Sialnya, Rebecca mengadukan masalah itu pada Dolores. Hingga wanita tua itu harus menegur Lucio ketika dia baru pulang dari perusahaan.Lucio yang tidak perlu menebak darimana neneknya tahu pun langsung paham, jika itu dari Rebecca.“Nenek hanya tidak mau kamu terlalu terikat dengan Delicia, Lucio. Karena kamu sudah memiliki Rebecca yang sedang mengandung anakmu,” kata Dolores.“Itu dua hal yang berbeda, Nek. Aku memberikan uang itu sebelum aku menikah dengan Delicia. Karena aku merasa tidak enak dengan gadis itu. Setelah semua diumumkan, dan dia dinyatakan sebagai calon istriku. Tiba-tiba saja Rebecca datang dan akhirnya aku menikahi dia. Bukankah itu sangat menyakitkan bagi Delicia? Bahkan uang 500 juta pun, aku yakin tidak mampu menyembuhkan apa yang sudah dialami oleh Delicia.”“Baiklah, nenek mengerti. Namun, kamu tau kan, Rebecca… ““Lucio tahu, dia sedang hamil anakku. Tapi tak lantas dia bisa seenaknya bersikap seperti ini. Dan perlu diingat aku memberikan Delicia uang sebelum
Jika bukan cinta, harusnya Lucio bisa langsung melupakan Delicia. Toh, selama ini hubungannya dengan gadis itu hanyalah sebatas kontrak. Tapi, mengapa dia harus sampai begini?Malam ini, dia benar-benar malas untuk pulang ke rumah neneknya. Harusnya dia bisa bahagia karena bisa tinggal dengan istri sekaligus neneknya. Namun, bukan perasaan seperti itu yang dia miliki saat ini.Saat menaiki undakan tangga, dia bisa melihat pintu kamar Rebecca sedikit terbuka. Lucio tidak menganggap bahwa hal itu tidak normal karena biasanya Rebecca melakukan itu hanya untuk mencaritahu apakah dirinya sudah pulang atau belum.Hingga akhirnya Lucio berdiri di depan kamar, dan melihat Rebecca sedang memakai gaun hitam yang jelas transparan. Apa lagi yang akan dilakukan Rebecca kali ini?“Lucio!” seolah tahu bahwa dia sedang dilihat oleh orang lain, Rebecca menoleh dengan bersemangat. Apalagi yang melihatnya adalah Lucio.“Kamu sudah pulang? Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Rebecca menarik lengan Lucio ma
Lucio melihat Delicia baru saja keluar dari restoran. Wanita itu sepertinya baru saja pulang dari restoran. Dengan wajah yang benar-benar berantakan dan pikiran yang kalut, Lucio bergerak dan menghampiri Delicia.Delicia terkejut ketika melihat lelaki yang mencegat jalannya. Dia berdiri di depan dengan wajah sepucat mayat.“Lu.. cio?” Delicia sudah lama tidak melihat Lucio, jadi dia sedikit ragu bahwa yang dia lihat saat ini adalah Lucio.“Hmm aku Lucio,” jawab Lucio. Dia menahan rasa sakit di bagian bawah tubuhnya.“Ada apa?” Delicia melihat ke sekitar, malam itu jalanan sudah mulai sepi. Tapi bukan itu yang ingin dia pastikan, dia ingin memastikan bahwa tak ada Rebecca di sekitar situ yang kemudian tiba-tiba akan memukul kepalanya karena sudah bertemu dengan Lucio.“Bisakah ikut denganku sebentar.”“Ke mana?”“Tolong aku,” kata Lucio dengan suara lirih yang menyakitkan.“Tidak, aku tak bisa,” jawab Delicia tanpa ragu, jadi dia langsung meninggalkan Lucio.Lucio tidak berhenti sampai
“Kamu baru dari mana saja? Kenapa tidak pulang?” tanya Rebecca ketika baru saja Lucio membuka pintu rumah neneknya. Padahal, bisa saja dia pulang ke apartemennya untuk sementara waktu, menghindari Rebecca agar wanita gila itu tidak melakukan hal aneh lagi.Tapi, Lucio tidak bisa melakukannya karena pasti neneknya khawatir.“Jika kamu melakukannya sekali lagi, maka aku tidak akan memaafkanmu,” ancam Lucio kemudian masuk ke dalam.Bayangan di mana dia melakukan hal itu dengan Delicia benar-benar membuatnya frustrasi. Dia terlihat bejat di dalam rekaman kamera blackbox-nya. Bahkan dia bisa menyebutnya sebagai pemerkosaan mengingat Delicia meronta dan menolak melakukan hubungan seks dengannya.Lucio semakin merasa bersalah, padalah waktu masih bersama dalam satu apartemen dia tidak pernah ada niatan untuk melakukan hubungan suami istri. Namun, saat dia sudah bersama dengan Rebecca, dia malah melakukan hal kotor tersebut.Mencoba untuk menghubungi Delicia, tapi sayangnya nomor Delicia suda
Delicia masih tidur di dalam kamarnya. Tadi malam dia berhasil masuk tanpa sepengetahuan Andres. Mungkin sebentar lagi dirinya harus memikirkan bagaimana caranya mengatakan pada Andres jika dia ingin pindah ke apartemen kecil lain tanpa menimbulkan kecurigaan Andres.“Delicia, sarapan sudah siap,” kata Andres dari balik pintu.“Aku akan keluar sebentar lagi,” sahut Delicia.Tak lama kemudian Delicia keluar dengan pakaian yang rapi. Wajahnya tidak sekusut tadi malam. Karena dia tidak bisa membiarkan Andres melihatnya kacau balau.“Andres,” kata Delicia membuka pembicaraan.“Ya? Apa tidak enak masakanku?”“Bukan begitu,” kata Delicia.“Lalu?”“Aku… aku ingin pindah ke apartemen, bisa, kan?” tanya Delicia.“Kamu sudah tidak betah di sini ya.”Delicia menggeleng cepat. Dia mengatakan pada Andres jika sudah waktunya dia hidup mandiri dan tidak terus menerus menumpang hidup pada Andres. Lagi pula, dia masih memiliki uang dari Lucio. Dia dapat menggunakannya dan mengembalikannya jika nanti l
“Kamu harus pulang sekarang, Lucio,” kata Khaleed yang kali ini sudah seperti memohon kepada Lucio.Sudah hampir jam satu malam tapi Lucio masih berada di bar. Tidak seperti biasanya Lucio akan bersikap seperti ini. Apalagi datang ke bar untuk mabuk.“Apa adahal yang terjadi yang aku tak tahu?” tanya Khaleed. “Kamu sangat aneh hari ini. Banyak melamun, tidak fokus dan terlalu pendiam,” jelas Khaleed.Lucio masih duduk dengan wanita berpakaian seksi di sampingnya. Sesekali Lucio meminum bir yang dituang oleh si wanita penghibur itu.Dan satu lagi, Lucio tidak pernah mau berhubungan dengan wanita penghibur seperti ini.“Kamu mau pulang denganku?” tanya Lucio pada wanita yang bernama Angela.“Tentu saja, kalau kamu bisa membayarku,” jawabnya.“Kamu mau berapa? Aku bisa membayarmu untuk malam ini!”“Lucio, sudahlah. Aku akan mengantarmu pulang.” Khaleed kali ini mencegah sahabatnya itu untuk melakukan hal yang tidak berguna. Apalagi kalau sampai berita Lucio pulang dengan wanita penrghibu
Hari-hari pun terus berlalu, Lucio semakin berubah sejak itu. Dia mulai tidak pernah pulang ke rumah neneknya sejak insiden itu terjadi. Dan selalu sengaja membuat Rebecca kesal dengan hidup di kelilingi banyak wanita. Tiap harinya dia akan memesan satu wanita untuk menemaninya pulang ke apartemen. Bukan untuk tidur melainkan hanya untuk menemaninya saja.Sampai suatu malam, wanita yang menemaninya mirip dengan wajah Delicia membuat Lucio gelisah dan ingat dengan kejadian bersama dengan Delicia di masa lalu.Dia hanya menatap wanita itu, meski wajahnya mirip dengan Delicia tapi jelas jika dia bukan Delicia. Sifatnya tidak mirip, Delicia versi ini benar-benar terlihat banyak bicara dan sedikit nakal.“Aku sudah dengar dari teman-temanku, katanya kamu hanya ingin kami menemanimu tidur,” kata Maddy pada Lucio.“Ya, begitulah.”“Kenapa? Apakah karena kamu berpikir kami murahan?”“Kalau aku berpikir kalian murahan, mungkin aku tidak akan membayar kalian,” sahut Lucio. Biasanya wanita yang
PLAK!Dolores menampar Lucio sampai membuat Maddy terkejut. Dolores menyipitkan matanya dan menangkap bayangan wanita di belakang itu mirip seperti seorang perempuan yang dia kenal.“Delicia?” tanya Dolores tak percaya.“Bukan,” jawab Lucio.Dolores memandang Lucio dengan tajam kemudian membawanya ke ruang tengah untuk dia sidang.Dolores duduk, memandang Lucio yang sama sekali tidak menunjukkan rasa tidak bersalahnya pada Dolores dan Rebecca.“Jadi, selama kamu tinggal di sini ternyata untuk tidur dengan wanita wanita itu?” “Bisa dibilang begitu,” jawab Lucio.“Apa kamu bilang?” Dolores sampai tak habis pikir.“Aku menikah dengan Rebecca hanya untuk membuat anak yang dikandungnya memiliki ayah. Dan selebihnya itu bukan urusanku, Nek.”Dolores tak dapat berkata-kata setelah mendengar ucapan Lucio.“Nenek tahu, kalau aku tidak pernah mencintai Rebecca. Apalagi niatan untuk menikah dengan wanita itu.”“Tapi kamu menghamilinya!”“Apakah nenek belum tahu cerita jelasnya, kalau aku dijeba
Lordes mendengar pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dan secara tidak langsung dia tahu bagaimana sifatnya selama ini yang memang kurang baik.Setengah jam berlalu, ibu Lordes membawa makanan bersama dengan pelayan di belakangnya.Ada banyak makanan yang terhidang hingga membuat Lordes bingung.“Kamu sebelumnya tidak mau makan selama lima hari, makanya ibu khawatir,” kata ibu Lordes.“Kenapa? Kenapa aku tidak mau makan?”Ibunya diam saja.“Sudahlah, itu sudah berlalu, yang penting kamu mau makan sekarang,” kata ibu Lordes.Lordes pun menelan makanannya pelan pelan, setiap sendok makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat ibu Lordes merasa tenang dan lega.“Ibu tidak makan?”“Tidak, melihatmu makan sudah membuat ibu kenyang.”Lordes tersenyum.“Bu, kenapa aku asing berada di kamar ini?” tanya Lordes.“Itu karena kamu kehilangan ingatan kamu, Lordes. Tapi kata dokter ingatan itu akan kembali, karena bukan amnesia permanen.”“Begitu?”“Setidaknya, kamu bisa melupakan hal yang menyakit
“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai?” tanya Lucio ketika melihat Khaleed menyusulnya ke kantin di kantor.“Sebentar lagi akan selesai,” desahnya kemudian duduk.“Kenapa wajahmu murung?”Khaleed menggeleng.“Harusnya yang murung sekarang bukan kamu tapi aku,” keluh Lucio.“Kenapa? Masalah Delicia bukankah sudah selesai? Dia sudah pulang dan kesehatannya semakin membaik.”“Bukan seperti itu.”Lucio kemudian menceritakan semuanya kepada Khaleed, bahwa sejak kecelakaan Delicia menjadi sedikit berbeda. Delicia seperti jauh dari anaknya tapi perasaan untuk dirinya sama saja.“Bukannya kamu bilang kalau dia mengalami hilang ingatan sebagian? Mungkin karena itu, kan?”“Tapi, kenapa sifatnya bisa berubah? Aku sempat memergokinya berteriak pada Jose. Apakah Delicia seperti itu sebelum menikah denganku? Aku bertanya pada Jose, dan Delicia tidak pernah membentaknya meskipun sangat marah.”“Apakah karena efek kecelakaan?” tanya Khaleed.“Aku tidak tahu, aku bingung,” jawab Lucio yang dia sen
Sudah bermenit menit yang lalu, Nina hanya diam saja. Dia duduk di kursi sofa dengan tubuh menghadap ke arah jendela.Khaleed sudah memesan pizza, tapi sampai pizza itu dingin, Nina tak mau menyentuhnya sama sekali.“Aku sudah menghubungi ibumu, dan mengatakan untuk sementara kamu ada di sini,” kata Khaleed.Nina hanya mengangguk.“Kamu kenapa?”Khaleed duduk di sebelah Nina, tapi yang dia lihat hanyalah punggung Nina yang menyedihkan.Belum ada satu hari, Nina sudah berubah menjadi murung begitu.“Besok pagi, aku akan temani kamu ke kantor polisi,” kata Khaleed.“Pekerjaanmu bagaimana?”“Aku akan datang sedikit terlambat, aku sudah izin pada bosku.”Nina kemudian diam.“Kalau kamu diam, aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu. Aku tidak pandai menghibur, katakan padaku. Aku harus bagaimana?”“Terima kasih,” kata Nina pelan.Mata Khaleed melebar.“Karena sudah mau menolongku dan berkorban untuk gadis hina sepertiku.” Nina menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakinya. “Aku malu
Khaleed berlari menuju rumah Nina, tahu bahwa pasti akan ada hal yang buruk akan terjadi.Dengan napas yang tersengal, Khaleed terus berlari agar tidak terlambat untuk menyelamatkan Nina.**Nina mendengar suara bel pintu berbunyi berkali-kali. Ia pikir Khaleed kembali karena ketinggalan barangnya.Akan tetapi, ketika Nina membuka pintu. Dia melihat suaminya sudah berada di depan pintu dengan senyum menyeringai.Nina mencoba untuk menutup pintu, tapi tenaganya tidak lebih besar daripada suaminya.“Biarkan aku masuk!” ujarnya dengan geram. “Kamu sudah membuatku menjadi bulan bulanan oleh rentenir!”Suami Nina masuk kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh di atas sofa.“Harusnya kamu menurutiku! Tak ada yang salah karena kamu membantu suamimu!”Suami Nina menamparnya membuat gadis itu takut gemetaran. Bayangan bayangan buruk itu telah terhempas sejak dia bersama dengan Khaleed. Sejak dia mengenal lelaki itu, dia merasa bahwa dirinya berharga.Namun, kini… saat dia bersama dengan su
Lima hari berlalu, Delicia yang tak lain adalah Lordes akhirnya bisa pulang ke rumah Lucio yang selama ini begitu dia inginkan.Pagi pagi sekali Lucio sudah menjemput istrinya dari rumah sakit.“Akhirnya aku bisa pulang,” kata Lordes dengan senang.“Pasti sangat membosankan di sini, kan?”Lordes mengangguk.“Oh ya, Lordes… dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa banyak bergerak.”Bibir Lordes tiba tiba berkedut. Ia pikir Delicia akan koma untuk waktu yang lama agar dia bisa menikmati waktunya bersama dengan Lucio. Jika Delicia sadar, bagaimana jika wanita itu mengaku sebagai Delicia?Lucio yang melihat istrinya berhenti menoleh ke belakang.“Ada apa?”Lordes dengan tangan gemetar mencoba meraih tangan Lucio.“Aku tahu, kamu pasti takut dengan Lordes. Dia sangat nekat,” kata Lucio menambahkan.“Ya… ya.. aku sangat takut setelah tahu penyebab kecelakaanku adalah dia.”“Tak apa apa, ada aku di sini,” kata Lucio menenangkan.Ketika mereka melewati koridor. Tanpa sengaja melihat ibunya dari
Saat ini Lucio sedang berada di atas ranjang rumah sakit bersama dengan Delicia di mana jiwanya adalah milik Lordes. Lordes meminta Lucio agar menemaninya sampai dia pulang dari rumah sakit.“Bagaimana dengan anak anak tadi? Apakah mereka kecewa padaku?” tanya Lordes.“Tidak, mereka mengerti keadaanmu. Mereka mungkin masih kecil, tapi sifat mereka sudah dewasa,” jelas Lucio. “Jangan khawatir.” Lucio mengusap kepala Lordes dengan lembut.“Setelah keluar dari rumah sakit. Aku ingin kita berbulan madu,” ajak Lordes.Lucio diam.“Apa ada yang salah?”Lucio menggeleng. “Kamu kemarin menolak ajakanku berbulan madu karena ingin bersama dengan anak anak.”“Benarkah?”“Tapi kalau kamu ingin kita berbulan madu tak masalah.”“Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu.”Lucio tersenyum.“Aku akan mengaturnya nanti.”Lordes tidur memeluk Lucio. Dia merasa sangat bahagia karena setidaknya dia bersama dengan lelaki yang sangat dia inginkan selama ini.Meski berada di dalam tubuh Delicia, tapi dia
Khaleed membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit ketika dia mencoba untuk memegangnya.Kamar yang dia tempati tidak mirip seperti kamarnya. Apalagi ada sosok bayangan yang membuatnya terkejut.“Lucio? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Khaleed bingung.“Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu ada di sini. Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumah?”Khaleed diam.“Aku langsung datang ke sini waktu perawat menemukan nomor kontakku sebagai nomor darurat.”Khaleed tersenyum.“Jadi, siapa yang sudah membuatmu begini?” tanya Lucio.“Orang gila,” jawab Khaleed. “Dia memukulku dengan tongkat, di mana dia sekarang?”Lucio menaikkan bahunya. “Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Tapi tadi di sini ada gadis yang menemanimu, saat aku datang dia langsung pergi. Dia siapa?”“Oh dia, dia istri dari laki laki yang memukulku.”Lucio membulatkan matanya. “Jangan berurusan dengan istri orang lagi, Khaleed. Aku sudah memperingatkanmu.”“Ini beda.”“Bagaimana jika kamu ditipu lagi?”“Sepertin
Suara ribut berasal dari bangsal yang dilewati oleh Khaleed. Awalnya dia ingin mengabaikannya dan terus berjalan saja. Akan tetapi dia tidak bisa diam saja ketika melihat seorang perempuan menjadi sandera seorang pasien menggunakan pisau buah.“Jangan mendekat atau kubunuh wanita ini!” ujarnya.Khaleed yang melihatnya menjadi jengkel. Apalagi lelaki itu hanya berani terhadap perempuan saja.“Jangan mendekat!” Bahkan petugas keamanan seakan tak mampu menangani preman tengik tersebut.Khaleed menggulung kemejanya sampai ke siku. Dia memutar jalan kemudian menjegal kaki lelaki tersebut hingga terjatuh. Pisau yang ia bawa terpental jauh darinya. Khaleed langsung meringkus lelaki yang ternyata tak ada apa apanya itu.Kepala dengan perban dan juga wajah penuh memar. Khaleed yakin jika lelaki itu bisa jadi baru saja dipukuli oleh orang orang yang membencinya.“Siapa kamu!” bentaknya sambil berusaha melarikan diri.“Aku? Aku manusia yang membenci laki laki sepertimu.”“Sialan! Lepaskan!”“Co
Delicia benar benar tidak senang melihat kedatangan Martin dan Jose. Karena dia sendiri bukanlah Delicia yang asli. Diam diam Lordes memikirkan cara bagaimana caranya agar tidak mengurus anak anak itu. Karena baginya yang terpenting adalah bersama dengan Lucio.“Sapa mama kalian,” kata Lucio.Martin dan Jose langsung menghampiri Delicia kemudian memeluknya.“Mama gak apa apa kan Pa?” tanya Martin.“Mama kapan bisa pulang?” kali ini Jose yang bertanya.Lucio pun menjelaskan pada mereka berdua bahwa mama mereka akan berada di sana selama lima hari.Lordes hanya diam saja, merasa asing dengan pemandangan itu. Dia benar benar tidak memikirkan jauh ke belakang bahwa Lucio dan Delicia sudah memiliki anak.“Mama masih sakit?” tanya Martin.Lordes memandang Lucio seakan meminta bantuan pada lelaki itu.“Apa kamu tidak ingat siapa mereka, Delicia?Lordes menggeleng pelan. Lucio terkejut.“Dia adalah Martin, dan sebelah Martin Jose. Kamu lupa?”Lordes tanpa ragu mengingat.“Tapi kamu ingat aku?