Lucio diam saja sejak tadi. Bahkan ketika Khaleed memancingnya untuk mengajak bicara padanya.
“Anda marah?” tanya Khaleed, meski diam diam dia tersenyum melihat tingkah Lucio saat ini.“Menurutmu?” Langkah Lucio terhenti hanya untuk melihat wajah asistennya yang seakan sedang mengejeknya. “Kalau saja tadi siang kamu bilang padaku jika nenekku merencanakan kencan buta itu, mungkin lebih baik aku pura-pura mati saja.”“Anda yakin? Kalau Anda pura-pura mati pasti nenek Anda akan mengganti posisi Anda dengan Benicio Valeega. Anda mau hal itu terjadi?”“Kamu mengancamku?” Lucio mendengus kasar. Jika saja asistennya itu bukan sahabatnya sejak masih SMA mungkin dia sudah memecatnya dari dulu karena selalu melakukan hal-hal di luar kendalinya.“Saya hanya melakukan perintah nyonya Dolores.”“Nenekku sepertinya sudah kehabisan kenalan wanita. Bagaimana bisa dia mengenalkanku pada—” Ah, kalau Lucio mengingat hal tadi itu, dia ingin sekali marah-marah pada neneknya karena sudah mengenalkan pada wanita yang berusia hampir lima puluh tahun.Wanita itu memang masih single. Namun yang membuat Lucio tak habis pikir adalah mengapa neneknya harus menyiksanya seperti ini.Apalagi wanita tadi—benar-benar sudah menganggapnya seperti perjaka yang tidak laku.Tadi siang ketika Lucio membuka restoran dengan pintu geser. Ia pikir Khaleed mengantarnya pergi ke tempat pertemuan dengan kliennya. Namun ternyata ketika dia melihat wajah wanita tua itu. Perasaan Lucio mendadak tidak enak.Apalagi ketika wanita itu berdiri dan memaksa Lucio untuk mencium punggung tangannya yang keriput.“Kamu—Lucio kan? Dolores memintaku untuk ke sini.”Lucio berharap jika dia adalah ibu dari wanita yang mungkin dikenalkan oleh neneknya. Tapi ternyata salah. Dia tidak memiliki anak, yang dia punya hanyalah anjing berjenis puddle yang duduk di samping kursinya.Lucio mengangguk. Menatap lurus wanita itu.“Perkenalkan, aku adalah Valencia. Calon istrimu?”Mendengar hal itu sontak membuat jantung Lucio seakan jatuh dari tempatnya.Apa katanya? Calon istri? Bukan calon mertua?“Sepertinya ada yang membuat keributan di sana.” Khaleed berkata dan membuyarkan lamunan Lucio. Ia menunjuk pos keamanan dengan matanya. Lucio mengikuti ke mana arah mata Khaleed berada.Seorang gadis dengan tinggi kira-kira hanya 150 CM dan rambut potongan bob sedang memaksa sekuriti untuk masuk.“Kamu mengenalnya? Dia karyawan di sini?” tanya Lucio.“Sepertinya—bukan.” Khaleed menggeleng ragu. “Kalau karyawan di sini pasti petugas keamanan tidak akan mencegahnya seperti itu.”Lucio melangkah maju dengan percaya diri. Ia ingin mengabaikan wanita yang tengah meneriakan keadilan di lobi kantornya.“AKU TIDAK AKAN PULANG JIKA BELUM MENDAPATKAN KEADILAN!” teriaknya. Suaranya memang terdengar mabuk.“MEMANGNYA APA SALAHNYA TELAT MEMBAYAR SEWA APARTEMEN!”“AKU HANYA TELAT EMPAT BULAN. BUKAN EMPAT ABAD ATAU RIBUAN TAHUN!”“KENAPA KALIAN TIDAK ADIL DENGAN WANITA MISKIN YANG BARU SAJA KEHILANGAN PEKERJAAN!”Lucio mengeryit menatap gadis yang kini hanya beberapa meter ada di sampingnya.Sementara itu Delicia yang melihat wajah Lucio yang familiEr pun langsung menghampirinya dan menatapnya dalam dalam.Lucio memundurkan tubuhnya. Takut jika dia akan ditampar atau dipukul oleh gadis itu.“Anda CEO perusahaan ini kan? Perkenalkan saya adalah penyewa apartemen Anda selama empat tahun terakhir,” kata Delicia.“Urus dia,” kata Lucio pada Khaleed.“Sebaiknya jika ada keluhan, Anda katakan saja pada agen property karena atasan saya tidak menerima keluhan seperti itu,” ucap Khaleed dengan penuh pengertian.“AKU TIDAK BISA MEMBAYAR SEWA APARTEMEN! BISAKAH ANDA MEMBERIKAN SAYA KERINGANAN!”Mata Lucio dan Khaleed melebar, kemudian keduanya berpandangan seakan mengatakan mahkluk dari mana wanita ini?Karena tidak tahan dengan kesialannya hari ini. Lucio pun akhirnya menghampiri Delicia yang ditahan lengannya oleh Khaleed.“Kalau kamu tidak mampu membayar apartemen, bukankah sebaiknya kamu pergi saja dari sana? Kenapa harus memaksakan diri untuk tinggal di apartemen?” tanya Lucio dengan dingin.“Dia sedang mabuk, sepertinya Anda tidak perlu berbicara—” Khaleed yang tahu jika taring Lucio sudah keluar pun menahannya.“Apa kamu malu tinggal di rumah petak atau rumah susun?” tanya Lucio lagi tanpa perasaan. “Aku sangat jijik pada perempuan seperti ini, hidup dengan gaya mewah padahal tak mampu.”Khaleed mencegah Lucio. Dengan senyum kaku dia meminta Delicia untuk pergi.Namun Delicia yang diberikan kata-kata pedas oleh Lucio langsung menarik dasi lelaki itu. Hingga Lucio harus menunduk dan memandang wajah kecil Delicia.“Tahu apa kamu bisa berkata seperti itu Tuan Kaya? Aku mengemis padamu bukan karena aku ingin bergaya wah. Kalau saja aku bisa tinggal di rumah petak atau rumah susun. Maka aku tidak perlu mengemis sampai di sini.”Lucio menarik dasi dari tangan Delicia dengan kasar. Dia berdeham dan memalingkan matanya.“Itu juga sama saja. Tak ada alasan apapun yang bisa kuterima,” kata Lucio.Delicia yang merasa pusing dan mual pun menutup mulutnya. Ia seakan ingin memuntahkan seluruh isi dalam perutnya sekarang.Khaaled yang menyadari jika Delicia ingin muntah hendak menarik gadis itu. Namun saat itu sepertinya kesialan Lucio harus berlanjut lagi.“HUEEEK!”Kemeja dan sepatu mahal Lucio terkena muntahan Delicia yang berwarna putih pucat.Lucio yang melihat muntahan itu secara langsung merasa mual hingga akhirnya dia pingsan di depan Delicia.“Delicia!” panggil Andres. Ia sudah melihat semuanya. Dan dia tahu jika apa yang ia lihat saat ini pasti akan menimbulkan masalah suatu hari nanti.Delicia menoleh dengan wajahnya yang pucat.“Maafkan teman saya, saya akan bertanggungjawab jika ada masalah dengan atasan Anda. Sebagai gantinya saya akan memberikan kartu nama saya jika Anda ingin saya bertanggungjawab.”Khaleed mendongak menatap Andres. Ia merebut kartu nama itu dan menaruhnya dalam saku jasnya.“Telepon ambulans!” teriak Khaleed pada petugas keamanan.“Kalau sampai terjadi hal hal yang tak diinginkan saya akan menuntut kalian berdua,” ancam Khaleed.Andres memegang lengan Delicia. Wanita itu kini lemas.“Ayo pulang.” Dia memapah Delicia. Matanya sesekali melirik ke mana Lucio berada“Apa-apaan mereka. Memangnya kalau terkena muntahan bisa menyebabkan kematian?” gumam Andres.“HUEEEK!”Delicia muntah lagi, dan kali ini mengenai lantai lobi perusahaan Lucio.“Astaga Delicia, kita bisa dipenjara seumur hidup kalau kamu muntah sekali lagi,” kata Andres dengan berlebihan.“Sepertinya besok kamu akan mendapatkan masalah yang lebih besar,” kata Andres saat memasukkan temanya ke dalam mobilnya. Ia memandangi perusahaan besar itu dari tempatnya berdiri.Minggu depan dia akan mengadakan rapat dengan atasannya di perusahaan Cortez. Bisa jadi—Khaleed mengenalnya dan membuat semuanya menjadi rumit.“Ah, bagaimana ini.” Andres menyugar rambutnya dengan gusar.Lucio membuka matanya lamat lamat. Ia melihat bayangan Khaleed sedang berbicara dengan seorang dokter yang mengenakan jubah putih. Khaleed sedang tertawa—hal itu membuatnya kesal.Padahal dirinya saat ini tengah masuk ke rumah sakit.Oh, ya. Jadi dia masuk ke rumah sakit karena apa? Tiba tiba Lucio teringat dengan kejadian menjijikkan yang baru saja terjadi.Lucio terduduk—ia terkesiap kemudian membuka selimutnya dengan buru-buru.Kemudian dia menghela napasnya dengan lega saat melihat bajunya sudah berganti dengan pakaian pasien.Khaleed yang tak sengaja melihat Lucio sudah bangun kemudian menghampirinya.“Pakaianku di mana?” tanya Lucio.“Sudah saya buang,” jawab Khaleed.“Tidak. Ambil pakaian dan sepatuku tadi.”Kening Khaleed mengerut heran. Lelaki yang banyak uang itu untuk apa menginginkan barang menjijikan itu tadi?“…Ya?”“Ambil barang itu cepat!” suruh Lucio.Khaleed yang sudah hafal bagaimana watak Khaleed pun akhirnya menuruti perintah aneh dari Lucio. Dia memutar tubuhnya.
Delicia tak sabar mengirimkan kabar baik pada Andres bahwa dia telah mendapatkan panggilan interview di perusahaan Cortez.Meski masih dalam tahap interview tapi setidaknya dia masih memiliki harapan untuk diterima kendati kecil kemungkinan.Usai mengirimkan pesan pada Andres. Delicia pun berangkat menuju perusahaan Cortez menggunakan bus.Setelah tiga puluh lima menit berlalu. Dia pun sampai di halte dekat perusahaan tersebut.Butuh waktu sampai sepuluh menit baginya untuk sampai ke sana dengan berjalan kaki.Meski panas—dan mengenakan sepatu hak tinggi, Delicia tampak semangat seakan menemukan harapan dalam hidupnya. Ya, setidaknya begitu.Di sisi lain sebuah mobil sedan berwarna hitam keluaran paling terbaru melintasi Delicia yang berjalan dengan semangat.Lucio yang melihat bayangan tak asing itu meminta Khaleed untuk memperlambat laju mobilnya.“Tunggu dulu, dia si gadis muntah itu, kan?” tanya Lucio. Matanya memandang ke arah Delicia yang tidak tahu jika saat ini dirinya tengah
Delicia masuk ke ruangan interview tersebut dengan perasaan yang tak menentu. Meski Khaleed menyambutnya dengan senyuman manis, tapi hal itu tak lantas membuat hati Delicia jadi tenang.Ia pun duduk di kursi yang berada di tengah. Menatap kursi yang tengah memunggunginya.Dalam hati Delicia, jika ia tahu kalau Lucio yang akan mewawancarainya mungkin dia tidak akan berangkat ke perusahaan itu.“Apa apaan sikapnya itu, kekanak-kanakan sekali,” bisik Delicia dalam hati.Kemudian kursi itu berputar dan munculah sosok Lucio. Ia menatap Delicia dengan senyum miring yang mengesalkan.“Bawa ke sini barangnya,” kata Lucio menyuruh Khaleed.Khaleed pun mengambil sebuah plastik yang dimaksud oleh Lucio. Sementara Delicia bingung dengan keadaan saat ini.Jadi dia ke sana bukan untuk diwawancara? Atau dia akan diinterogasi oleh Lucio?“Silakan ambil ini.” Khaleed menyerahkan plastik itu pada Delicia. “Anda bisa membukanya sekarang.”Mendengar hal itu sebenarnya sudah membuat perasaan Delicia tak en
“Calon istri katamu?” tanya Lucio tak percaya. Sejak kapan dia setuju untuk menikah dengan Bellinda.Ketika dia diserang rasa penasaran, neneknya muncul dengan senyum seperti malaikat.“Sepertinya Bellinda sangat cocok untukmu. Meski tadi siang kamu sudah melakukan hal buruk padanya. Tapi dia masih menghubungiku untuk dapat bertemu denganmu secara langsung.”Lucio tak tahu apa maksud neneknya. Apa yang neneknya rencanakan pun dia tidak mengerti.“Maksud nenek?”“Tadi siang, aku datang ke interview itu karena nenekmu menyuruhku datang ke sana. Tapi kamu tidak tertarik padaku. Maka dari itu. Aku datang ke sini, mungkin perasaanmu sudah berubah,” jawab Bellinda.“Bagaimana? Bellinda cantik kan?”Lucio menatap Bellinda. Wanita itu sama sekali bukan tipe idelnya.“Kenapa wajahmu seperti itu?” Neneknya bertanya pada Lucio setelah melihat cucunya memasang wajah tak suka. “Aku—aku belum ingin menikah.”“Belum ingin menikah? Memangnya mau sampai kapan kamu mau menikah? Kamu saja tidak ada kein
“Sial aku terlambat!” Delicia mengutuk dirinya sendiri ketika melihat jarum jam sudah menujukkan di angka dua.Padahal mereka akan berjanji bertemu di restoran itu pada jam dua siang ini. Namun dia malah membuat kesalahan besar karena sudah membuat lelaki itu menunggu di restoran.Tak mau membuang waktunya. Delicia langsung mengganti pakaiannya. Dia mencuci muka dan menggosok gigi tanpa mandi.Rambut yang berantakan dan lepek dia sisir dan diikat cepol ke atas. Setidaknya itu dapat menutupi jika sudah satu minggu ini dia tidak keramas.Karena tak mungkin naik bus. Akhirnya Delicia sengaja memesan taksi agar dia tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di jalan.Sementara itu di tempat lain dan di waktu yang sama.Lucio sudah menghabiskan tiga gelas air putih yang ada di meja. Hingga ia merasa malu pada karyawan restoran yang bertanya padanya apakah sudah siap memesan makanan atau belum.Ia melirik ke arah Khaleed yang juga gusar menunggu kedatangan Delicia.“Bagaimana kalau kita makan s
Delicia melihat ke dalam lemarinya. Ia mendengus ketika menyadari jika dia tidak memiliki gaun yang bagus untuk dirinya kenakan nanti untuk bertemu dengan nenek Lucio.Jika saja dia memiliki uang untuk ganti rugi. Mungkin dia tak akan sudi untuk menemani lelaki itu apalagi pura pura menjadi kekasihnya meski dalam satu hari.Namun sayangnya dia juga tak punya uang sebanyak itu untuk ganti rugi.Delicia terduduk di atas kasur. Mengamati gaun yang sama sekali tidak update dan terbilang ketinggalan zaman.Karena sejak dia tidak memiliki kekasih. Dirinya tidak pernah membeli pakaian bagus dan mahal. Uangnya kebanyakan ia tabung dan untuk membeli makanan yang enak.Bel bintu berbunyi. Ia tahu jika bukan Andres pasti si ibu ibu yang menagih uang sewa apartemennya.Namun Delicia merasa lega saat ini ketika mendapati Andres berada di depan pintu dan memperlihatkan sebuah paper bag dan ada tulisan sup ayam ibu yang memang makanan kesukaan mereka berdua.Delicia buru buru membukanya dan melihat A
“Apa aku mengganggumu?” tanya Dolores ketika dia sudah berdiri di ambang pintu ruang kerja Lucio.Lucio melepaskan kacamatanya. Ia melirik jam di laptopnya yang sudah menunjukkan pukul satu malam.“Tidak. Ada apa?” tanya Lucio. Ia bersedekap dan menatap neneknya menyelidik. “Jangan katakan kalau ini masalah makan malam akhir pekan. Aku sudah mengajak kekasihku untuk datang, oke.”“Bukan itu kok.” Dolores tersenyum. Ia duduk di sofa yang ada di tengah ruangan.“Lalu?” Melihat neneknya yang sepertinya ingin berbicara serius dengan Lucio. Lelaki itu pun berdiri dan duduk di kursi yang berbeda dari Dolores.“Masalah Rebecca,” katanya pelan.“Rebecca? Ada apa dengannya?”Dolores tampak gusar. Namun dia menyembunyikannya dengan baik di depan cucunya.“Dia akan tinggal di sini mulai hari ini. Tidak apa apa, kan?”Lucio mendengus. “Nenek bertanya kepadaku, sementara dia sudah tinggal di sini. Lalu apa gunanya menanyakan hal itu kepadaku?”Dolores mengalihkan matanya. Masalah Lucio dan Rebecca
Dua hari telah berlalu sejak kejadian hari itu. Kini Delicia telah berada di sebuah motel untuk tempat tinggalnya sementara. Setidaknya dia harus berada di sana sebelum acara makan malam itu tiba.Karena tak mungkin baginya untuk kembali pulang ke kampung halamannya dan kembali lagi ke kota hanya untuk datang ke rumah neneknya Lucio.Ponsel Delicia menyala. Kemudian mati lagi. Hal itu sudah berlalu sampai beberapa kali.Ketika ia mengintipnya. Nama Andres muncul memanggilnya. Namun Delicia tak mau berbicara dengan Andres.Entahlah, apakah dia marah pada lelaki itu hanya karna terlalu malu untuk menghadapi Andres.Meski selama ini Delicia merasa jika dia sudah terlalu banyak merepotkan Andres. Namun dia tidak menyangka jika akan mendengar hal menyakitkan itu dari mulut adiknya.Tak lama kemudian pesan muncul. Delicia membacanya.Andres: Kamu ada di mana sekarang? Apartemenmu sepi. Kata agen property kamu sudah pindah.Andres: Setidaknya katakan padaku kalau kamu baik baik saja.Delicia