Terdengar helaan napas panjang dari Karamel Belva Agnesia yang tengah duduk di bawah sebuah pohon rindang. Blouse putih yang ia kenakan juga sudah tampak sedikit basah karena peluh.
Dia mengipaskan map coklat mudanya ke kanan dan kiri, untuk mengurangi rasa gerah yang melanda.Satu tangan lainnya, ia gunakan untuk mengurut-urut kakinya yang terasa pegal."Ke mana lagi aku harus mencari pekerjaan?" ujarnya dengan lemah.Bermodalkan ijazah SMA, Kara sudah mencoba melamar ke berbagai perusahaan. Sayangnya, hasi nihil yang didapat. Mereka semua menolak gadis itu dengan alasan tidak memenuhi kualifikasi.Tiba-tiba, selembar kertas terbang tertiup angin dan jatuh tepat di kakinya membuat gadis itu terkejut. "Eh? Apa ini?"[ Lowongan Kerja Pelayan di kediaman Alexandrio. Minimal Lulusan SMA. Gaji 2x UMR]Dibacanya seksama selebaran itu. Tak lama, senyum manis terbit di bibir Kara. Dia berdiri sambil mengepalkan tangannya dan mengangkatnya tinggi ke udara."Semangat Kara, solusi sudah di depan mata!" serunya penuh semangat. Gadis berusia 21 tahun itu bahkan tak peduli pandangan aneh yang orang-orang lontarkan padanya.Melihat ojek yang kebetulan lewat, Kara pun meminta untuk diantarkan ke alamat yang ada di selebaran itu. Dia sungguh berharap pada pekerjaan kali ini mengingat tabungannya sudah sangat tipis.Tak lama, gadis itu sampai.Kara turun dengan tergesa dan membayar ongkos ojeknya, kemudian berlari masuk ke dalam sebuah rumah mewah dengan nuansa putih yang membuatnya tampak elegan.Halaman depan rumah itu terlihat sangat luas, dengan rerumputan hijau dan beberapa pohon rindang yang melengkapinya.Dari samping rumah, terlihat para wanita dan pria membentuk sebuah barisan yang cukup panjang. Entah sudah berapa orang yang sedang berbaris di sana, namun Kara seakan tidak memperdulikan hal itu. Sejak bergabung ke dalam barisan, dia hanya sibuk merapikan pakaian dan rambutnya.Sorot matanya tiba-tiba terfokus ke arah jendela kaca yang berada tepat di sampingnya, yang memperlihatkan seorang pria berkemeja putih. Dari tempatnya berdiri, Kara bisa melihat dengan jelas wajah tampan pria itu. Bahkan, dia juga mendengar dengan jelas apa yang sedang pria itu bicarakan."Please, Ma. Aku masih ingin fokus dengan bisnisku!""Umurmu sudah kepala tiga. Sampai kapan kamu akan melajang? Segeralah menikah dan beri Mama cucu!" Meski suara wanita itu terdengar cukup jelas, namun Kara tidak bisa melihat sosoknya.Ketika sedang asik mendengarkan pembicaraan, suara wanita paruh baya tiba-tiba membuatnya terhenyak. "Lamaran Pelayan ke arah sini!"Konsentrasi Kara seketika kembali pada beberapa orang yang ternyata sudah berjalan ke depan. Ia berlari kecil, menghampiri seorang wanita paruh baya yang berdiri mengumpulkan map coklat muda.****"Karamel Belva Agnesia!" panggil wanita paruh baya yang tadi sempat memberinya beberapa pertanyaan. "Mulailah bekerja besok!"Mendengar dirinya diterima, tentu saja Kara sangat bahagia.Dia bahkan bangkit dari kursi dan mengucapkan banyak terima kasih pada wanita paruh baya yang biasa dipanggil Bibi Helena itu.Kara menjalankan training selama dua hari penuh. Pelatihan membersihkan rumah, hingga memasak. Kara yang sudah terbiasa dengan pekerjaan itu, membuatnya terlihat cukup lihai di mata Helena.Jiwa muda dan semangat Kara mengingatkan Helena pada rekannya dulu, juga tentang dia yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarga Alexandrio. Dengan pertimbangan itu, Helena menempatkan Kara di rumah Tuan Muda Pertama.Kediaman tuan muda pertama terletak di sebuah kawasan perumahan elite. Rumah bergaya modern dengan dua lantai, yang tidak terlalu besar maupun kecil."Tuan muda tidak memiliki banyak permintaan tentang makanan. Dia hanya tidak suka sesuatu yang berlemak. Selain itu, hidungnya juga cukup sensitif terhadap bau yang menyengat dan debu." Helena menjelaskan kepada dua orang wanita yang ia bawa ke rumah Tuan Muda Pertama. "Jadi kalian harus memperhatikan wewangian di rumah ini. Debu-debu juga harus dibersihkan dengan baik. Jangan menimbun sampah, karena Tuan Muda tidak menyukainya."Belum selesai Helena berbicara, suara mesin mobil sayup-sayup terdengar dari luar. Tidak lama setelah itu, seorang pria dengan kemeja putih berjalan masuk sambil memijat keningnya. Helena dan dua orang maid baru lainnya segera menunduk dan memberi salam."Tuan Bara, mereka maid baru yang saya pilih untuk mengurus rumah Anda," terang Helena.Pria bernama Bara itu hanya mengangguk. Dia bahkan tidak menatap wajah para maid barunya, apalagi menyapa mereka. Kakinya terus melangkah melewati mereka, menuju ke arah dapur."Jadi namanya Bara," gumam Kara dalam hati.Manik mata Kara dari awal sudah terfokus pada wajah Bara. Wajah yang pernah dia lihat dari balik jendela di kediaman utama. Wajah karismatik dengan sorot mata lembut, alis yang tidak terlalu tebal dan juga bulu-bulu tipis di sekitar rahangnya.Tepat ketika Bara berjalan melewati dirinya, bau harum woody yang maskulin bercampur dengan wangi apel menyegarkan dan menenangkan berhasil membuat dua maid itu menoleh. Pandangan mereka langsung tertuju pada Helena yang sibuk menuang air minum."Apa nyonya membicarakan tentang pernikahan lagi?" tanya Helena.Bara mengangguk kecil, "Em, mereka terus menekanku beberapa hari ini. Bahkan wanita itu juga—" Bara tiba-tiba menghentikan kalimatnya dan menghela napas panjang. "Sudahlah, lupakan saja! Tolong urus mereka dulu, Bibi Helena."Bara membawa segelas air yang baru saja dituangkan Helena, lalu pergi ke kamarnya. Dengan tergesa ia membuka laci dan mengambil sebotol obat, kemudian meminum 2 butir pil di dalamnya. Setelah itu, ia merebahkan dirinya ke kasur tanpa melepas baju ataupun sepatunya.Tekanan dari orang tua serta kekasihnya untuk segera menikah, sungguh membuat kepala pria itu sakit setiap kali mendengar desakan mereka. Dia bahkan perlu minum obat untuk mengatasi sakit kepalanya.Sebenarnya, dia sendiri sudah ingin menikah. Hanya saja, ada satu alasan yang membuatnya takut, bahkan tidak bisa melangkah lebih jauh dengan sang kekasih. Namun hal itu tidak bisa ia sampaikan atau dijelaskan dengan mudah pada siapapun, termasuk pada orang tuanya sendiri.Sayangnya, desakan itu masih terus berlanjut selama beberapa hari terakhir, hingga pada akhirnya membawa Bara ke sebuah bar.Dia pikir mabuk bisa membuat pikirannya sedikit tenang, karena obat yang biasa ia minum rasanya sudah tidak lagi efektif."Phobia sialan!" umpat Bara yang berjalan masuk ke rumahnya dengan terhuyung, berusaha membuat langkah kakinya stabil.Namun 3 botol whisky dengan kadar alkohol tinggi membuat kepalanya pusing, dan pandangan matanya juga menjadi buram. Dia bahkan tidak sengaja menyandung kaki meja, hingga membuat Bara hampir saja terjungkal.Beruntung, malam itu adalah giliran Kara untuk bekerja."Tuan, awas!"Kara menahan tubuh Bara dengan kedua tangannya, membuat tubuh pria itu tak sampai jatuh tersungkur ke lantai.Namun bukannya bernapas lega, Kara justru membulatkan matanya dengan napas yang tertahan.Mereka berciuman!Bibir keduanya saling menempel. Aroma peppermint dan rose yang menguar, membuat Bara justru menginginkan hal yang lebih. Buai hasrat sesaat membuat Bara membuka sedikit mulutnya, kemudian memasukan lidah tak bertulang itu kedalam bibir Kara, seorang Maid yang baru bekerja di rumahnya selama beberapa hari. Rasa manis bercampur sedikit getir dari sisa alkohol yang ia minum, mulai terasa menyapa indra pengecapnya.Kara yang terkejut hanya bisa terdiam ketika lidah sang majikan mengeksplor, menyesap dan menggigit bibirnya tanpa permisi. Bahkan sampai saat Bara tersadar dan melepaskan ciumannya, Kara masih terdiam mematung di tempatnya tanpa mampu berbuat apa-apa."Sial! Apa yang baru saja kulakukan?" rutuk Bara dalam hati. "Aku, mencium pembantuku sendiri?"Karena terlanjur malu atas sikapnya yang diluar kendali, Bara memilih untuk berpura-pura mabuk dan berjalan kembali ke kamarnya dengan sempoyongan. Dia bahkan membuat aktingnya menjadi semakin paripurna, dengan cara berpura-pura mena
"Apa-apaan itu?" gumam Kara pelan, "Kiss ... kiss apa? Kissing partner katanya?" Pemikiran buruk tentang Bara pun tercipta. Awalnya, Kara berpikir jika Bara adalah sosok pria yang penuh wibawa. Tapi nyatanya, dia hanyalah tuan muda cabul, tidak beretika dan sangat mesum. Yah, seperti itulah pendapatnya, setelah ia mendengar penawaran Bara.Dia bahkan tidak mau peduli dengan alasan yang Bara lontarkan, tentang phobia atau apalah itu. Menurut Kara, itu hanya sebuah trik licik.Namun disisi lain. Bara yang masih berdiri ternganga, merasa sangat kesal. Tentu saja, ini pertama kalinya dia mendapat penolakan. Padahal, biasanya Bara lah yang menolak para wanita yang mencoba mendekatinya.Ambisi untuk menaklukan Kara tiba-tiba tumbuh hanya dalam semalam, Bara seolah merasa tertantang untuk menghadapi penolakan dari gadis yang baru bekerja padanya selama beberapa hari itu.Sejak kejadian malam itu, setiap tindakan Kara selalu mendapatkan tatapan dingin dari Bara. Bahkan saat dia memasak, Bara
Kara kembali ke kediaman Bara dengan pikiran yang kacau. Dia bahkan sempat melewatkan satu pemberhentian lantaran melamun, memikirkan cara lain untuk mendapatkan uang selain setuju dengan tawaran sang majikan.Pergulatan batin dirasakan Kara selama beberapa hari. "Sepertinya aku tidak punya pilihan lain," gumam Kara lirih, dengan wajah sendunya.Sampai akhirnya, dia yang sudah berada diambang keputusasaan hanya memiliki satu pilihan, yaitu menerima tawaran dari majikannya.Hari telah larut, jam dinding pun sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kara yang sudah menyiapkan tekad untuk membicarakan hal itu dengan Bara, terlihat duduk di sofa menunggu kepulangan sang majikan sambil menahan kantuknya. Hingga akhirnya, suara pintu terbuka pun terdengar.Kara terkesiap dalam hitungan detik. Dia langsung bangkit berdiri sambil berkedip beberapa kali, mencoba membuat matanya yang sudah berat kembali terbuka secara sempurna."Ayolah Kara, kau pasti bisa!" seru Kara dalam hati.Kenyataan bahwa dia ma
Sang Mentari mulai naik dari peradabannya, setelah membuat setengah dari bumi gelap tanpa cahaya. Dia menyisingkan sinar yang begitu terang hingga membuat mata silau.Namun anehnya, burung-burung justru menyambutnya dengan kicauan merdu. Bahkan angin pun begitu, dia bergerak sepoi-sepoi menebarkan bau embun yang sangat khas.Waktu masih menunjukkan pukul 8 pagi, tetapi para maid di kediaman Bara sudah terlihat sangat sibuk, termasuk Kara. Gadis itu terlihat sangat amat sibuk membersihkan tempat tidur yang ada di kamar tamu. Meski tidak terpakai, selimut dan sprei tetao diganti setiap minggunya.Bara yang kebetulan sudah selesai bersiap untuk bekerja, sedang berjalan melewati kamar tamu. Pandangan matanya tiba-tiba terfokus pada Kara. Dia bahkan menghentikan langkah kakinya untuk bisa menatap gadis itu sedikit lebih lama.Baju maid yang berupa dress hitam, berpadu dengan renda putih di beberapa bagian seolah memperlihatkan tubuh sexy Kara. Kaki putih mulus nan bersih, dengan rambut yan
Kini, semua mata tertuju pada seorang pria berjas hitam yang berdiri dengan santai usai menerobos masuk begitu saja. Kedatangan pria itu bahkan membuat pemimpin dari para preman bangkit berdiri."Siapa kau?" tanya sang bos preman dengan nada ketus, sambil menunjukkan wajah tak suka lantaran kesenangannya di usik.Namun bukannya segera menjawab, pria yang ditanya justru menoleh ke sekeliling seolah tidak tahu siapa yang dimaksud, "Kau bertanya padaku?"Tindakan pria asing yang bahkan tidak dikenal oleh Kara itu, tentu saja membuat emosi para preman tersulut. Tanpa basa basi, bos dari para preman langsung menyuruh anak buahnya untuk menyerbu.Setidaknya ada lima orang yang menyerbu dalam waktu bersamaan. Beberapa pukulan dilayangkan, tetapi tidak ada satupun yang mengenai pria itu. Sampai akhirnya, dua orang yang memegangi kaki Kara pun ikut bertarung."Hei, hei! Satu lawan tujuh, itu tidak adil!" teriak seorang pria sambil berjalan masuk dengan santainya di tengah pergulatan.Kedatanga
Melihat tangan Bara yang siap menarik pelatuk dan membuat timah panas itu melesat menembus kepalanya, tentu saja membuat pria bertubuh kurus itu ketakutan. "Ba-baik. Sa-saya akan membuatkan tanda lunasnya!" Tidak sampai dua menit. Dia yang sejak tadi sibuk menulis tanda bukti lunas, kini berjalan menghampiri Bara dengan gugup dan menyerahkan tanda buktinya.Bara menarik secarik kertas dari tangan pria itu, kemudian mengajak Kara pergi dari sana. Namun belum sempat ia keluar dari pintu, Bara sempat berpesan."Jika aku menemukan salah satu dari kalian mengacau lagi. Maka jangan menyesal jika tangan ini melewati batasnya!"Mereka bertiga pun pergi meninggalkan bangunan tiga lantai yang sangat pengap dan tidak bersahabat itu, menuju mobil. Bara terlihat berjalan lebih dulu, disusul oleh Kara dan Zee yang berjalan beriringan. Ketika masuk ke dalam mobil pun begitu. Bara sengaja masuk lebih dulu dengan membiarkan pintu mobilnya terbuka, berharap Kara cukup peka. Namun gadis itu justru mem
"Se-sekarang? Disini?" tanya Kara yang sudah pasti terkejut dengan permintaan tiba-tiba dari Bara. Tentu saja Kara sangat canggung jika harus memberikan service pertamanya saat itu, karena tak hanya ada mereka berdua di dalam mobil.Bara menatap Kara dan mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa? Bukankah di dalam kontrak tidak tertulis tempat dan waktu dimana kau harus melakukan tugasmu?" GLEK!Kara menelan kasar salivanya. Memang benar tidak ada penjelasan tentang tempat dan waktu di dalam perjanjian itu. Kapan dan dimana, semua terserah pada Bara. Hanya saja, dia tidak menyangka jika Bara akan meminta hal itu pada keadaan yang menurutnya kurang memungkinkan.Kara mengalihkan pandangannya ke depan, dan melihat Zer yang tengah mengubah posisi kaca tengahnya. Sepertinya, pria muda itu sangat ahli dalam memahami situasi. Terutama jika hal itu menyangkut urusan Bara."Ba-baiklah. Tapi sebelumnya, saya meminta maaf jika pelayanan pertama saya kurang memuaskan."Ketika Kara sibuk berbicara, t
Napas Bara perlahan menjadi sedikit cepat, pendek, dan berantakan. Tubuh yang semula hangat, langsung menjadi dingin dalam hitungan detik.Usahanya untuk bisa mencium sang kekasih, pada akhirnya harus kandas di jarak yang masih jauh. Dia pun langsung bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Alexa tanpa sepatah katapun.Pria bertubuh kekar dengan kemeja putih itu, langsung berlari masuk ke dalam toilet. Rasa mual di perut yang sudah tidak bisa ditahan, akhirnya ia keluarkan. Suara Bara yang sedang muntah secara tidak sengaja terdengar samar di telinga Alexa, membuat gadis itu semakin jengkel dengan respon sang kekasih.Padahal sebelum datang menemui sang kekasih, dia sudah memastikan mulutnya tidak bau. Dia bahkan menyemprotkan banyak pewangi mulut. Namun tetap saja hal itu tidak bisa membuat sang kekasih memberinya sebuah kecupan."Sial! Kenapa masih belum bisa? Dimana letak kesalahannya?"Bara langsung keluar setelah perutnya merasa lebih baik. Niat hati ingin meminta maaf pada Alexa,
"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas
Kejadian itu cukup viral dan masuk ke beberapa media, jadi wajah kalau Johan perlu waktu lama untuk self healing nya. Saat Kara dan Moon tekun dengan kerjaannya, Angela terus mengobrol bersama Britany. Sesekali mereka melihat ke arah Kara dari ujung mata mereka.Kara bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja Kara malas untuk ambil pusing. Prinsip Kara masih sama, Anjing menggonggong, Kara tetap berlalu.Jadi apapun yang mereka sedang bicarakan dan yang akan mereka bicarakan, Kara sih tetap akan tidak peduli sama sekali.Volume suara Angela dan Britany pun mulai bertambah."Benarkah seperti itu El?"Angela memanggil nama kecil Britany yang biasa nya hanya Bara yang memanggil Britany dengan panggilan itu. "Angela, please.. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku sudah tidak ingin di panggil dengan nama itu. Kau membuat ku jadi teringat EMPAT TAHUN KU BERSAMA Bara. MEMBUAT KU TERINGAT BAGAIMANA KAMI MERAJUT CINTA SEWAKTU KAMI KULIAH DULU." Ucap Britany yang terdengar sangat nyar
Bara menarik pinggang Kara dan memeluk Kara sesaat untuk merasakan ketenangan dalam pelukan itu."Yakin tetap mau ngantor?" tanya Kara sekali lagi sambil mengelus kepala suaminya."Heem...kalau gitu sarapan itu di makan dulu ya?" tunjuk Kara pada roti bakar dan segelas susu yang dibawakan oleh pelayan ke kamar."Apakah roti dan susu itu sudah di tambahkan garam?" Tanya Bara. Sejak sadar lidah nya eror, Bara selalu mengecek makanannya sebelum dia makan.Karena keanehan lidahnya Bara minta di taburi garam dulu untuk makanan yang biasanya di taburi gula or yang biasanya terasa manis. Sedang kan untuk makanan yang biasanya gurih Bara minta di taburi gula."Bara.. itu roti bakar dan susu normal. No garam. Ibu sudah mengatakan kalau kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam Bara. Tidak baik untuk kesehatan mu."Tegah Kara."Sayang kau tahu sendiri kan keadaan ku saat ini. Jujur saja sebenarnya aku sangat lapar." Rengek Bara."Heemm ... Kalau begitu bagaimana kalau aku saja yang suap
Di pagi hari yang cerah ini, Kara tampak tengah mengupas apel, sedangkan Bara yang baru saja sampai di meja makan itu langsung mengambil sepotong apel yNg sudah dipotong Kara tadi lalu memakannya.Namun anehnya Bara justru memuntahkan kembali apel dengan wajah jijiknya, seolah itu adalah makanan paling menjijikkan yang pernah ia makan."Sayang, kau itu kenapa?" tanya Kara panik sambil memberikan tisu pada suaminya."Sayang apakah apel ini kau taburi garam? Kenapa rasa nya asin sekali?" Ucap Bara sambil mengelap bibir kemudian mengelap lidahnya."Garam? Memang nya ada orang makan apel pakai garam? Kau ini ada-ada saja." Kara pun mengambil sepotong apel yang sama yang di makan Bara tadi. "Heeem... ini manis kok! Tidak terasa asin sama sekali." Tukas Kara sambil mengambil satu potong lagi dan memberikan nya pada Bara."No! "Bara langsung menolak apel tersebut.Kara pun akhirnya memakan apel yang di tolak Bara tadi."Ya sudah kalau gitu aku minta di buat kan jus mangga aja gimana?" tawar