"Kenapa lama sekali ya?" Diego menatap ke arah kamar ayahnya. Kamar yang pintunya hanya dihalangi sebuah kain panjang.Dari meja makan, kaki Delicia terlihat oleh mereka berdua."Aku akan ke sana." Diego berdiri. Namun dilarang oleh Lucio. "Biarkan saja, mungkin ada pembicaraan yang penting."Diego mempertimbangkan ucapan Lucio maka dari itu dia kembali duduk di kursinya.Lucio dan Diego makan dengan canggung. Mereka baru bertemu untuk pertama kalinya hari ini. Dan harus mendengar suara ayah Delicia yang jelas jelas menolak pernikahan antara Lucio dan Delicia."Sama halnya seperti kakakku, ayahku pun pasti seperti itu," ucap Diego tiba tiba.Lucio memandang Diego tak mengerti."Kakakku melarangku berhubungan dengan orang kaya, jadi ayahku pun pasti begitu. Dia pasti tidak merestui hubungan kalian." Diego menggelengkan kepalanya seperti pria paruh baya yang memikirkan nasib anaknya.Namun Lucio sendiri mengerti, akan sikap ayah Delicia yang seperti itu. Namun pernikahan di antara mere
Rebecca memandang Lucio kesal, lantaran makanan yang sudah dibuatnya sama sekali tidak dia makan. Ia malah memakan makanan buatan dari Delicia.Khaleed yang memakan makanan buatan Rebecca merasa tidak enak setelah melihat wajah wanita itu berubah menjadi muram."Kenapa wajahmu begitu? Makananya tidak enak?" tanya Lucio ia bertanya pada Khaleed.Sontak Khaleed tersedak, ia buru buru mengambil air putih dan meminumnya dengan buru buru.Khaleed melirik ke arah Rebecca, wanita itu tersenyum kikuk. "Kalau tidak enak tidak usah dihabiskan," katanya."Tidak kok. Enak rasanya," kata Khaleed.Lucio benar benar mampu membuat keadaan di ruangan itu seketika menjadi canggung.Lucio mengangguk, tapi wajahnya terlihat seperti mengejek Rebecca.Karena merasa tidak enak, Delicia memakan makananya tanpa menatap ke arah Rebecca.Jika dia tahu Rebecca ada di sana, mungkin dia tidak akan datang untuk membawakan makanan. Tetapi … tunggu dulu, Delicia tidak salah. Ia membawakan makanan untuk calon suaminya
Delicia mengembuskan napasnya ketika melihat bayangan Lucio sedang bersama dengan ayahnya di sebuah tempat pembuatan garam.Lelaki itu terlihat lelah, terbukti dari dadanya yang turun naik dan keringat yang bercucuran di sekitar wajahnya.Delicia yakin jika ayahnya itu sudah menyiksa Lucio selama dia ada di perjalanan tadi."Ayah!" panggil Delicia, dia langsung menghampiri ayahnya dengan marah.Dia merasa malu karena sudah membuat Lucio seperti ini. Lucio yang tak pernah bekerja kasar tentu saja dia tak bisa disuruh ayahnya untuk membantunya membuat garam."Oh, kamu ada apa kemari?" tanya ayahnya terdengar tidak peduli. Matanya melirik ke arah Lucio yang hampir pingsan karena kepanasan."Aku akan menjemput calon suamiku," jawab Delicia yang membuat ayahnya semakin tak menyukai Lucio.Dia melihat anaknya itu tergila gila dengan Lucio sampai tak dapat berkata apa apa."Jadi … jadi kamu ke sini bukan untuk menemui ayahmu ini? Tapi untuk menjemput lelaki yang tak ada tenaganya ini?""Buk
Lucio pulang dengan kelelahan. Alhasil, Khaleed harus memanggil supir Lucio untuk menyetir mobilnya. Perjalanan lumayan jauh dan dia tidak mungkin membiarkan sahabat sekaligus atasannya itu mengemudi dalam keadaan yang lelah.Di samping Khaleed, sudah ada Delicia. Sepertinya dia juga lebih lelah karena berdebat dengan ayahnya mengenai pernikahan yang akan dilaksanakan bulan depan tanpa izinnya dahulu.Meski mereka berdua bicara di dalam kamar. Tapi, suara Delicia dan ayahnya terdengar sangat jelas."Kamu mau menikah tapi ayah belum memberikanmu izin," ujar ayah Delicia."Delicia tak butuh izin ayah. Toh, ayah juga tak akan mengizinkannya, kan?"Terdiam cukup lama. Entah apa yang ada di dalam pikiran masing masing."Kalau kamu menikah bukan dengan orang kaya itu, ayah akan merestuinya.""Lalu Delicia harus menikah dengan siapa? Dengan lelaki yang miskin agar hidup Delicia semakin menderita? Bukankah sekarang adalah kesempatan Delicia agar dapat hidup dengan enak?""Kamu pikir menikah d
Khaleed masuk di saat tidak terduga. Di waktu Lucio masih asik memandangi foto foto Delicia yang tengah mengenakan gaun pengantin pilihannya.Hingga akhirnya Khaleed sudah berdiri di depan meja Lucio. Lelaki itu pun terkejut dan salah tingkah.“Kenapa kamu tidak mengetuk pintu dulu?” protes Lucio.“Saya sudah mengetuk pintu,” sahut Khaleed.Lucio tersenyum tak senang--karna dia malu sebab Khaleed memergokinya bertingkah tak biasanya.“Jadi, ada apa?” tanya Lucio. Dia membenarkan duduknya dan memandang Khaleed dengan serius.“Tidak ada apa apa, saya hanya ingin memastikan Anda apakah sudah menerima foto dari Delicia atau belum,” katanya dengan tenang yang sontak membuat kening Lucio mengerut.Lucio pikir ada apa Khaleed yang tiba tiba masuk ke dalam ruangannya seperti itu.“Sudah, kamu sudah melihatnya kan barusan?”Khaleed menahan senyumnya yang menggoda Lucio. “Selamat atas pernikahan Anda,” kata Khaleed.“Masih satu bulan lagi,” sahut Lucio. “Dan aku masih ragu apakah ayahnya Delic
Lucio pulang ketika Delicia tidak ada di apartemennya. Lelaki itu menemukan sebuah undangan pernikahan yang tergeletak di atas meja ruang tengah.Ia membacanya dengan saksama dan melihat tanggal kapan pernikahan itu diadakan.Ketika bunyi pintu sedang dibuka terdengar. Lucio meletakkan undangan itu segera. Dan bertingkah seolah tidak terjadi apa apa.“Kamu sudah pulang?” tanya Delicia. Dia membawa sekantong kresek dari salah satu sebuah minimarket yang ada di dekat apartemen.“Hmm barusan,” jawab Lucio. Tak perlu bertanya dia sudah tahu darimana Delicia pergi. Jadi dia masuk ke dalam kamarnya untuk mengganti baju.Sementara itu Delicia menyiapkan makan malam untuk Lucio. Hanya memanaskannya saja, karena dia sudah memasaknya beberapa jam yang lalu.Lucio keluar dan langsung ke meja makan. Duduk dan mengamati gerak gerik Delicia.Tak ada apapun yang hendak dikatakan oleh Delicia. Termasuk undangan pernikahan yang baru saja didapatnya.Hingga akhirnya Lucio tidak tahan dengan rasa penasar
Khaleed membulatkan matanya ketika mendengar bahwa Karina sudah menikah. Terakhir bertemu dengan wanita itu waktu dulu, Karina berkata akan belajar ke luar negeri bukan menikah.Putusnya hubungan Karina dan Khaleed membuat Khaleed enggan berhubungan dengan wanita lagi. Dia tidak ingin menyakiti hatinya sendiri jika harus pacaran lalu putus seperti itu.“Aku akan belajar ke luar negeri,” kata Karina beberapa tahun yang lalu. “Jadi sebaiknya kita putus,” lanjutnya.Hari ulang tahun Khaleed waktu itu dilewati dengan cara seperti itu. Diputuskan karena Karina ingin belajar ke luar negeri.Khaleed tersenyum kaku. Dia tak akan menyangka jika akan terjadi hal itu.Jika saja Lucio waktu itu mengetahui bahwa sahabatnya disakiti oleh seorang wanita. Pasti dia tak akan diam saja. Namun, Khaleed merahasiakan hubungannya dengan Karina. Jadi, dia tidak akan pernah menceritakan yang menimpanya saat ini.“Baiklah,” kata Khaleed masih sambil tersenyum. Tak ada yang bisa dilakukan lelaki itu kecuali men
Karina membuka matanya ketika mendengar suara berisik yang berasal dari arah dapur. Khaleed terlihat sedang memasak sarapan untuk mereka pagi ini.Tanpa sadar Karina tersenyum. Memandang Khaleed yang hanya terlihat punggungnya.Rasanya masih seperti mimpi. Dia bisa berada di dalam apartemen Khaleed, berdua--bersama dengan lelaki itu.Ingin rasanya… dia kembali pada Khaleed. Memulai hubungan yang baru dengan lelaki itu.Tetapi, senyum di Karina seketika memudar saat Khaleed menoleh ke belakang. Seakan sadar jika sedari tadi dia dipandang punggungnya oleh seseorang.“Kamu sudah bangun?” tanya Khaleed. Dia tidak menatap Karina yang masih membeku di ambang pintu.Lelaki itu melepaskan celemeknya. Kemudian mengenakan jasnya yang tersampir di kursi.“Kamu akan berangkat?” tanya Karina.“Iya, aku harus berangkat sekarang, karena aku bersama dengan Lucio ke kantor.”Karina terdiam, padahal harapannya ingin sarapan dengan lelaki itu.“Oh ya, apakah kamu sudah menemukan tempat tinggal?” tanya K