Dua hari telah berlalu sejak kejadian hari itu. Kini Delicia telah berada di sebuah motel untuk tempat tinggalnya sementara. Setidaknya dia harus berada di sana sebelum acara makan malam itu tiba.Karena tak mungkin baginya untuk kembali pulang ke kampung halamannya dan kembali lagi ke kota hanya untuk datang ke rumah neneknya Lucio.Ponsel Delicia menyala. Kemudian mati lagi. Hal itu sudah berlalu sampai beberapa kali.Ketika ia mengintipnya. Nama Andres muncul memanggilnya. Namun Delicia tak mau berbicara dengan Andres.Entahlah, apakah dia marah pada lelaki itu hanya karna terlalu malu untuk menghadapi Andres.Meski selama ini Delicia merasa jika dia sudah terlalu banyak merepotkan Andres. Namun dia tidak menyangka jika akan mendengar hal menyakitkan itu dari mulut adiknya.Tak lama kemudian pesan muncul. Delicia membacanya.Andres: Kamu ada di mana sekarang? Apartemenmu sepi. Kata agen property kamu sudah pindah.Andres: Setidaknya katakan padaku kalau kamu baik baik saja.Delicia
“Siapa namamu?” tanya Lucio dengan dingin. “Aku bisa memecatmu besok, jika aku mau.”Maria mendelik sementara tangan temannya mencubit pinggang Maria agar segera menghentikan omong kosongnya.“Sudahlah sebaiknya kita pergi. Atau kita bisa mendapatkan masalah.”“Dengar ya, aku tak takut siapa kamu. Karena—” Maria tak melanjutkan kalimatnya. Dia sudah lebih dulu diseret pergi oleh temannya.“Sudahlah, kamu tidak tahu siapa lelaki itu?” tanya Renata.“Siapa memang dia? Aku tidak kenal.”Renata mengeluarkan ponselnya, kemudian dia mencari nama Lucio Valeega di pencarian. Dan nama itu muncul paling atas dengan jabatan yang membuat Maria menelan ludah keringnya berkali-kali.“Dia adalah cucu dari pemilik perusahaan Cortez.”“Tapi—bagaimana bisa Delicia, si gadis bodoh itu bisa—”“Maka dari itu. Kamu bisa saja dipecat kalau tadi aku tidak menarikmu ke sini.”“Itu bukan yang jadi masalah, Renata?! Tapi yang jadi masalah adalah bagaimana mungkin Delicia si gadis bodoh itu bisa mengenal Lucio?”
Delicia bisa saja langsung mengiyakan ajakan Lucio untuk menikah kontrak. Apalagi waktunya yang terbilang singkat. Hanya saja, dia tak mungkin memnbuat ayahnya khawatir kan?Dia menikah hanya dua tahun lebih beberapa bulan kemudian bercerai. ia pun menjadi janda. Dan hal itu pasti akan membuat ayahnya syok melihat nasib anaknya menjadi janda seperti itu.Tetapi, di sisi lain. Delicia merasa jika tawaran Lucio sangatlah menarik. Apalagi ketika mendengar kalau dia akan diberikan apartemen yang lebih bagus dari sebelumnya.Tidak hanya itu, dia bahkan akan diberikan pekerjaan setelah mereka bercerai. Pun dengan tunjangan perceraian, Lucio sudah menyanggupi hal itu. Dan itu semua sudah tertulis di surat kontrak tadi.Delicia memiringkan tubuhnya. Motel itu sangat pengap. Ia mengambil motel kelas bawah di mana tak ada jendela selain ventilasi udara di atas pintu.“Haruskah kuterima saja?” gumam Delicia. Dia pasti tidak akan tinggal di motel lagi.“Tapi—” Suara langkah kaki yang diseret terd
Lucio masuk ke motel tempat tinggal sementara Delicia. Dia mendapatkan firasat buruk setelah teringat dengan apa yang dikatakan oleh Delicia tadi siang.Seharusnya dia percaya saja pada wanita itu. Karena Delicia adalah seseorang yang bisa menyelamatkannya dari perjodohan tak masuk akal itu dan juga ancaman dari neneknya.Masuk ke dalam motel. Lucio dan Khaleed diteriaki oleh petugas yang berjaga di depan.Ia berlari ke arah Lucio kemudian menahan lelaki itu untuk masuk ke dalam."Anda siapa? Kenapa menerobos masuk seperti ini?" Lucio menatap Khaleed memerintah asistennya itu agar membereskan masalah tersebut. Sementara itu Lucio mencari keberadaan Delicia. Ia turun ke lantai paling bawah di mana Delicia tinggal di sana beberapa hari ini. Ketika Lucio mendapati tempat itu. Ia benar benar merasa bersalah pada Delicia karena telah membiarkannya tinggal di tempat seperti itu. Tempat yang sangat pengap dan minim cahaya matahari. Yang tinggal di sana pun sepertinya hanya Delicia dan le
Khaleed menatap ke arah pintu. Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki yang masuk.Tidak mungkin jika dia adalah Lucio. Sebab Lucio pasti masih di kantornya saat ini. Makanya dia menyerahkan Delicia pada Khaleed.Hingga sebuah bayangan perempuan terkejut melihat Delicia dan Khaleed sedang ada di ruang tengah."Aku—tidak salah masuk apartemen orang, kan?" Rebeca melihat di sekitarnya. Namun dia merasa yakin jika apartemen itu adalah apartemen Lucio."Kamu tidak pindah ke kamar ini kan, Khaleed?""Tidak. Sementara waktu, nona ini akan tinggal di sini." Khaleed menunjuk Delicia dengan kedua tangannya."Dia memangnya siapa? Kenapa harus tinggal di apartemen Lucio?""Dia adalah kekasih tuan Lucio," jawab Khaleed.Mata Rebeca sontak menatap ke arah Delicia. Ia langsung memindai tubuh wanita itu dari atas sampai bawah.Mata dan ekspresinya langsung menjelaskan jika dia tidak menyukai wanita yang ada di depannya saat ini. Apalagi Delicia adalah kekasih Lucio."Lucio sudah memiliki keka
Beberapa tahun yang lalu …Lucio yang waktu itu baru saja keluar dari ruangan rapat mendapatkan telepon dari Rebecca.Wanita itu sedang menangis. Membuat Lucio mencemaskan Rebecca."Kamu ada di mana sekarang?" tanya Lucio ia setengah berlari apalagi ketika mendengar Rebecca mengatakan yang tidak tidak."Ada di apartemenku. Aku harus bagaimana Lucio? Dia memutuskanku, padahal pernikahanku sudah dibicarakan dengan keluarga besarku," katanya dengan terisak."Bagaimana bisa dia memutuskanmu?""Aku tidak tahu! Aku—rasanya aku ingin mati saja!" teriaknya. Kemudian ponsel itu terputus begitu saja.Lucio langsung masuk ke mobilnya, menyuruh supir pribadinya untuk kembali duluan.Ketika dia mengendarai mobil menuju apartemen Rebecca, Lucio hampir saja mengalami kecelakaan. Beruntungnya, dia lolos dari kecelakaan itu.Lucio mengambil napasnya dalam dalam untuk melegakan kegelisahan hatinya.Ia mencoba menghubungi Rebeca namun tidak diangkat oleh wanita itu. Membuat Lucio kembali panik.Ketika s
Delicia merasa tidak enak ketika dia pulang ke apartemen Lucio menemukan makanan sudah tersedia rapi di atas meja.Padahal Rebeca pasti sudah susah payah menyiapkan makanan itu untuk Lucio.Delicia tak berani bertanya mengapa Lucio bertingkah seperti itu. Karena Delicia sadar jika dia bukanlah siapa siapa di antara Rebeca dan Lucio.Merasa bersalah karena sudah membuat usaha Rebeca sia sia. Akhirnya Delicia menemukan ide agar makanan itu dihabiskan oleh Lucio."Nanti malam kamu pulang jam berapa?" tanya Delicia ketika dia menelpon Lucio."Aku akan lembur mungkin pulang jam dua belas. Kenapa?""Malam sekali ya. Pasti kamu tak akan sempat makan.""Tidak usah sok perhatian begitu. Kamu malah membuatku takut.""Aku cuma bertanya saja kok. Baiklah kalau begitu. Sampai jumpa di kantor nanti malam." Delicia langsung menutup teleponnya tanpa memberi kesempatan bagi Lucio untuk memprotes dulu.Delicia memasukkan semua makanan yang masih bisa dimakan nanti malam di dalam kulkas. Kemudian yang t
Delicia terlalu malu untuk pulang ke apartemen Lucio. Apalagi lelaki itu mengatakan jika dia akan pulang ke sana malam ini.Namun, jika dia tidak pulang ke sana. Dia harus ke mana lagi? Ia tidak memiliki tempat tinggal untuk sementara.Kembali ke motel mengerikan saat itu bukanlah pilihan yang tepat. Karna dia selalu ngeri tiap kali mengingat motel di mana ada seorang pembunuh pernah melancarkan aksinya di sana.Kini Delicia sudah ada di depan unit apartemen Lucio. Haruskah dia masuk saja dan mengabaikan perasaannya? Ataukah dia tidur di tempat lain?Delicia menggelengkan kepalanya keras keras. Tidak, dia harus masuk ke apartemen itu. Karena hanya di sana dia mendapatkan rasa aman.Delicia masuk setelah menekan kode pintu. Lalu menarik napasnya dalam dalam.Rasanya sangat menyesakkan. Apalagi melihat Lucio marah kepadanya hanya karena makanan itu.Setidaknya dia dapat menjelaskan padanya mengapa dia marah seperti itu. Namun lelaki itu lebih suka marah dan mengamuk seperti monster.Del
Lordes mendengar pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dan secara tidak langsung dia tahu bagaimana sifatnya selama ini yang memang kurang baik.Setengah jam berlalu, ibu Lordes membawa makanan bersama dengan pelayan di belakangnya.Ada banyak makanan yang terhidang hingga membuat Lordes bingung.“Kamu sebelumnya tidak mau makan selama lima hari, makanya ibu khawatir,” kata ibu Lordes.“Kenapa? Kenapa aku tidak mau makan?”Ibunya diam saja.“Sudahlah, itu sudah berlalu, yang penting kamu mau makan sekarang,” kata ibu Lordes.Lordes pun menelan makanannya pelan pelan, setiap sendok makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat ibu Lordes merasa tenang dan lega.“Ibu tidak makan?”“Tidak, melihatmu makan sudah membuat ibu kenyang.”Lordes tersenyum.“Bu, kenapa aku asing berada di kamar ini?” tanya Lordes.“Itu karena kamu kehilangan ingatan kamu, Lordes. Tapi kata dokter ingatan itu akan kembali, karena bukan amnesia permanen.”“Begitu?”“Setidaknya, kamu bisa melupakan hal yang menyakit
“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai?” tanya Lucio ketika melihat Khaleed menyusulnya ke kantin di kantor.“Sebentar lagi akan selesai,” desahnya kemudian duduk.“Kenapa wajahmu murung?”Khaleed menggeleng.“Harusnya yang murung sekarang bukan kamu tapi aku,” keluh Lucio.“Kenapa? Masalah Delicia bukankah sudah selesai? Dia sudah pulang dan kesehatannya semakin membaik.”“Bukan seperti itu.”Lucio kemudian menceritakan semuanya kepada Khaleed, bahwa sejak kecelakaan Delicia menjadi sedikit berbeda. Delicia seperti jauh dari anaknya tapi perasaan untuk dirinya sama saja.“Bukannya kamu bilang kalau dia mengalami hilang ingatan sebagian? Mungkin karena itu, kan?”“Tapi, kenapa sifatnya bisa berubah? Aku sempat memergokinya berteriak pada Jose. Apakah Delicia seperti itu sebelum menikah denganku? Aku bertanya pada Jose, dan Delicia tidak pernah membentaknya meskipun sangat marah.”“Apakah karena efek kecelakaan?” tanya Khaleed.“Aku tidak tahu, aku bingung,” jawab Lucio yang dia sen
Sudah bermenit menit yang lalu, Nina hanya diam saja. Dia duduk di kursi sofa dengan tubuh menghadap ke arah jendela.Khaleed sudah memesan pizza, tapi sampai pizza itu dingin, Nina tak mau menyentuhnya sama sekali.“Aku sudah menghubungi ibumu, dan mengatakan untuk sementara kamu ada di sini,” kata Khaleed.Nina hanya mengangguk.“Kamu kenapa?”Khaleed duduk di sebelah Nina, tapi yang dia lihat hanyalah punggung Nina yang menyedihkan.Belum ada satu hari, Nina sudah berubah menjadi murung begitu.“Besok pagi, aku akan temani kamu ke kantor polisi,” kata Khaleed.“Pekerjaanmu bagaimana?”“Aku akan datang sedikit terlambat, aku sudah izin pada bosku.”Nina kemudian diam.“Kalau kamu diam, aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu. Aku tidak pandai menghibur, katakan padaku. Aku harus bagaimana?”“Terima kasih,” kata Nina pelan.Mata Khaleed melebar.“Karena sudah mau menolongku dan berkorban untuk gadis hina sepertiku.” Nina menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakinya. “Aku malu
Khaleed berlari menuju rumah Nina, tahu bahwa pasti akan ada hal yang buruk akan terjadi.Dengan napas yang tersengal, Khaleed terus berlari agar tidak terlambat untuk menyelamatkan Nina.**Nina mendengar suara bel pintu berbunyi berkali-kali. Ia pikir Khaleed kembali karena ketinggalan barangnya.Akan tetapi, ketika Nina membuka pintu. Dia melihat suaminya sudah berada di depan pintu dengan senyum menyeringai.Nina mencoba untuk menutup pintu, tapi tenaganya tidak lebih besar daripada suaminya.“Biarkan aku masuk!” ujarnya dengan geram. “Kamu sudah membuatku menjadi bulan bulanan oleh rentenir!”Suami Nina masuk kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh di atas sofa.“Harusnya kamu menurutiku! Tak ada yang salah karena kamu membantu suamimu!”Suami Nina menamparnya membuat gadis itu takut gemetaran. Bayangan bayangan buruk itu telah terhempas sejak dia bersama dengan Khaleed. Sejak dia mengenal lelaki itu, dia merasa bahwa dirinya berharga.Namun, kini… saat dia bersama dengan su
Lima hari berlalu, Delicia yang tak lain adalah Lordes akhirnya bisa pulang ke rumah Lucio yang selama ini begitu dia inginkan.Pagi pagi sekali Lucio sudah menjemput istrinya dari rumah sakit.“Akhirnya aku bisa pulang,” kata Lordes dengan senang.“Pasti sangat membosankan di sini, kan?”Lordes mengangguk.“Oh ya, Lordes… dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa banyak bergerak.”Bibir Lordes tiba tiba berkedut. Ia pikir Delicia akan koma untuk waktu yang lama agar dia bisa menikmati waktunya bersama dengan Lucio. Jika Delicia sadar, bagaimana jika wanita itu mengaku sebagai Delicia?Lucio yang melihat istrinya berhenti menoleh ke belakang.“Ada apa?”Lordes dengan tangan gemetar mencoba meraih tangan Lucio.“Aku tahu, kamu pasti takut dengan Lordes. Dia sangat nekat,” kata Lucio menambahkan.“Ya… ya.. aku sangat takut setelah tahu penyebab kecelakaanku adalah dia.”“Tak apa apa, ada aku di sini,” kata Lucio menenangkan.Ketika mereka melewati koridor. Tanpa sengaja melihat ibunya dari
Saat ini Lucio sedang berada di atas ranjang rumah sakit bersama dengan Delicia di mana jiwanya adalah milik Lordes. Lordes meminta Lucio agar menemaninya sampai dia pulang dari rumah sakit.“Bagaimana dengan anak anak tadi? Apakah mereka kecewa padaku?” tanya Lordes.“Tidak, mereka mengerti keadaanmu. Mereka mungkin masih kecil, tapi sifat mereka sudah dewasa,” jelas Lucio. “Jangan khawatir.” Lucio mengusap kepala Lordes dengan lembut.“Setelah keluar dari rumah sakit. Aku ingin kita berbulan madu,” ajak Lordes.Lucio diam.“Apa ada yang salah?”Lucio menggeleng. “Kamu kemarin menolak ajakanku berbulan madu karena ingin bersama dengan anak anak.”“Benarkah?”“Tapi kalau kamu ingin kita berbulan madu tak masalah.”“Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu.”Lucio tersenyum.“Aku akan mengaturnya nanti.”Lordes tidur memeluk Lucio. Dia merasa sangat bahagia karena setidaknya dia bersama dengan lelaki yang sangat dia inginkan selama ini.Meski berada di dalam tubuh Delicia, tapi dia
Khaleed membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit ketika dia mencoba untuk memegangnya.Kamar yang dia tempati tidak mirip seperti kamarnya. Apalagi ada sosok bayangan yang membuatnya terkejut.“Lucio? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Khaleed bingung.“Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu ada di sini. Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumah?”Khaleed diam.“Aku langsung datang ke sini waktu perawat menemukan nomor kontakku sebagai nomor darurat.”Khaleed tersenyum.“Jadi, siapa yang sudah membuatmu begini?” tanya Lucio.“Orang gila,” jawab Khaleed. “Dia memukulku dengan tongkat, di mana dia sekarang?”Lucio menaikkan bahunya. “Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Tapi tadi di sini ada gadis yang menemanimu, saat aku datang dia langsung pergi. Dia siapa?”“Oh dia, dia istri dari laki laki yang memukulku.”Lucio membulatkan matanya. “Jangan berurusan dengan istri orang lagi, Khaleed. Aku sudah memperingatkanmu.”“Ini beda.”“Bagaimana jika kamu ditipu lagi?”“Sepertin
Suara ribut berasal dari bangsal yang dilewati oleh Khaleed. Awalnya dia ingin mengabaikannya dan terus berjalan saja. Akan tetapi dia tidak bisa diam saja ketika melihat seorang perempuan menjadi sandera seorang pasien menggunakan pisau buah.“Jangan mendekat atau kubunuh wanita ini!” ujarnya.Khaleed yang melihatnya menjadi jengkel. Apalagi lelaki itu hanya berani terhadap perempuan saja.“Jangan mendekat!” Bahkan petugas keamanan seakan tak mampu menangani preman tengik tersebut.Khaleed menggulung kemejanya sampai ke siku. Dia memutar jalan kemudian menjegal kaki lelaki tersebut hingga terjatuh. Pisau yang ia bawa terpental jauh darinya. Khaleed langsung meringkus lelaki yang ternyata tak ada apa apanya itu.Kepala dengan perban dan juga wajah penuh memar. Khaleed yakin jika lelaki itu bisa jadi baru saja dipukuli oleh orang orang yang membencinya.“Siapa kamu!” bentaknya sambil berusaha melarikan diri.“Aku? Aku manusia yang membenci laki laki sepertimu.”“Sialan! Lepaskan!”“Co
Delicia benar benar tidak senang melihat kedatangan Martin dan Jose. Karena dia sendiri bukanlah Delicia yang asli. Diam diam Lordes memikirkan cara bagaimana caranya agar tidak mengurus anak anak itu. Karena baginya yang terpenting adalah bersama dengan Lucio.“Sapa mama kalian,” kata Lucio.Martin dan Jose langsung menghampiri Delicia kemudian memeluknya.“Mama gak apa apa kan Pa?” tanya Martin.“Mama kapan bisa pulang?” kali ini Jose yang bertanya.Lucio pun menjelaskan pada mereka berdua bahwa mama mereka akan berada di sana selama lima hari.Lordes hanya diam saja, merasa asing dengan pemandangan itu. Dia benar benar tidak memikirkan jauh ke belakang bahwa Lucio dan Delicia sudah memiliki anak.“Mama masih sakit?” tanya Martin.Lordes memandang Lucio seakan meminta bantuan pada lelaki itu.“Apa kamu tidak ingat siapa mereka, Delicia?Lordes menggeleng pelan. Lucio terkejut.“Dia adalah Martin, dan sebelah Martin Jose. Kamu lupa?”Lordes tanpa ragu mengingat.“Tapi kamu ingat aku?