Rebecca sudah bangun pagi itu, tapi tak dilihatnya Lucio ada di sebelahnya. Dia merasa kesal karena lelaki itu seakan telah mencampakannya sejak kemarin.ketika pandangannya beralih ke sebuah sofa, dia menemukan Lucio tidur di sana dengan tangan menumpu kepalanya.Rebecca menghela napasnya dengan panjang, mungkin dia dapat meniup lantai hingga terbang menggunakan helaannya itu.“Kenapa kamu harus mempersulitnya, Lucio?” gumam Rebecca. Menggoda Lucio pun tak berguna, tadi malam dia sudah menyiapkan wine dan gaun hitam transparan, tapi laki-laki itu sama sekali tidak meliriknya.Berpura-pura tidur dengan memamerkan paha mulusnya pun sama sekali tidak bisa memikat Lucio.Dia masih normal, kan? Kutuk Rebecca pagi itu.Masih dengan perasaan yang kesal, akhirnya Rebecca beranjak dari tempat tidurnya kemudian masuk ke kamar mandi. Dia akan membasuh tubuhnya yang memanas karena marah, kesal dan juga kecewa.Terlalu berada di dalam kamar mandi, membuat Rebecca kehilangan Lucio pagi itu. Tiba-
Satu hari setelahnya…Lucio tidak memiliki firasat buruk sebelumnya di hari itu. Dia berangkat bekerja seperti biasa dengan Khaleed dan masuk ke ruangannya. Melihat ke sekelilingnya, apakah masih ada debu yang bertebaran di sana ataukah sehelai rambut yang rontok ke atas lantai.“Bagaimana dengan bulan madumu?” tanya Khaleed.Lucio menoleh, melirik dengan tatapan yang sangat kejam pada Khaleed.“Menurutmu, bagaimana?”Khaleed menelan ludahnya. Lucio memang sangat sensitif sejak dia memutuskan untuk menikah dengan Rebecca. Dia kembali menjadi orang yang menyebalkan seperti dulu.Ketika Lucio baru saja duduk, tiba-tiba saja pintu ruangannya diketuk. Sekertarisnya masuk dengan wajah yang pucat.“Ada apa?” tanya Khaleed, dia ikut penasaran.“Ada yang ingin bertemu dengan Pak Lucio. Orang itu sekarang sedang mengacau di bawah,” jawab si sekertaris.Lucio memandang Khaleed bingung, tak mengerti tapi juga penasaran.“Dia ada di lobi?” tanya Lucio.Sekertarisnya mengangguk.Tanpa menunggu lam
“Apa kamu tidak ingin pulang ke rumah?” tanya ayahnya saat makanannya sudah habis dan hendak membayar makanannya.“Delicia sudah membayarnya, ayah tidak perlu mengeluarkan uang.”“Kalau kamu ingin pulang, pulanglah,” kata ayahnya lagi.Delicia tidak mampu menatap wajah ayahnya. Haruskah dia mengatakan yang sebenarnya bahwa dia dan Lucio sebenarnya menikah karena kontrak? Tapi tetap saja, hal itu tidak mengubah hatinya yang saat ini masih sedih jika mengingat Lucio.Jika dia tidak sedih, mungkin dengan lantang dia akan mengatakan pada ayahnya bahwa dia baik-baik saja, karena dia hanya menikah dengan Lucio karena uang. Dia sama sekali tidak sedih.Namun, yang menjadi masalah adalah Delicia merasa kehilangan dan bersedih. Karena dia sudah mulai sedikit menyukai Lucio. Jadi, mana mungkin dia bisa berkata seperti itu pada ayahnya dengan wajahnya yang terlihat sedih.“Kapan-kapan, Delicia akan pulang,” katanya.“Kamu tinggal dengan Andres?”Delicia mengangguk.Ayahnya tidak mengatakan apa-a
“Kembalikan uang Lucio yang sudah kamu dapatkan belum lama ini.”Mata Delicia menatap Rebecca yang sedang duduk di depannya, wajahnya terlihat sangat angkuh dan merendahkan Delicia.Tapi yang jadi masalah, sudah berapa orang yang tahu jika dia bekerja di sana? Mengapa sampai Rebecca dapat menemukan dirinya di sana?Meminta uang? Dari mana Rebecca tahu jika dia pernah ditransfer sejumlah uang oleh Lucio?“Lucio yang mengatakannya padaku, ketika bulan madu kemarin. Kami berdua sudah menjadi suami istri, jadi tak ada rahasia lagi di antara kita,” jelas Rebecca dengan bangga.“Jadi, Lucio yang memintanya lagi?”Rebecca mengangguk.“Kamu sudah bukan siapa-siapa bagi Lucio, jadi tidak berhak memiliki uang itu, kan? Pikirkan anak yang ada di dalam kandunganku. Dia yang lebih berhak mendapatkan uang itu dari pada kamu.”“Baiklah, aku akan memberikannya padamu,” kata Delicia.Wajah Rebecca berubah cerah, diam-diam dia tersenyum lega. Rencananya, jika dia mendapatkan uang itu. Dia akan memakai
Wajah Rebecca terkejut ketika melihat Lucio tiba-tiba sudah masuk ke dalam ruangannya. Sontak Rebecca berdiri kemudian menjauh dari kursi Lucio.Dengan wajah dinginnya, Lucio mendekati Rebecca. Lalu bertanya pada wanita itu, “apa yang sedang kamu lakukan di sini?” tanyanya dengan tatapan tajam yang mungkin saja dapat membelah kepala Rebecca pada saat itu.“Memangnya.. aku tidak boleh datang mengunjungi suamiku?” tanya Rebeca dengan tergagap. “Aku ingin mengajakmu makan siang, tapi kamu tidak ada.”Lucio mengecek lacinya, dia sempat melihat Rebecca sempat mengacak-acak lacinya tadi sewaktu dia membuka pintu ruangannya.Lalu, Lucio merasa jika ada sesuatu yang menghilang dari sana.“Apa kamu mengambil sesuatu dari laciku?” tanya Lucio.“Tidak.”“Jangan bohong.”Rebecca diam saja.“Kalau kamu terus bersikap seperti ini, maka jangan harap aku akan berubah.”Rebecca menelan air ludahnya, lalu dia berkata dengan bibir bergetar. “Foto Delicia, mengapa masih kamu simpan di sana?”Lucio tidak
Sialnya, Rebecca mengadukan masalah itu pada Dolores. Hingga wanita tua itu harus menegur Lucio ketika dia baru pulang dari perusahaan.Lucio yang tidak perlu menebak darimana neneknya tahu pun langsung paham, jika itu dari Rebecca.“Nenek hanya tidak mau kamu terlalu terikat dengan Delicia, Lucio. Karena kamu sudah memiliki Rebecca yang sedang mengandung anakmu,” kata Dolores.“Itu dua hal yang berbeda, Nek. Aku memberikan uang itu sebelum aku menikah dengan Delicia. Karena aku merasa tidak enak dengan gadis itu. Setelah semua diumumkan, dan dia dinyatakan sebagai calon istriku. Tiba-tiba saja Rebecca datang dan akhirnya aku menikahi dia. Bukankah itu sangat menyakitkan bagi Delicia? Bahkan uang 500 juta pun, aku yakin tidak mampu menyembuhkan apa yang sudah dialami oleh Delicia.”“Baiklah, nenek mengerti. Namun, kamu tau kan, Rebecca… ““Lucio tahu, dia sedang hamil anakku. Tapi tak lantas dia bisa seenaknya bersikap seperti ini. Dan perlu diingat aku memberikan Delicia uang sebelum
Jika bukan cinta, harusnya Lucio bisa langsung melupakan Delicia. Toh, selama ini hubungannya dengan gadis itu hanyalah sebatas kontrak. Tapi, mengapa dia harus sampai begini?Malam ini, dia benar-benar malas untuk pulang ke rumah neneknya. Harusnya dia bisa bahagia karena bisa tinggal dengan istri sekaligus neneknya. Namun, bukan perasaan seperti itu yang dia miliki saat ini.Saat menaiki undakan tangga, dia bisa melihat pintu kamar Rebecca sedikit terbuka. Lucio tidak menganggap bahwa hal itu tidak normal karena biasanya Rebecca melakukan itu hanya untuk mencaritahu apakah dirinya sudah pulang atau belum.Hingga akhirnya Lucio berdiri di depan kamar, dan melihat Rebecca sedang memakai gaun hitam yang jelas transparan. Apa lagi yang akan dilakukan Rebecca kali ini?“Lucio!” seolah tahu bahwa dia sedang dilihat oleh orang lain, Rebecca menoleh dengan bersemangat. Apalagi yang melihatnya adalah Lucio.“Kamu sudah pulang? Aku sudah menunggumu sejak tadi.” Rebecca menarik lengan Lucio ma
Lucio melihat Delicia baru saja keluar dari restoran. Wanita itu sepertinya baru saja pulang dari restoran. Dengan wajah yang benar-benar berantakan dan pikiran yang kalut, Lucio bergerak dan menghampiri Delicia.Delicia terkejut ketika melihat lelaki yang mencegat jalannya. Dia berdiri di depan dengan wajah sepucat mayat.“Lu.. cio?” Delicia sudah lama tidak melihat Lucio, jadi dia sedikit ragu bahwa yang dia lihat saat ini adalah Lucio.“Hmm aku Lucio,” jawab Lucio. Dia menahan rasa sakit di bagian bawah tubuhnya.“Ada apa?” Delicia melihat ke sekitar, malam itu jalanan sudah mulai sepi. Tapi bukan itu yang ingin dia pastikan, dia ingin memastikan bahwa tak ada Rebecca di sekitar situ yang kemudian tiba-tiba akan memukul kepalanya karena sudah bertemu dengan Lucio.“Bisakah ikut denganku sebentar.”“Ke mana?”“Tolong aku,” kata Lucio dengan suara lirih yang menyakitkan.“Tidak, aku tak bisa,” jawab Delicia tanpa ragu, jadi dia langsung meninggalkan Lucio.Lucio tidak berhenti sampai