Delicia tak sabar mengirimkan kabar baik pada Andres bahwa dia telah mendapatkan panggilan interview di perusahaan Cortez.
Meski masih dalam tahap interview tapi setidaknya dia masih memiliki harapan untuk diterima kendati kecil kemungkinan.Usai mengirimkan pesan pada Andres. Delicia pun berangkat menuju perusahaan Cortez menggunakan bus.Setelah tiga puluh lima menit berlalu. Dia pun sampai di halte dekat perusahaan tersebut.Butuh waktu sampai sepuluh menit baginya untuk sampai ke sana dengan berjalan kaki.Meski panas—dan mengenakan sepatu hak tinggi, Delicia tampak semangat seakan menemukan harapan dalam hidupnya. Ya, setidaknya begitu.Di sisi lain sebuah mobil sedan berwarna hitam keluaran paling terbaru melintasi Delicia yang berjalan dengan semangat.Lucio yang melihat bayangan tak asing itu meminta Khaleed untuk memperlambat laju mobilnya.“Tunggu dulu, dia si gadis muntah itu, kan?” tanya Lucio. Matanya memandang ke arah Delicia yang tidak tahu jika saat ini dirinya tengah dilihat oleh Lucio dengan tatapan mengajak perang.Khaleed melirik bayangan yang dimaksud menggunakan kaca spion.“Namanya Delicia. Anda yang meminta saya untuk memanggilnya,” jawab Khaleed.“Oh ya benar. Bagus lah kalau begitu. Pakaian waktu itu kamu letakkan di mana?”“Itu—” Khaleed tau jika dia menjawab dengan jujur pasti Lucio akan memarahinya sampai sepuluh tahun lamanya. Bahkan ketika mereka sudah tua pun Lucio akan terus mengungkitnya. “Di bawah meja sekertaris,” jawab Khaleed.Meski sebenarnya pakaian yang ada di dalam plastik itu diletakkan tak jauh dari meja Lucio. Namun lelaki itu sepertinya belum menyadarinya.“Bawa ke ruang interview karyawan kalau begitu,” perintah Lucio.“Baik.”**Jantung Delicia berdegup kencang ketika dia memasuki lobi. Satpam yang berjaga beberapa hari yang lalu tidak mengenalinya. Entah lupa atau memang dia tidak ada niatan untuk mengingat wajah Delicia.Delicia ke resepsionis untuk memberitahukan maksudnya datang ke sana. Dan oleh resepsionis tersebut ia diminta untuk langsung naik ke ruang interview karyawan.Di sana, rupanya Delicia tidak sendirian. Melainkan dengan beberapa calon karyawan yang datang.Delicia menaiki lift dengan seorang wanita berpakaian sangat seksi. Bahkan terlihat jelas lekuk tubuhnya yang berbentuk.Kancing bagian atas dibuka beberapa bagian hingga memperlihatkan belahan dadanya.Delicia diam diam menelan ludah keringnya. Dalam hatinya dia berpikir, memangnya dia ke sini mau interview atau menggoda, sih?Apalagi rok yang dipakai. Berada di atas lutut. Membuat Delicia tiba tiba berpikir, apakah dirinya saja yang salah mengenakan pakaian?Pakaiannya agak longgar tapi rapi. Dia mengenakan rok berwarna hitam di bawah lutut. Kemudian ia memakai hak tinggi untuk menutupi tinggi tubuhnya yang tidak ada 160 CM.KLING!Pintu lift terbuka, Delicia dan wanita seksi itu keluar dengan bersamaan.Beberapa peserta pria langsung melihat ke arah mereka berdua. Tapi tentunya mata mereka lebih tertarik pada wanita seksi itu daripada Delicia.Sudah ada beberapa yang masuk. Setiap interview dibagi menjadi tiga orang. Sepertinya Delicia akan mendapatkan giliran terakhir terlihat dari nomor di kartunya.Lift terbuka lagi. Semua calon karyawan refleks melihat ke arah pintu lift. Mereka pikir akan ada calon karyawan lagi. Namun ternyata bukan.Yang keluar dari sana adalah Lucio. Ya, Lucio bersama dengan Khaleed yang berjalan seperti disorot lampu yang terang di tengah panggung.Aroma wangi menguar ketika Lucio melewati mereka. Membuat Delicia terpaksa harus memalingkan wajahnya karna tak mau Lucio tahu bahwa dirinya ada di sana.Kini jantungnya berdebar lagi.“Jangan-jangan dia yang mewawancaraiku,” bisik Delicia dalam hati.“Yang tadi itu bukankah cucu pemilik perusahaan ini ya? Pak Lucio, CEO perusahaan ini?” tanya seorang lelaki yang duduk berhadapan dengan wanita seksi itu.“Ya, dia Lucio.” Seakan sudah mengenalnya, wanita itu menyebut nama Lucio tanpa ragu.“Wah, jadi dia yang akan mewawancarai kita?” tanyanya takjub. “Gawat! Aku belum mempersiapkan jawaban yang bagus untuknya!” sahut perempuan yang lain.Wanita berambut cokelat bernama Bellinda itu tersenyum penuh kemenangan.“Kalian tahu? Lucio datang melakukan wawancara itu karena dia disuruh oleh neneknya,” bisik Bellinda dengan percaya diri.“Benarkah? Bagaimana kamu tahu?”“Neneknya yang mengatakan padaku. Nyonya Dolores memintaku untuk datang ke perusahaan ini sekarang. Dia ingin menjodohkan Lucio denganku, karena sudah waktunya dia menikah tapi dia tak pernah mau.” Bellinda berkata seakan Lucio akan menerima dirinya.Namun karena banyak yang percaya pada Bellinda yang berparas cantik itu. Jadi mereka pun ber-oh-oh saja.“Jadi Lucio sengaja datang ke ruangan itu disuruh oleh neneknya? Lalu kamu datang untuk membuatnya jatuh cinta seolah semua kebetulan?”Bellinda mengangguk yakin.“Hebat! Jadi—kamu bisa menjadi istri dari Lucio!” seru yang lain tak menyangka.Bellinda meletakan telunjuknya di depan bibirnya, meminta yang lain agar diam dan tidak membuat kegaduhan di sana.Bellinda juga mengatakan jika sebenarnya ayahnya adalah pemilik perusahaan di bidang fashion.Delicia diam diam mencibir. Nasib orang kaya memang berbeda dengan dirinya. Di saat orang lain datang untuk menemukan jodoh. Tapi dia ke sana datang untuk mendapatkan pekerjaan.**Hampir dua jam berlalu. Kelompok Bellinda keluar satu persatu. Namun yang membuat Delicia heran adalah mengapa muka wanita seksi itu ditekuk murung.Bellinda berdecak kesal sambil mengumpat pelan ke arah pintu ruang interview tersebut.Begitu Bellinda pergi dan masuk ke lift. Kelompok Bellinda yang keluar tapi masih ada di sana pun mulai menyebar gossip.“Aku sepertinya tidak bisa lagi percaya dengan wanita tadi,” katanya membuka gossip.Delicia menguping pembicaraan tersebut dengan wajah sok tak mau tahu.“Kenapa memang?” tanya yang lain.“Waktu kami masuk. Pak Lucio sedang tidur di kursinya. Dia tidak mengatakan apa apa. Bahkan melihat Bellinda.”“Terus?”“Dan yang paling memalukan adalah ketika pak Lucio bangun dan melihat Bellinda yang menyilangkan kakinya dia langsung menyuruh Bellinda untuk keluar.”Suara tawa di depan ruang interview itu pun langsung meledak. Tidak menyangka jika hasilnya akan seperti itu.“Jadi, intinya dia ditolak oleh Pak Lucio kan?”“Benar, mungkin dia akan mengadukan hal itu pada nyonya Dolores.”**Ketika lamat lamat calon karyawan sudah keluar dari ruang interview. Kini tinggal Delicia yang ada di sana sendirian.“Ini tidak salah kan?” gumamnya.Tak lama kemudian para petinggi yang mewawancarai karyawan keluar dari ruangan tersebut membuat Delicia bertambah heran.“Maaf, apa interviewnya sudah selesai?” tanya Delicia dengan kecewa.Para petinggi itu kemudian melirik ke arah pintu. Ada Khaleed yang berdiri di ambang pintu dan menatap Delicia.“Silakan masuk, Anda peserta terakhir hari ini,” kata Khaleed mempersilakan masuk Delicia.Delicia tidak merasa bahagia. Ia merasa ada yang aneh setelah ini. Namun dia tidak yakin itu apa.“Kenapa perasaanku tiba tiba jadi tak enak,” gumam Delicia.Delicia masuk ke ruangan interview tersebut dengan perasaan yang tak menentu. Meski Khaleed menyambutnya dengan senyuman manis, tapi hal itu tak lantas membuat hati Delicia jadi tenang.Ia pun duduk di kursi yang berada di tengah. Menatap kursi yang tengah memunggunginya.Dalam hati Delicia, jika ia tahu kalau Lucio yang akan mewawancarainya mungkin dia tidak akan berangkat ke perusahaan itu.“Apa apaan sikapnya itu, kekanak-kanakan sekali,” bisik Delicia dalam hati.Kemudian kursi itu berputar dan munculah sosok Lucio. Ia menatap Delicia dengan senyum miring yang mengesalkan.“Bawa ke sini barangnya,” kata Lucio menyuruh Khaleed.Khaleed pun mengambil sebuah plastik yang dimaksud oleh Lucio. Sementara Delicia bingung dengan keadaan saat ini.Jadi dia ke sana bukan untuk diwawancara? Atau dia akan diinterogasi oleh Lucio?“Silakan ambil ini.” Khaleed menyerahkan plastik itu pada Delicia. “Anda bisa membukanya sekarang.”Mendengar hal itu sebenarnya sudah membuat perasaan Delicia tak en
“Calon istri katamu?” tanya Lucio tak percaya. Sejak kapan dia setuju untuk menikah dengan Bellinda.Ketika dia diserang rasa penasaran, neneknya muncul dengan senyum seperti malaikat.“Sepertinya Bellinda sangat cocok untukmu. Meski tadi siang kamu sudah melakukan hal buruk padanya. Tapi dia masih menghubungiku untuk dapat bertemu denganmu secara langsung.”Lucio tak tahu apa maksud neneknya. Apa yang neneknya rencanakan pun dia tidak mengerti.“Maksud nenek?”“Tadi siang, aku datang ke interview itu karena nenekmu menyuruhku datang ke sana. Tapi kamu tidak tertarik padaku. Maka dari itu. Aku datang ke sini, mungkin perasaanmu sudah berubah,” jawab Bellinda.“Bagaimana? Bellinda cantik kan?”Lucio menatap Bellinda. Wanita itu sama sekali bukan tipe idelnya.“Kenapa wajahmu seperti itu?” Neneknya bertanya pada Lucio setelah melihat cucunya memasang wajah tak suka. “Aku—aku belum ingin menikah.”“Belum ingin menikah? Memangnya mau sampai kapan kamu mau menikah? Kamu saja tidak ada kein
“Sial aku terlambat!” Delicia mengutuk dirinya sendiri ketika melihat jarum jam sudah menujukkan di angka dua.Padahal mereka akan berjanji bertemu di restoran itu pada jam dua siang ini. Namun dia malah membuat kesalahan besar karena sudah membuat lelaki itu menunggu di restoran.Tak mau membuang waktunya. Delicia langsung mengganti pakaiannya. Dia mencuci muka dan menggosok gigi tanpa mandi.Rambut yang berantakan dan lepek dia sisir dan diikat cepol ke atas. Setidaknya itu dapat menutupi jika sudah satu minggu ini dia tidak keramas.Karena tak mungkin naik bus. Akhirnya Delicia sengaja memesan taksi agar dia tidak terlalu banyak menghabiskan waktu di jalan.Sementara itu di tempat lain dan di waktu yang sama.Lucio sudah menghabiskan tiga gelas air putih yang ada di meja. Hingga ia merasa malu pada karyawan restoran yang bertanya padanya apakah sudah siap memesan makanan atau belum.Ia melirik ke arah Khaleed yang juga gusar menunggu kedatangan Delicia.“Bagaimana kalau kita makan s
Delicia melihat ke dalam lemarinya. Ia mendengus ketika menyadari jika dia tidak memiliki gaun yang bagus untuk dirinya kenakan nanti untuk bertemu dengan nenek Lucio.Jika saja dia memiliki uang untuk ganti rugi. Mungkin dia tak akan sudi untuk menemani lelaki itu apalagi pura pura menjadi kekasihnya meski dalam satu hari.Namun sayangnya dia juga tak punya uang sebanyak itu untuk ganti rugi.Delicia terduduk di atas kasur. Mengamati gaun yang sama sekali tidak update dan terbilang ketinggalan zaman.Karena sejak dia tidak memiliki kekasih. Dirinya tidak pernah membeli pakaian bagus dan mahal. Uangnya kebanyakan ia tabung dan untuk membeli makanan yang enak.Bel bintu berbunyi. Ia tahu jika bukan Andres pasti si ibu ibu yang menagih uang sewa apartemennya.Namun Delicia merasa lega saat ini ketika mendapati Andres berada di depan pintu dan memperlihatkan sebuah paper bag dan ada tulisan sup ayam ibu yang memang makanan kesukaan mereka berdua.Delicia buru buru membukanya dan melihat A
“Apa aku mengganggumu?” tanya Dolores ketika dia sudah berdiri di ambang pintu ruang kerja Lucio.Lucio melepaskan kacamatanya. Ia melirik jam di laptopnya yang sudah menunjukkan pukul satu malam.“Tidak. Ada apa?” tanya Lucio. Ia bersedekap dan menatap neneknya menyelidik. “Jangan katakan kalau ini masalah makan malam akhir pekan. Aku sudah mengajak kekasihku untuk datang, oke.”“Bukan itu kok.” Dolores tersenyum. Ia duduk di sofa yang ada di tengah ruangan.“Lalu?” Melihat neneknya yang sepertinya ingin berbicara serius dengan Lucio. Lelaki itu pun berdiri dan duduk di kursi yang berbeda dari Dolores.“Masalah Rebecca,” katanya pelan.“Rebecca? Ada apa dengannya?”Dolores tampak gusar. Namun dia menyembunyikannya dengan baik di depan cucunya.“Dia akan tinggal di sini mulai hari ini. Tidak apa apa, kan?”Lucio mendengus. “Nenek bertanya kepadaku, sementara dia sudah tinggal di sini. Lalu apa gunanya menanyakan hal itu kepadaku?”Dolores mengalihkan matanya. Masalah Lucio dan Rebecca
Dua hari telah berlalu sejak kejadian hari itu. Kini Delicia telah berada di sebuah motel untuk tempat tinggalnya sementara. Setidaknya dia harus berada di sana sebelum acara makan malam itu tiba.Karena tak mungkin baginya untuk kembali pulang ke kampung halamannya dan kembali lagi ke kota hanya untuk datang ke rumah neneknya Lucio.Ponsel Delicia menyala. Kemudian mati lagi. Hal itu sudah berlalu sampai beberapa kali.Ketika ia mengintipnya. Nama Andres muncul memanggilnya. Namun Delicia tak mau berbicara dengan Andres.Entahlah, apakah dia marah pada lelaki itu hanya karna terlalu malu untuk menghadapi Andres.Meski selama ini Delicia merasa jika dia sudah terlalu banyak merepotkan Andres. Namun dia tidak menyangka jika akan mendengar hal menyakitkan itu dari mulut adiknya.Tak lama kemudian pesan muncul. Delicia membacanya.Andres: Kamu ada di mana sekarang? Apartemenmu sepi. Kata agen property kamu sudah pindah.Andres: Setidaknya katakan padaku kalau kamu baik baik saja.Delicia
“Siapa namamu?” tanya Lucio dengan dingin. “Aku bisa memecatmu besok, jika aku mau.”Maria mendelik sementara tangan temannya mencubit pinggang Maria agar segera menghentikan omong kosongnya.“Sudahlah sebaiknya kita pergi. Atau kita bisa mendapatkan masalah.”“Dengar ya, aku tak takut siapa kamu. Karena—” Maria tak melanjutkan kalimatnya. Dia sudah lebih dulu diseret pergi oleh temannya.“Sudahlah, kamu tidak tahu siapa lelaki itu?” tanya Renata.“Siapa memang dia? Aku tidak kenal.”Renata mengeluarkan ponselnya, kemudian dia mencari nama Lucio Valeega di pencarian. Dan nama itu muncul paling atas dengan jabatan yang membuat Maria menelan ludah keringnya berkali-kali.“Dia adalah cucu dari pemilik perusahaan Cortez.”“Tapi—bagaimana bisa Delicia, si gadis bodoh itu bisa—”“Maka dari itu. Kamu bisa saja dipecat kalau tadi aku tidak menarikmu ke sini.”“Itu bukan yang jadi masalah, Renata?! Tapi yang jadi masalah adalah bagaimana mungkin Delicia si gadis bodoh itu bisa mengenal Lucio?”
Delicia bisa saja langsung mengiyakan ajakan Lucio untuk menikah kontrak. Apalagi waktunya yang terbilang singkat. Hanya saja, dia tak mungkin memnbuat ayahnya khawatir kan?Dia menikah hanya dua tahun lebih beberapa bulan kemudian bercerai. ia pun menjadi janda. Dan hal itu pasti akan membuat ayahnya syok melihat nasib anaknya menjadi janda seperti itu.Tetapi, di sisi lain. Delicia merasa jika tawaran Lucio sangatlah menarik. Apalagi ketika mendengar kalau dia akan diberikan apartemen yang lebih bagus dari sebelumnya.Tidak hanya itu, dia bahkan akan diberikan pekerjaan setelah mereka bercerai. Pun dengan tunjangan perceraian, Lucio sudah menyanggupi hal itu. Dan itu semua sudah tertulis di surat kontrak tadi.Delicia memiringkan tubuhnya. Motel itu sangat pengap. Ia mengambil motel kelas bawah di mana tak ada jendela selain ventilasi udara di atas pintu.“Haruskah kuterima saja?” gumam Delicia. Dia pasti tidak akan tinggal di motel lagi.“Tapi—” Suara langkah kaki yang diseret terd
Lordes mendengar pertengkaran antara ayah dan ibunya. Dan secara tidak langsung dia tahu bagaimana sifatnya selama ini yang memang kurang baik.Setengah jam berlalu, ibu Lordes membawa makanan bersama dengan pelayan di belakangnya.Ada banyak makanan yang terhidang hingga membuat Lordes bingung.“Kamu sebelumnya tidak mau makan selama lima hari, makanya ibu khawatir,” kata ibu Lordes.“Kenapa? Kenapa aku tidak mau makan?”Ibunya diam saja.“Sudahlah, itu sudah berlalu, yang penting kamu mau makan sekarang,” kata ibu Lordes.Lordes pun menelan makanannya pelan pelan, setiap sendok makanan yang masuk ke dalam mulutnya membuat ibu Lordes merasa tenang dan lega.“Ibu tidak makan?”“Tidak, melihatmu makan sudah membuat ibu kenyang.”Lordes tersenyum.“Bu, kenapa aku asing berada di kamar ini?” tanya Lordes.“Itu karena kamu kehilangan ingatan kamu, Lordes. Tapi kata dokter ingatan itu akan kembali, karena bukan amnesia permanen.”“Begitu?”“Setidaknya, kamu bisa melupakan hal yang menyakit
“Bagaimana dengan urusanmu? Sudah selesai?” tanya Lucio ketika melihat Khaleed menyusulnya ke kantin di kantor.“Sebentar lagi akan selesai,” desahnya kemudian duduk.“Kenapa wajahmu murung?”Khaleed menggeleng.“Harusnya yang murung sekarang bukan kamu tapi aku,” keluh Lucio.“Kenapa? Masalah Delicia bukankah sudah selesai? Dia sudah pulang dan kesehatannya semakin membaik.”“Bukan seperti itu.”Lucio kemudian menceritakan semuanya kepada Khaleed, bahwa sejak kecelakaan Delicia menjadi sedikit berbeda. Delicia seperti jauh dari anaknya tapi perasaan untuk dirinya sama saja.“Bukannya kamu bilang kalau dia mengalami hilang ingatan sebagian? Mungkin karena itu, kan?”“Tapi, kenapa sifatnya bisa berubah? Aku sempat memergokinya berteriak pada Jose. Apakah Delicia seperti itu sebelum menikah denganku? Aku bertanya pada Jose, dan Delicia tidak pernah membentaknya meskipun sangat marah.”“Apakah karena efek kecelakaan?” tanya Khaleed.“Aku tidak tahu, aku bingung,” jawab Lucio yang dia sen
Sudah bermenit menit yang lalu, Nina hanya diam saja. Dia duduk di kursi sofa dengan tubuh menghadap ke arah jendela.Khaleed sudah memesan pizza, tapi sampai pizza itu dingin, Nina tak mau menyentuhnya sama sekali.“Aku sudah menghubungi ibumu, dan mengatakan untuk sementara kamu ada di sini,” kata Khaleed.Nina hanya mengangguk.“Kamu kenapa?”Khaleed duduk di sebelah Nina, tapi yang dia lihat hanyalah punggung Nina yang menyedihkan.Belum ada satu hari, Nina sudah berubah menjadi murung begitu.“Besok pagi, aku akan temani kamu ke kantor polisi,” kata Khaleed.“Pekerjaanmu bagaimana?”“Aku akan datang sedikit terlambat, aku sudah izin pada bosku.”Nina kemudian diam.“Kalau kamu diam, aku tidak tahu harus berkata apa lagi padamu. Aku tidak pandai menghibur, katakan padaku. Aku harus bagaimana?”“Terima kasih,” kata Nina pelan.Mata Khaleed melebar.“Karena sudah mau menolongku dan berkorban untuk gadis hina sepertiku.” Nina menenggelamkan wajahnya di antara kedua kakinya. “Aku malu
Khaleed berlari menuju rumah Nina, tahu bahwa pasti akan ada hal yang buruk akan terjadi.Dengan napas yang tersengal, Khaleed terus berlari agar tidak terlambat untuk menyelamatkan Nina.**Nina mendengar suara bel pintu berbunyi berkali-kali. Ia pikir Khaleed kembali karena ketinggalan barangnya.Akan tetapi, ketika Nina membuka pintu. Dia melihat suaminya sudah berada di depan pintu dengan senyum menyeringai.Nina mencoba untuk menutup pintu, tapi tenaganya tidak lebih besar daripada suaminya.“Biarkan aku masuk!” ujarnya dengan geram. “Kamu sudah membuatku menjadi bulan bulanan oleh rentenir!”Suami Nina masuk kemudian mendorong gadis itu sampai terjatuh di atas sofa.“Harusnya kamu menurutiku! Tak ada yang salah karena kamu membantu suamimu!”Suami Nina menamparnya membuat gadis itu takut gemetaran. Bayangan bayangan buruk itu telah terhempas sejak dia bersama dengan Khaleed. Sejak dia mengenal lelaki itu, dia merasa bahwa dirinya berharga.Namun, kini… saat dia bersama dengan su
Lima hari berlalu, Delicia yang tak lain adalah Lordes akhirnya bisa pulang ke rumah Lucio yang selama ini begitu dia inginkan.Pagi pagi sekali Lucio sudah menjemput istrinya dari rumah sakit.“Akhirnya aku bisa pulang,” kata Lordes dengan senang.“Pasti sangat membosankan di sini, kan?”Lordes mengangguk.“Oh ya, Lordes… dia sudah siuman. Tapi dia belum bisa banyak bergerak.”Bibir Lordes tiba tiba berkedut. Ia pikir Delicia akan koma untuk waktu yang lama agar dia bisa menikmati waktunya bersama dengan Lucio. Jika Delicia sadar, bagaimana jika wanita itu mengaku sebagai Delicia?Lucio yang melihat istrinya berhenti menoleh ke belakang.“Ada apa?”Lordes dengan tangan gemetar mencoba meraih tangan Lucio.“Aku tahu, kamu pasti takut dengan Lordes. Dia sangat nekat,” kata Lucio menambahkan.“Ya… ya.. aku sangat takut setelah tahu penyebab kecelakaanku adalah dia.”“Tak apa apa, ada aku di sini,” kata Lucio menenangkan.Ketika mereka melewati koridor. Tanpa sengaja melihat ibunya dari
Saat ini Lucio sedang berada di atas ranjang rumah sakit bersama dengan Delicia di mana jiwanya adalah milik Lordes. Lordes meminta Lucio agar menemaninya sampai dia pulang dari rumah sakit.“Bagaimana dengan anak anak tadi? Apakah mereka kecewa padaku?” tanya Lordes.“Tidak, mereka mengerti keadaanmu. Mereka mungkin masih kecil, tapi sifat mereka sudah dewasa,” jelas Lucio. “Jangan khawatir.” Lucio mengusap kepala Lordes dengan lembut.“Setelah keluar dari rumah sakit. Aku ingin kita berbulan madu,” ajak Lordes.Lucio diam.“Apa ada yang salah?”Lucio menggeleng. “Kamu kemarin menolak ajakanku berbulan madu karena ingin bersama dengan anak anak.”“Benarkah?”“Tapi kalau kamu ingin kita berbulan madu tak masalah.”“Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu.”Lucio tersenyum.“Aku akan mengaturnya nanti.”Lordes tidur memeluk Lucio. Dia merasa sangat bahagia karena setidaknya dia bersama dengan lelaki yang sangat dia inginkan selama ini.Meski berada di dalam tubuh Delicia, tapi dia
Khaleed membuka matanya perlahan. Kepalanya terasa sakit ketika dia mencoba untuk memegangnya.Kamar yang dia tempati tidak mirip seperti kamarnya. Apalagi ada sosok bayangan yang membuatnya terkejut.“Lucio? Kenapa kamu ada di sini?” tanya Khaleed bingung.“Harusnya aku yang bertanya padamu. Kenapa kamu ada di sini. Bukankah seharusnya kamu pulang ke rumah?”Khaleed diam.“Aku langsung datang ke sini waktu perawat menemukan nomor kontakku sebagai nomor darurat.”Khaleed tersenyum.“Jadi, siapa yang sudah membuatmu begini?” tanya Lucio.“Orang gila,” jawab Khaleed. “Dia memukulku dengan tongkat, di mana dia sekarang?”Lucio menaikkan bahunya. “Aku tidak tahu siapa yang kamu maksud. Tapi tadi di sini ada gadis yang menemanimu, saat aku datang dia langsung pergi. Dia siapa?”“Oh dia, dia istri dari laki laki yang memukulku.”Lucio membulatkan matanya. “Jangan berurusan dengan istri orang lagi, Khaleed. Aku sudah memperingatkanmu.”“Ini beda.”“Bagaimana jika kamu ditipu lagi?”“Sepertin
Suara ribut berasal dari bangsal yang dilewati oleh Khaleed. Awalnya dia ingin mengabaikannya dan terus berjalan saja. Akan tetapi dia tidak bisa diam saja ketika melihat seorang perempuan menjadi sandera seorang pasien menggunakan pisau buah.“Jangan mendekat atau kubunuh wanita ini!” ujarnya.Khaleed yang melihatnya menjadi jengkel. Apalagi lelaki itu hanya berani terhadap perempuan saja.“Jangan mendekat!” Bahkan petugas keamanan seakan tak mampu menangani preman tengik tersebut.Khaleed menggulung kemejanya sampai ke siku. Dia memutar jalan kemudian menjegal kaki lelaki tersebut hingga terjatuh. Pisau yang ia bawa terpental jauh darinya. Khaleed langsung meringkus lelaki yang ternyata tak ada apa apanya itu.Kepala dengan perban dan juga wajah penuh memar. Khaleed yakin jika lelaki itu bisa jadi baru saja dipukuli oleh orang orang yang membencinya.“Siapa kamu!” bentaknya sambil berusaha melarikan diri.“Aku? Aku manusia yang membenci laki laki sepertimu.”“Sialan! Lepaskan!”“Co
Delicia benar benar tidak senang melihat kedatangan Martin dan Jose. Karena dia sendiri bukanlah Delicia yang asli. Diam diam Lordes memikirkan cara bagaimana caranya agar tidak mengurus anak anak itu. Karena baginya yang terpenting adalah bersama dengan Lucio.“Sapa mama kalian,” kata Lucio.Martin dan Jose langsung menghampiri Delicia kemudian memeluknya.“Mama gak apa apa kan Pa?” tanya Martin.“Mama kapan bisa pulang?” kali ini Jose yang bertanya.Lucio pun menjelaskan pada mereka berdua bahwa mama mereka akan berada di sana selama lima hari.Lordes hanya diam saja, merasa asing dengan pemandangan itu. Dia benar benar tidak memikirkan jauh ke belakang bahwa Lucio dan Delicia sudah memiliki anak.“Mama masih sakit?” tanya Martin.Lordes memandang Lucio seakan meminta bantuan pada lelaki itu.“Apa kamu tidak ingat siapa mereka, Delicia?Lordes menggeleng pelan. Lucio terkejut.“Dia adalah Martin, dan sebelah Martin Jose. Kamu lupa?”Lordes tanpa ragu mengingat.“Tapi kamu ingat aku?