperti ini? Sementara ke kantor saja aku diantar oleh Khaleed?”Rebecca tertawa kecil. “Agar kamu tau rumahku, Lucio,” kata Rebecca.Lucio mendengus pelan.“Dan kamu sudah puas sekarang?” tanya Lucio. Ia memikirkan perkataan neneknya sebelumnya. Bagaimana jika Delicia benar benar sedang memikirkannya karena bersama dengan Rebecca saat ini?Bagaimana jika Delicia merasa kesepian karena berada di apartemen?Usai bersama dengan Lucio. Wanita itu memang hanya di apartemen saja kerjaannya. Memasak, membereskan apartemen dan terkadang membuat menu baru yang akan dipamerkan pada Lucio
Masih gugup, Delicia kemudian mengajak adik dan ayahnya untuk masuk ke dalam apartemennya. Dia berharap jika ayahnya tidak akan bertanya macam macam padanya saat ini.“Ayah… tahu dari mana alamat ini?” tanya Delicia, ia menyiapkan air minum untuk ayahnya.“Dariku, apa kakak tidak diberitahu oleh kakak ipar, kalau aku meminta alamat apartemennya?”DUG!Terlihat kaki ayahnya menendang kaki Diego.“Mereka belum menikah, jangan panggil laki laki itu dengan sebutan kakak ipar,” kecam ayahnya yang langsung membuat wajah Diego berkeriut.Ayahnya memandangi seluruh apartemen yang luasnya mungkin lebih dari ukuran lima kali rumah reotnya yang ada di kampungnya.“Kalian belum menikah, kenapa kalian tinggal bersama? Kupikir kamu tinggal bersama dengan temanmu,” kata ayah Delicia.Delicia belum menyiapkan jawaban ini. Dia juga tidak tahu kalau ayahnya akan datang hari ini untuk memberinya kejutan.“Mana ada teman yang mau bergaul denganku, jika keadaanku saja sulit,” jawab Delicia. Tapi itu benar
Delicia berlari. Dia tidak mendengar ketika menyuruhnya agar tenang. Dia memanggil taksi dengan buru buru seakan Lucio akan mati sebentar lagi.“Delicia tenanglah! Memangnya luka Lucio parah?” tanya ayahnya yang masih terengah. Diego pun begitu. Dia mengembuskan napas satu dua seperti tak bisa berlari lagi.“Aku tidak tau, Yah. Tapi, kan?”Ayahnya pun melihat Delicia sangat panik. Pikirnya, anak perempuannya itu memang sangat mencintai Lucio.Tak lama kemudian taksi muncul. Diego duduk di sebelah supir kemudian Delicia berada di samping ayahnya di bangku belakang.“Rumah sakit persahabatan, Pak,” kata Delicia masih dengan wajah paniknya.Mobil pun melaju. Ekspresi panik di wajah Delicia belum juga mengendur.“Astaga, anak ini,” gumam ayahnya. “Kalau ayahmu di situasi seperti ini, aku ragu kamu juga akan panik, Delicia,” sindir ayahnya.“Sepertinya bercanda soal nyawa di saat seperti ini bukan waktu yang bagus deh, Yah,” sahut Diego yang menoleh ke belakang.Hanya membutuhkan waktu lim
“Lihat, siapa yang datang.”“Katanya dia akan menikah dengan pengusaha kaya.”“Namanya Lucio, kan? Atau siapa itu.”“Kamu yakin? Jangan jangan dia cuma bercanda, mana mungkin dia mau dengan Delicia yang… ““Yang miskin dan kampungan maksud kamu?”Suara bisik bisik dari gerombolan wanita yang tengah duduk itu masih mengamati Adelia yang sedang berjalan ke arah mereka.Mereka adalah kelompok wanita yang dulunya adalah teman kerja Delicia. Hanya sebatas teman, bukan teman dekat atau apapun itu.Karna bisa dilihat dari cara mereka membicarakan Delicia. Mereka benar benar merendahkan wanita itu tanpa tau apa apa.“Dia akan duduk di sini.”“Bukankah dia harusnya datang dengan Lucio? Kenapa sendirian? Pasti dia berbohong masalah akan menikah dengan Lucio, iya kan?”Delicia semakin mendekat. Ia pun tersenyum pada teman temannya untuk menyapa lalu duduk di sana.“Bagaimana kabarmu, Delicia?” tanya teman Delicia, Lisa.“Baik, aku baik,” jawab Delicia gugup. Di antara mereka semua, hanya dirinya
Khaleed membeku di tempatnya untuk beberapa saat ketika melihat bayangan yang dia kenal.“Rebecca,” gumam Khaleed. Dia melihat ke arah dari mana Rebecca keluar.“Dari dokter kandungan,” gumamnya lagi yang membuat perasaannya langsung tidak tenang.Untuk apa wanita itu ke dokter kandungan? Khaleed sangat berharap jika dia menemui dokter itu untuk alasan lain. Atau jika tidak, Rebecca sedang menemani temannya ke dokter.Namun, sampai beberapa menit berlalu. Tak ada yang keluar dari sana lagi. Hanya Rebecca sendiri.“Ayo, aku sudah selesai,” kata Karina yang memutus lamunan Khaleed.Khaleed mengangguk kemudian pergi dari sana dengan perasaan yang tidak enak. Jangan jangan ini ada hubungannya dengan Lucio?“Kamu kenapa?” tanya Karina ketika melihat Khaleed terus melamun. Mereka berdua sudah dalam perjalanan pulang ke apartemen.“Tidak apa apa,” jawab Khaleed sambil tersenyum dengan terpaksa. “Bagaimana lukamu? Sudah membaik?”Karina tersenyum. “Semua berkat kamu, Khaleed.”**“Apa katamu
Lucio diam diam menemui Khaleed di kafe dekat apartemen. Ia ingin mendapatkan informasi dari Khaleed mengenai Rebecca yang mengunjungi dokter kandungan kemarin.“Jadi bagaimana?” tanya Lucio dia tampak gusar.“Aku sudah bertanya pada perawat yang ada di sana, dan menyelidiki sedikit dalam. Rebecca selama seminggu ini sudah datang ke dokter kandungan selama dua kali. Dan …” Khaleed menggantung kalimatnya.“Dan apa?”“Dia memeriksakan kandungannya. Dia hamil dua minggu,” kata Khaleed.Seketika darah yang ada di wajah Lucio surut, membuat wajahnya terlihat sangat pucat saat ini.Ia teringat dengan foto USG yang ditunjukkan oleh Rebecca kemarin. Jangan jangan Rebecca memang hamil?“Dia hamil, Lucio.” Khaleed berkata setelah tidak mendapat respon apa apa dari sahabatnya tersebut. “Bagaimana kalau dia memintamu untuk menikahinya?”Lucio menggeleng keras. “Tidak bisa. Aku tak mau menikah dengan Rebecca.”“Kenapa? Bukankah nenekmu pasti akan senang kalau kamu bisa menikah dengan Rebecca kare
Di tengah kekalutannya malam itu, Lucio mendapatkan telepon dari Dolores yang mengatakan dengan tenang, “besok datanglah ke rumah nenek, aku ingin bicara denganmu, Lucio.”Meski tidak mengatakan apa-apa, tapi Lucio tahu mengapa neneknya memintanya untuk datang ke rumahnya. Pasti Rebecca sudah mengatakan yang sedang terjadi pada neneknya saat ini.Esoknya, Lucio benar-benar ke rumah neneknya. Neneknya masih dengan ketenangannya, tidak menunjukkan ekspresi apa-apa dan meminta Lucio menemuinya di ruang keluarga.“Ada apa?” tanya Lucio. Wajahnya malah yang memperlihatkan jika dirinya saat ini tidak tenang.“Mengapa kamu tidak bilang pada nenekmu ini kalau Rebecca tengah hamil anakmu, Lucio?”Lucio sama sekali tidak terkejut. Hanya saja dia tidak bisa menatap wajah neneknya.“Apakah karena pernikahanmu dengan Delicia?”Lucio mengiyakan.“Kalau begitu, batalkan pernikahanmu dengan Delicia dan menikahlah dengan Rebecca. Mungkin ini terdengar sangat egois, tapi Rebecca jelas lebih membutuhkan
Jika bukan karena ada masalah dengan Lucio saat ini, mungkin Delicia masih bisa pulang ke rumah ayahnya dan tinggal untuk sementara waktu. Tapi, sayangnya… rasa percaya dirinya bahwa dia bisa menikah dan bahagia dengan Lucio akhirnya berakhir seperti ini.Akan sangat memalukan jika dia datang dan menangis karena berpisah dengan Lucio.Namun, dia tak bisa merahasiakan hal ini selamanya karena ayahnya akan tahu cepat atau lambat.“Maafkan aku,” kata Delicia pada sahabatnya, Andres.Lelaki itu sedang membuka kunci pintu sebuah ruangan. Untuk sementara Delicia akan tinggal di sana. Di sebuah kamar bekas kamar adiknya yang sekarang sudah berkuliah dan memilih untuk menyewa kos.“Tidak apa-apa. Aku malah akan marah kalau kamu tidak bilang apa pun padaku.”Delicia masuk, harum ruangan itu seakan sudah disiapkan oleh Andres sebelumnya, saat Delicia menelponnya dan menangis dan mengatakan jika dia sedang mengalami masalah dengan Lucio.Di perjalanan saat dia sudah dijemput oleh Andres, baru l
Lordes mendengar pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dan secara tidak langsung dia tahu bagaimana sifatnya selama ini yang memang kurang baik.Setengah jam berlalu, ibu Lordes membawa makanan bersama dengan pelayan di belakangnya.Ada banyak makanan yang terhidang hingga membuat Lordes bingung.“Kamu sebelumnya tidak mau makan selama lima hari, makanya ibu khawatir,” kata ibu Lordes.“Kenapa? Kenapa aku tidak mau makan?”Ibunya diam saja.“Sudahlah, itu sudah berlalu, yang penting kamu mau makan sekarang,” kata ibu Lordes.Lordes pun menelan makanannya pelan pelan, setiap sendok makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat ibu Lordes merasa tenang dan lega.“Ibu tidak makan?”“Tidak, melihatmu makan sudah membuat ibu kenyang.”Lordes tersenyum.“Bu, kenapa aku asing berada di kamar ini?” tanya Lordes.“Itu karena kamu kehilangan ingatan kamu, Lordes. Tapi kata dokter ingatan itu akan kembali, karena bukan amnesia permanen.”“Begitu?”“Setidaknya, kamu bisa melupakan hal yang menyakit
“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai?” tanya Lucio ketika melihat Khaleed menyusulnya ke kantin di kantor.“Sebentar lagi akan selesai,” desahnya kemudian duduk.“Kenapa wajahmu murung?”Khaleed menggeleng.“Harusnya yang murung sekarang bukan kamu tapi aku,” keluh Lucio.“Kenapa? Masalah Delicia bukankah sudah selesai? Dia sudah pulang dan kesehatannya semakin membaik.”“Bukan seperti itu.”Lucio kemudian menceritakan semuanya kepada Khaleed, bahwa sejak kecelakaan Delicia menjadi sedikit berbeda. Delicia seperti jauh dari anaknya tapi perasaan untuk dirinya sama saja.“Bukannya kamu bilang kalau dia mengalami hilang ingatan sebagian? Mungkin karena itu, kan?”“Tapi, kenapa sifatnya bisa berubah? Aku sempat memergokinya berteriak pada Jose. Apakah Delicia seperti itu sebelum menikah denganku? Aku bertanya pada Jose, dan Delicia tidak pernah membentaknya meskipun sangat marah.”“Apakah karena efek kecelakaan?” tanya Khaleed.“Aku tidak tahu, aku bingung,” jawab Lucio yang dia sen
Sudah bermenit menit yang lalu, Nina hanya diam saja. Dia duduk di kursi sofa dengan tubuh menghadap ke arah jendela.Khaleed sudah memesan pizza, tapi sampai pizza itu dingin, Nina tak mau menyentuhnya sama sekali.“Aku sudah menghubungi ibumu, dan mengatakan untuk sementara kamu ada di sini,” kata Khaleed.Nina hanya mengangguk.“Kamu kenapa?”Khaleed duduk di sebelah Nina, tapi yang dia lihat hanyalah punggung Nina yang menyedihkan.Belum ada satu hari, Nina sudah berubah menjadi murung begitu.“Besok pagi, aku akan temani kamu ke kantor polisi,” kata Khaleed.“Pekerjaanmu bagaimana?”“Aku akan datang sedikit terlambat, aku sudah izin pada bosku.”Nina kemudian diam.“Kalau kamu diam, aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu. Aku tidak pandai menghibur, katakan padaku. Aku harus bagaimana?”“Terima kasih,” kata Nina pelan.Mata Khaleed melebar.“Karena sudah mau menolongku dan berkorban untuk gadis hina sepertiku.” Nina menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakinya. “Aku malu
Khaleed berlari menuju rumah Nina, tahu bahwa pasti akan ada hal yang buruk akan terjadi.Dengan napas yang tersengal, Khaleed terus berlari agar tidak terlambat untuk menyelamatkan Nina.**Nina mendengar suara bel pintu berbunyi berkali-kali. Ia pikir Khaleed kembali karena ketinggalan barangnya.Akan tetapi, ketika Nina membuka pintu. Dia melihat suaminya sudah berada di depan pintu dengan senyum menyeringai.Nina mencoba untuk menutup pintu, tapi tenaganya tidak lebih besar daripada suaminya.“Biarkan aku masuk!” ujarnya dengan geram. “Kamu sudah membuatku menjadi bulan bulanan oleh rentenir!”Suami Nina masuk kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh di atas sofa.“Harusnya kamu menurutiku! Tak ada yang salah karena kamu membantu suamimu!”Suami Nina menamparnya membuat gadis itu takut gemetaran. Bayangan bayangan buruk itu telah terhempas sejak dia bersama dengan Khaleed. Sejak dia mengenal lelaki itu, dia merasa bahwa dirinya berharga.Namun, kini… saat dia bersama dengan su
Lima hari berlalu, Delicia yang tak lain adalah Lordes akhirnya bisa pulang ke rumah Lucio yang selama ini begitu dia inginkan.Pagi pagi sekali Lucio sudah menjemput istrinya dari rumah sakit.“Akhirnya aku bisa pulang,” kata Lordes dengan senang.“Pasti sangat membosankan di sini, kan?”Lordes mengangguk.“Oh ya, Lordes… dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa banyak bergerak.”Bibir Lordes tiba tiba berkedut. Ia pikir Delicia akan koma untuk waktu yang lama agar dia bisa menikmati waktunya bersama dengan Lucio. Jika Delicia sadar, bagaimana jika wanita itu mengaku sebagai Delicia?Lucio yang melihat istrinya berhenti menoleh ke belakang.“Ada apa?”Lordes dengan tangan gemetar mencoba meraih tangan Lucio.“Aku tahu, kamu pasti takut dengan Lordes. Dia sangat nekat,” kata Lucio menambahkan.“Ya… ya.. aku sangat takut setelah tahu penyebab kecelakaanku adalah dia.”“Tak apa apa, ada aku di sini,” kata Lucio menenangkan.Ketika mereka melewati koridor. Tanpa sengaja melihat ibunya dari
Saat ini Lucio sedang berada di atas ranjang rumah sakit bersama dengan Delicia di mana jiwanya adalah milik Lordes. Lordes meminta Lucio agar menemaninya sampai dia pulang dari rumah sakit.“Bagaimana dengan anak anak tadi? Apakah mereka kecewa padaku?” tanya Lordes.“Tidak, mereka mengerti keadaanmu. Mereka mungkin masih kecil, tapi sifat mereka sudah dewasa,” jelas Lucio. “Jangan khawatir.” Lucio mengusap kepala Lordes dengan lembut.“Setelah keluar dari rumah sakit. Aku ingin kita berbulan madu,” ajak Lordes.Lucio diam.“Apa ada yang salah?”Lucio menggeleng. “Kamu kemarin menolak ajakanku berbulan madu karena ingin bersama dengan anak anak.”“Benarkah?”“Tapi kalau kamu ingin kita berbulan madu tak masalah.”“Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu.”Lucio tersenyum.“Aku akan mengaturnya nanti.”Lordes tidur memeluk Lucio. Dia merasa sangat bahagia karena setidaknya dia bersama dengan lelaki yang sangat dia inginkan selama ini.Meski berada di dalam tubuh Delicia, tapi dia
Khaleed membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit ketika dia mencoba untuk memegangnya.Kamar yang dia tempati tidak mirip seperti kamarnya. Apalagi ada sosok bayangan yang membuatnya terkejut.“Lucio? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Khaleed bingung.“Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu ada di sini. Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumah?”Khaleed diam.“Aku langsung datang ke sini waktu perawat menemukan nomor kontakku sebagai nomor darurat.”Khaleed tersenyum.“Jadi, siapa yang sudah membuatmu begini?” tanya Lucio.“Orang gila,” jawab Khaleed. “Dia memukulku dengan tongkat, di mana dia sekarang?”Lucio menaikkan bahunya. “Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Tapi tadi di sini ada gadis yang menemanimu, saat aku datang dia langsung pergi. Dia siapa?”“Oh dia, dia istri dari laki laki yang memukulku.”Lucio membulatkan matanya. “Jangan berurusan dengan istri orang lagi, Khaleed. Aku sudah memperingatkanmu.”“Ini beda.”“Bagaimana jika kamu ditipu lagi?”“Sepertin
Suara ribut berasal dari bangsal yang dilewati oleh Khaleed. Awalnya dia ingin mengabaikannya dan terus berjalan saja. Akan tetapi dia tidak bisa diam saja ketika melihat seorang perempuan menjadi sandera seorang pasien menggunakan pisau buah.“Jangan mendekat atau kubunuh wanita ini!” ujarnya.Khaleed yang melihatnya menjadi jengkel. Apalagi lelaki itu hanya berani terhadap perempuan saja.“Jangan mendekat!” Bahkan petugas keamanan seakan tak mampu menangani preman tengik tersebut.Khaleed menggulung kemejanya sampai ke siku. Dia memutar jalan kemudian menjegal kaki lelaki tersebut hingga terjatuh. Pisau yang ia bawa terpental jauh darinya. Khaleed langsung meringkus lelaki yang ternyata tak ada apa apanya itu.Kepala dengan perban dan juga wajah penuh memar. Khaleed yakin jika lelaki itu bisa jadi baru saja dipukuli oleh orang orang yang membencinya.“Siapa kamu!” bentaknya sambil berusaha melarikan diri.“Aku? Aku manusia yang membenci laki laki sepertimu.”“Sialan! Lepaskan!”“Co
Delicia benar benar tidak senang melihat kedatangan Martin dan Jose. Karena dia sendiri bukanlah Delicia yang asli. Diam diam Lordes memikirkan cara bagaimana caranya agar tidak mengurus anak anak itu. Karena baginya yang terpenting adalah bersama dengan Lucio.“Sapa mama kalian,” kata Lucio.Martin dan Jose langsung menghampiri Delicia kemudian memeluknya.“Mama gak apa apa kan Pa?” tanya Martin.“Mama kapan bisa pulang?” kali ini Jose yang bertanya.Lucio pun menjelaskan pada mereka berdua bahwa mama mereka akan berada di sana selama lima hari.Lordes hanya diam saja, merasa asing dengan pemandangan itu. Dia benar benar tidak memikirkan jauh ke belakang bahwa Lucio dan Delicia sudah memiliki anak.“Mama masih sakit?” tanya Martin.Lordes memandang Lucio seakan meminta bantuan pada lelaki itu.“Apa kamu tidak ingat siapa mereka, Delicia?Lordes menggeleng pelan. Lucio terkejut.“Dia adalah Martin, dan sebelah Martin Jose. Kamu lupa?”Lordes tanpa ragu mengingat.“Tapi kamu ingat aku?