Lucio diam diam menemui Khaleed di kafe dekat apartemen. Ia ingin mendapatkan informasi dari Khaleed mengenai Rebecca yang mengunjungi dokter kandungan kemarin.“Jadi bagaimana?” tanya Lucio dia tampak gusar.“Aku sudah bertanya pada perawat yang ada di sana, dan menyelidiki sedikit dalam. Rebecca selama seminggu ini sudah datang ke dokter kandungan selama dua kali. Dan …” Khaleed menggantung kalimatnya.“Dan apa?”“Dia memeriksakan kandungannya. Dia hamil dua minggu,” kata Khaleed.Seketika darah yang ada di wajah Lucio surut, membuat wajahnya terlihat sangat pucat saat ini.Ia teringat dengan foto USG yang ditunjukkan oleh Rebecca kemarin. Jangan jangan Rebecca memang hamil?“Dia hamil, Lucio.” Khaleed berkata setelah tidak mendapat respon apa apa dari sahabatnya tersebut. “Bagaimana kalau dia memintamu untuk menikahinya?”Lucio menggeleng keras. “Tidak bisa. Aku tak mau menikah dengan Rebecca.”“Kenapa? Bukankah nenekmu pasti akan senang kalau kamu bisa menikah dengan Rebecca kare
Di tengah kekalutannya malam itu, Lucio mendapatkan telepon dari Dolores yang mengatakan dengan tenang, “besok datanglah ke rumah nenek, aku ingin bicara denganmu, Lucio.”Meski tidak mengatakan apa-apa, tapi Lucio tahu mengapa neneknya memintanya untuk datang ke rumahnya. Pasti Rebecca sudah mengatakan yang sedang terjadi pada neneknya saat ini.Esoknya, Lucio benar-benar ke rumah neneknya. Neneknya masih dengan ketenangannya, tidak menunjukkan ekspresi apa-apa dan meminta Lucio menemuinya di ruang keluarga.“Ada apa?” tanya Lucio. Wajahnya malah yang memperlihatkan jika dirinya saat ini tidak tenang.“Mengapa kamu tidak bilang pada nenekmu ini kalau Rebecca tengah hamil anakmu, Lucio?”Lucio sama sekali tidak terkejut. Hanya saja dia tidak bisa menatap wajah neneknya.“Apakah karena pernikahanmu dengan Delicia?”Lucio mengiyakan.“Kalau begitu, batalkan pernikahanmu dengan Delicia dan menikahlah dengan Rebecca. Mungkin ini terdengar sangat egois, tapi Rebecca jelas lebih membutuhkan
Jika bukan karena ada masalah dengan Lucio saat ini, mungkin Delicia masih bisa pulang ke rumah ayahnya dan tinggal untuk sementara waktu. Tapi, sayangnya… rasa percaya dirinya bahwa dia bisa menikah dan bahagia dengan Lucio akhirnya berakhir seperti ini.Akan sangat memalukan jika dia datang dan menangis karena berpisah dengan Lucio.Namun, dia tak bisa merahasiakan hal ini selamanya karena ayahnya akan tahu cepat atau lambat.“Maafkan aku,” kata Delicia pada sahabatnya, Andres.Lelaki itu sedang membuka kunci pintu sebuah ruangan. Untuk sementara Delicia akan tinggal di sana. Di sebuah kamar bekas kamar adiknya yang sekarang sudah berkuliah dan memilih untuk menyewa kos.“Tidak apa-apa. Aku malah akan marah kalau kamu tidak bilang apa pun padaku.”Delicia masuk, harum ruangan itu seakan sudah disiapkan oleh Andres sebelumnya, saat Delicia menelponnya dan menangis dan mengatakan jika dia sedang mengalami masalah dengan Lucio.Di perjalanan saat dia sudah dijemput oleh Andres, baru l
Tidak membutuhkan waktu yang lama, berita mengenai pernikahan antara Lucio dan Rebecca pun mulai tersebar. Orang-orang pun mulai membicarakan masalah Delicia, yang mana dia sudah lebih dulu diperkenalkan sebagai calon istri Lucio.Tak sedikit orang yang menduga-duga dan menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi. Sampai akhirnya Rebecca dituduh telah mencuri calon suami orang.Delicia pusing, apalagi saat membaca chat di grupnya yang mengejek dirinya yang tak jadi menikah dengan Lucio.Ingin mengabaikannya, tapi Delicia tidak bisa begitu.“Ada apa? Kenapa wajahmu begitu?” Andres pulang dengan tangan memegang sebuah bungkusan. Jika dilihat dari nama toko plastik yang dia bawa itu adalah merk sebuah makanan.“Tidak apa-apa.”“Jangan bohong. Sebaiknya jangan lihat ponselmu dulu sementara waktu,” Andres duduk, membuka bungkusan itu kemudian memberikan kebab pada Delicia.Wanita itu menyukai kebab, dan Andres tahu betul, karena nafsu makan Delicia yang menguap sejak beberapa hari ini, akhirn
Hari demi hari pun berlalu. Delicia sedikit demi sedikit sudah mulai terbiasa dengan keadaannya sekarang tanpa Lucio. Sekarang dia menyibukkan dirinya dengan bekerja di restoran orangtua teman Andres yang dia rekomendasikan beberapa waktu yang lalu.Delicia sangat menikmati pekerjaan itu, melayani pelanggan yang datang, menghitung stok-stok bahan sampai dia lupa dengan sosok Lucio, lelaki yang dulu hampir menikahinya.Namun, hari itu. Tiba-tiba saja, pemberitaan mengenai pernikahan Lucio muncul di TV. Delicia terkejut, matanya langsung melihat ke arah TV yang dipasang oleh pemiliknya tepat di atasnya.Di dalam TV itu, dia melihat Lucio dan Rebecca sedang berjalan berdua, kemudian mengucap janji suci. Banyak pelanggan yang datang ke restoran itu kagum pada kecantikan Rebecca dan ketampanan Lucio.Tidak sedikit pula, pelanggan wanita yang mengatakan bahwa hidup Rebecca pasti jauh dari kata menderita.Mata Delicia hampir tidak berkedip sampai beberapa detik, ia membayangkan jika di sampin
Delicia menyantap makanannya seakan tidak pernah terjadi sesuatu hari ini. Padahal Andres sudah cemas setengah mati, jika Delicia akan bersedih lagi jika melihat berita Lucio yang saat ini menikah dengan Rebecca.“Kamu tidak apa-apa, kan?” tanya Andres, dia mengamati wajah Delicia. Wanita itu memang menyantap makanannya tetapi dia tidak berani menatap wajah Andres.“Tidak apa-apa, memangnya kenapa?” “Bukan apa-apa, aku pikir… kamu akan sedih karena… ““Sebaiknya jangan membahas masalah itu, Andres,” katanya pelan.“Oh.. baiklah.” Terakhir kali Delicia pingsan, benar-benar membuat Andres cemas. Dia harus dibawa ke rumah sakit dan kata dokter Delicia mengalami stress dan tekanan. Berat badannya sempat turun beberapa kilo karena pola makannya yang tidak teratur.Namun, sepertinya Andres tidak perlu khawatir lagi karena berat badan Delicia sudah mulai naik lagi.“Terima kasih, karena sudah mencemaskanku,” kata Delicia. Dia mengatakan itu setelah meneguk air putih dari gelasnya.**Lucio d
Rebecca sudah bangun pagi itu, tapi tak dilihatnya Lucio ada di sebelahnya. Dia merasa kesal karena lelaki itu seakan telah mencampakannya sejak kemarin.ketika pandangannya beralih ke sebuah sofa, dia menemukan Lucio tidur di sana dengan tangan menumpu kepalanya.Rebecca menghela napasnya dengan panjang, mungkin dia dapat meniup lantai hingga terbang menggunakan helaannya itu.“Kenapa kamu harus mempersulitnya, Lucio?” gumam Rebecca. Menggoda Lucio pun tak berguna, tadi malam dia sudah menyiapkan wine dan gaun hitam transparan, tapi laki-laki itu sama sekali tidak meliriknya.Berpura-pura tidur dengan memamerkan paha mulusnya pun sama sekali tidak bisa memikat Lucio.Dia masih normal, kan? Kutuk Rebecca pagi itu.Masih dengan perasaan yang kesal, akhirnya Rebecca beranjak dari tempat tidurnya kemudian masuk ke kamar mandi. Dia akan membasuh tubuhnya yang memanas karena marah, kesal dan juga kecewa.Terlalu berada di dalam kamar mandi, membuat Rebecca kehilangan Lucio pagi itu. Tiba-
Satu hari setelahnya…Lucio tidak memiliki firasat buruk sebelumnya di hari itu. Dia berangkat bekerja seperti biasa dengan Khaleed dan masuk ke ruangannya. Melihat ke sekelilingnya, apakah masih ada debu yang bertebaran di sana ataukah sehelai rambut yang rontok ke atas lantai.“Bagaimana dengan bulan madumu?” tanya Khaleed.Lucio menoleh, melirik dengan tatapan yang sangat kejam pada Khaleed.“Menurutmu, bagaimana?”Khaleed menelan ludahnya. Lucio memang sangat sensitif sejak dia memutuskan untuk menikah dengan Rebecca. Dia kembali menjadi orang yang menyebalkan seperti dulu.Ketika Lucio baru saja duduk, tiba-tiba saja pintu ruangannya diketuk. Sekertarisnya masuk dengan wajah yang pucat.“Ada apa?” tanya Khaleed, dia ikut penasaran.“Ada yang ingin bertemu dengan Pak Lucio. Orang itu sekarang sedang mengacau di bawah,” jawab si sekertaris.Lucio memandang Khaleed bingung, tak mengerti tapi juga penasaran.“Dia ada di lobi?” tanya Lucio.Sekertarisnya mengangguk.Tanpa menunggu lam