Hari demi hari pun berlalu. Delicia sedikit demi sedikit sudah mulai terbiasa dengan keadaannya sekarang tanpa Lucio. Sekarang dia menyibukkan dirinya dengan bekerja di restoran orangtua teman Andres yang dia rekomendasikan beberapa waktu yang lalu.Delicia sangat menikmati pekerjaan itu, melayani pelanggan yang datang, menghitung stok-stok bahan sampai dia lupa dengan sosok Lucio, lelaki yang dulu hampir menikahinya.Namun, hari itu. Tiba-tiba saja, pemberitaan mengenai pernikahan Lucio muncul di TV. Delicia terkejut, matanya langsung melihat ke arah TV yang dipasang oleh pemiliknya tepat di atasnya.Di dalam TV itu, dia melihat Lucio dan Rebecca sedang berjalan berdua, kemudian mengucap janji suci. Banyak pelanggan yang datang ke restoran itu kagum pada kecantikan Rebecca dan ketampanan Lucio.Tidak sedikit pula, pelanggan wanita yang mengatakan bahwa hidup Rebecca pasti jauh dari kata menderita.Mata Delicia hampir tidak berkedip sampai beberapa detik, ia membayangkan jika di sampin
Delicia menyantap makanannya seakan tidak pernah terjadi sesuatu hari ini. Padahal Andres sudah cemas setengah mati, jika Delicia akan bersedih lagi jika melihat berita Lucio yang saat ini menikah dengan Rebecca.“Kamu tidak apa-apa, kan?” tanya Andres, dia mengamati wajah Delicia. Wanita itu memang menyantap makanannya tetapi dia tidak berani menatap wajah Andres.“Tidak apa-apa, memangnya kenapa?” “Bukan apa-apa, aku pikir… kamu akan sedih karena… ““Sebaiknya jangan membahas masalah itu, Andres,” katanya pelan.“Oh.. baiklah.” Terakhir kali Delicia pingsan, benar-benar membuat Andres cemas. Dia harus dibawa ke rumah sakit dan kata dokter Delicia mengalami stress dan tekanan. Berat badannya sempat turun beberapa kilo karena pola makannya yang tidak teratur.Namun, sepertinya Andres tidak perlu khawatir lagi karena berat badan Delicia sudah mulai naik lagi.“Terima kasih, karena sudah mencemaskanku,” kata Delicia. Dia mengatakan itu setelah meneguk air putih dari gelasnya.**Lucio d
Rebecca sudah bangun pagi itu, tapi tak dilihatnya Lucio ada di sebelahnya. Dia merasa kesal karena lelaki itu seakan telah mencampakannya sejak kemarin.ketika pandangannya beralih ke sebuah sofa, dia menemukan Lucio tidur di sana dengan tangan menumpu kepalanya.Rebecca menghela napasnya dengan panjang, mungkin dia dapat meniup lantai hingga terbang menggunakan helaannya itu.“Kenapa kamu harus mempersulitnya, Lucio?” gumam Rebecca. Menggoda Lucio pun tak berguna, tadi malam dia sudah menyiapkan wine dan gaun hitam transparan, tapi laki-laki itu sama sekali tidak meliriknya.Berpura-pura tidur dengan memamerkan paha mulusnya pun sama sekali tidak bisa memikat Lucio.Dia masih normal, kan? Kutuk Rebecca pagi itu.Masih dengan perasaan yang kesal, akhirnya Rebecca beranjak dari tempat tidurnya kemudian masuk ke kamar mandi. Dia akan membasuh tubuhnya yang memanas karena marah, kesal dan juga kecewa.Terlalu berada di dalam kamar mandi, membuat Rebecca kehilangan Lucio pagi itu. Tiba-
Satu hari setelahnya…Lucio tidak memiliki firasat buruk sebelumnya di hari itu. Dia berangkat bekerja seperti biasa dengan Khaleed dan masuk ke ruangannya. Melihat ke sekelilingnya, apakah masih ada debu yang bertebaran di sana ataukah sehelai rambut yang rontok ke atas lantai.“Bagaimana dengan bulan madumu?” tanya Khaleed.Lucio menoleh, melirik dengan tatapan yang sangat kejam pada Khaleed.“Menurutmu, bagaimana?”Khaleed menelan ludahnya. Lucio memang sangat sensitif sejak dia memutuskan untuk menikah dengan Rebecca. Dia kembali menjadi orang yang menyebalkan seperti dulu.Ketika Lucio baru saja duduk, tiba-tiba saja pintu ruangannya diketuk. Sekertarisnya masuk dengan wajah yang pucat.“Ada apa?” tanya Khaleed, dia ikut penasaran.“Ada yang ingin bertemu dengan Pak Lucio. Orang itu sekarang sedang mengacau di bawah,” jawab si sekertaris.Lucio memandang Khaleed bingung, tak mengerti tapi juga penasaran.“Dia ada di lobi?” tanya Lucio.Sekertarisnya mengangguk.Tanpa menunggu lam
“Apa kamu tidak ingin pulang ke rumah?” tanya ayahnya saat makanannya sudah habis dan hendak membayar makanannya.“Delicia sudah membayarnya, ayah tidak perlu mengeluarkan uang.”“Kalau kamu ingin pulang, pulanglah,” kata ayahnya lagi.Delicia tidak mampu menatap wajah ayahnya. Haruskah dia mengatakan yang sebenarnya bahwa dia dan Lucio sebenarnya menikah karena kontrak? Tapi tetap saja, hal itu tidak mengubah hatinya yang saat ini masih sedih jika mengingat Lucio.Jika dia tidak sedih, mungkin dengan lantang dia akan mengatakan pada ayahnya bahwa dia baik-baik saja, karena dia hanya menikah dengan Lucio karena uang. Dia sama sekali tidak sedih.Namun, yang menjadi masalah adalah Delicia merasa kehilangan dan bersedih. Karena dia sudah mulai sedikit menyukai Lucio. Jadi, mana mungkin dia bisa berkata seperti itu pada ayahnya dengan wajahnya yang terlihat sedih.“Kapan-kapan, Delicia akan pulang,” katanya.“Kamu tinggal dengan Andres?”Delicia mengangguk.Ayahnya tidak mengatakan apa-a
“Kembalikan uang Lucio yang sudah kamu dapatkan belum lama ini.”Mata Delicia menatap Rebecca yang sedang duduk di depannya, wajahnya terlihat sangat angkuh dan merendahkan Delicia.Tapi yang jadi masalah, sudah berapa orang yang tahu jika dia bekerja di sana? Mengapa sampai Rebecca dapat menemukan dirinya di sana?Meminta uang? Dari mana Rebecca tahu jika dia pernah ditransfer sejumlah uang oleh Lucio?“Lucio yang mengatakannya padaku, ketika bulan madu kemarin. Kami berdua sudah menjadi suami istri, jadi tak ada rahasia lagi di antara kita,” jelas Rebecca dengan bangga.“Jadi, Lucio yang memintanya lagi?”Rebecca mengangguk.“Kamu sudah bukan siapa-siapa bagi Lucio, jadi tidak berhak memiliki uang itu, kan? Pikirkan anak yang ada di dalam kandunganku. Dia yang lebih berhak mendapatkan uang itu dari pada kamu.”“Baiklah, aku akan memberikannya padamu,” kata Delicia.Wajah Rebecca berubah cerah, diam-diam dia tersenyum lega. Rencananya, jika dia mendapatkan uang itu. Dia akan memakai
Wajah Rebecca terkejut ketika melihat Lucio tiba-tiba sudah masuk ke dalam ruangannya. Sontak Rebecca berdiri kemudian menjauh dari kursi Lucio.Dengan wajah dinginnya, Lucio mendekati Rebecca. Lalu bertanya pada wanita itu, “apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan tatapan tajam yang mungkin saja dapat membelah kepala Rebecca pada saat itu.“Memangnya.. aku tidak boleh datang mengunjungi suamiku?” tanya Rebeca dengan tergagap. “Aku ingin mengajakmu makan siang, tapi kamu tidak ada.”Lucio mengecek lacinya, dia sempat melihat Rebecca sempat mengacak-acak lacinya tadi sewaktu dia membuka pintu ruangannya.Lalu, Lucio merasa jika ada sesuatu yang menghilang dari sana.“Apa kamu mengambil sesuatu dari laciku?” tanya Lucio.“Tidak.”“Jangan bohong.”Rebecca diam saja.“Kalau kamu terus bersikap seperti ini, maka jangan harap aku akan berubah.”Rebecca menelan air ludahnya, lalu dia berkata dengan bibir bergetar. “Foto Delicia, mengapa masih kamu simpan di sana?”Lucio tidak
Sialnya, Rebecca mengadukan masalah itu pada Dolores. Hingga wanita tua itu harus menegur Lucio ketika dia baru pulang dari perusahaan.Lucio yang tidak perlu menebak darimana neneknya tahu pun langsung paham, jika itu dari Rebecca.“Nenek hanya tidak mau kamu terlalu terikat dengan Delicia, Lucio. Karena kamu sudah memiliki Rebecca yang sedang mengandung anakmu,” kata Dolores.“Itu dua hal yang berbeda, Nek. Aku memberikan uang itu sebelum aku menikah dengan Delicia. Karena aku merasa tidak enak dengan gadis itu. Setelah semua diumumkan, dan dia dinyatakan sebagai calon istriku. Tiba-tiba saja Rebecca datang dan akhirnya aku menikahi dia. Bukankah itu sangat menyakitkan bagi Delicia? Bahkan uang 500 juta pun, aku yakin tidak mampu menyembuhkan apa yang sudah dialami oleh Delicia.”“Baiklah, nenek mengerti. Namun, kamu tau kan, Rebecca… ““Lucio tahu, dia sedang hamil anakku. Tapi tak lantas dia bisa seenaknya bersikap seperti ini. Dan perlu diingat aku memberikan Delicia uang sebelum