"Apa-apaan itu?" gumam Kara pelan, "Kiss ... kiss apa? Kissing partner katanya?"
Pemikiran buruk tentang Bara pun tercipta. Awalnya, Kara berpikir jika Bara adalah sosok pria yang penuh wibawa. Tapi nyatanya, dia hanyalah tuan muda cabul, tidak beretika dan sangat mesum. Yah, seperti itulah pendapatnya, setelah ia mendengar penawaran Bara.Dia bahkan tidak mau peduli dengan alasan yang Bara lontarkan, tentang phobia atau apalah itu. Menurut Kara, itu hanya sebuah trik licik.Namun disisi lain. Bara yang masih berdiri ternganga, merasa sangat kesal. Tentu saja, ini pertama kalinya dia mendapat penolakan. Padahal, biasanya Bara lah yang menolak para wanita yang mencoba mendekatinya.Ambisi untuk menaklukan Kara tiba-tiba tumbuh hanya dalam semalam, Bara seolah merasa tertantang untuk menghadapi penolakan dari gadis yang baru bekerja padanya selama beberapa hari itu.Sejak kejadian malam itu, setiap tindakan Kara selalu mendapatkan tatapan dingin dari Bara. Bahkan saat dia memasak, Bara berpura-pura membaca laporan sambil menatapnya diam-diam.Ketika bersih-bersih pun, tatapan pria itu masih menatapnya dengan tajam, membuat Kara merasa seperti diintai oleh harimau yang ingin menjadikannya sebagai santapan makan siang.Perlakuan Bara sudah pasti membuat Kara tidak nyaman. Gadis itu pun mencoba berbicara pada Helena untuk dipindahkan ke tempat lain. Namun sayangnya, sebelum dia berbicara pada Helena, Bara sudah lebih dulu mendahuluinya."Apa ada masalah di sana?" tanya Helena ketika Kara mengutarakan keinginannya."Ti-tidak. Itu hanya—" Perkataan Kara tiba-tiba tertahan.Dia sendiri juga merasa bingung harus memberikan alasan seperti apa pada Helena. Tidak mungkin jika dia menjadikan tawaran sang tuan muda sebagai alasan, karena ia yakin jika Helena pasti tidak akan mempercayainya."Kamu baru beberapa hari bekerja. Jika pekerjaan ini terasa berat, kamu bisa mengundurkan diri," terang Helena tanpa basa-basi.Sontak saja ucapan Helena membuat Kara gelagapan, "Tidak! Maaf, Bibi Helena. Saya kehilangan fokus sesaat. Saya akan bekerja lebih giat lagi.""Bagus. Aku menyukai pekerjaanmu yang rapi dan cekatan, Kara. Jadi, bertahanlah."Kara mengakhiri panggilan teleponnya, kemudian menghela napas kasar. Helena benar-benar tidak mudah dibujuk dengan alasan apapun, seperti rumor yang beredar di kalangan para pekerja.Pada akhirnya, dia mencoba untuk tetap bertahan, meski Bara terus menatapnya seperti seekor kelinci yang akan menjadi santapan. Hingga akhirnya, satu minggu pun berlalu setelah tawaran dari Bara.Hari itu Kara mendapatkan tugas untuk berbelanja kebutuhan di luar bersama Jefri, supir paruh baya yang sudah mengabdi pada keluarga Alexandrio selama lebih dari 10 tahun.Beberapa barang kebutuhan sudah berhasil dibeli oleh Kara, ketika tiba-tiba ia mendapatkan panggilan telepon dari kakak laki-lakinya."Kara, kamu ada dimana? Para preman itu datang lagi, dan memukuli Ayah!"Dengan panik, Kara menyuruh Jefri pulang lebih dulu dengan membawa barang belanjaan. Sedangkan dia buru-buru kembali ke rumah.*Beberapa menit berselang, sampai Kara tiba di sebuah kawasan yang bisa dibilang kumuh, dengan beberapa rumah dan bangunan yang terlihat tak terawat, bahkan hampir roboh. Salah satu diantara bangunan itu adalah milik keluarga Kara.Gadis dengan rambut panjang yang digelung rapi itu, terlihat berlari tergopoh-gopoh usai turun dari taxi. Melihat banyak orang berkerumun di depan rumahnya, membuat Kara semakin panik.Kara menerobos kerumunan tetangga yang sedang melihat sang ayah dihajar habis-habisan oleh para preman. Fokus Kara langsung tertuju pada sang ayah.Naas, tepisan tangan salah satu preman mengenai wajahnya, saat Kara hendak menyelamatkan sang Ayah. Kara pun jatuh tersungkur tak berdaya, namun dia buru-buru bangkit dan mengancam mereka sambil menunjukkan ponselnya."Berhenti atau kupanggil polisi!"Seketika, tiga preman bertubuh kekar itu menoleh dan menatap Kara yang memegang ponsel, bersiap memanggil polisi. Gertakan Kara akhirnya membuat para preman itu melepaskan sang ayah."Tidak bisa bayar, ambil rumahnya saja!" ucap pria bertubuh kurus tinggi yang sejak tadi berdiri bersandar pada sebuah mobil kuno berwarna biru.Seorang wanita paruh baya tiba-tiba saja berteriak dengan lantang, "Tidak! Tidak, jangan ambil rumahku!"Wanita bernama Viola itu buru-buru berlari menghampiri pria bertubuh kurus, dia berlutut dan memohon belas kasih padanya. Tak lama kemudian, seorang pria berusia 25 tahunan juga menghampiri pria itu."Kami pasti akan membayarnya. Adikku bekerja di kediaman orang kaya, dia akan membayar kalian dalam seminggu. Percayalah!"Perkataan sang kakak, tentu saja membuat Kara tertegun. Dia menoleh, melihat kakak dan ibu angkatnya dengan tega menjadikan dirinya sebagai tameng.Pria itu memincing tajam ke arah Kara, menatap dengan mata liciknya dari atas hingga ke bawah. Melihat baju maid hitam yang dipakai Kara, membuatnya sedikit percaya perkataan Eiden."Oke! Satu minggu lagi. Jika tidak bisa membayarnya, rumah ini jadi milikku!"Kaki Kara seketika lemas, saat orang-orang itu pergi meninggalkan mereka. Ada perasaan lega, ada juga rasa khawatir tentang janji yang disematkan Eiden.Namun, rasa kesal dan marah lebih mendominasi diri Kara. Dia mendekati Eiden, kemudian melayangkan tangannya di pipi sang kakak.PLAK!!"Apa kau sudah gila!" Kara meluapkan emosinya yang menggebu-gebu.Bukannya mendapatkan pembelaan dari sang ibu, wanita berumur 50 tahun itu justru membela kakaknya."Bukankah kamu sudah bekerja di tempat orang kaya? Setidaknya pinjamlah sedikit dari mereka, lalu cicil dengan memotong gajimu!"Mendengar kata-kata sang ibu, membuat Kara bertambah emosi. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat, berusaha menahan agar tidak meledak di depan umum. Hanya saja, perkataan sang ayah justru semakin memancing amarah dalam dirinya."Ibumu benar. Pinjam sedikit dari mereka, 200 ribu dollar hanya uang kecil bagi mereka."Tak hanya keluarganya saja yang terus memojokkan Kara, bahkan beberapa tetangga yang melihat pun ikut bersuara. "Benar, berbaktilah sedikit pada ayah dan ibumu, Kara. Mereka sudah memungut dan merawatmu, jangan tidak tau balas budi!"Mendengar kata-kata menyakitkan itu, membuat kara tersenyum miris. Benar, dia hanyalah anak pungut. Dia ditemukan di pinggiran sungai, oleh ayah dan ibunya saat dia masih bayi.Kara berbalik menatap beberapa tetangga yang belum juga pergi itu dan berkata, "Berbakti? Apa Anda yakin, Anda mengerti dengan benar arti kata berbakti? Selama 3 tahun ini aku bekerja siang dan malam untuk menghidupi keluarga ini! Menurut kalian, siapa yang hanya menonton serial di rumah, mabuk-mabukan dan berjudi?!" Kara menatap Eiden dengan tajam, "Apa kau pernah berpikir untuk mencari pekerjaan? Tidak kan?!"Kara menatap ketiga anggota keluarganya secara bergantian. Namun tak ada satupun dari mereka yang menampilkan raut wajah bersalah atau semacamnya, mereka justru menatapnya dengan tidak suka."Hutang 100 ribu baru saja selesai dibayar, dan aku harus bekerja dari siang sampai malam selama tiga tahun!" Kara masih meneruskan luapan emosinya. "Dan sekarang ... sekarang aku harus membayar lagi hutang yang dua kali lipat lebih banyak dari itu? Berapa lama aku harus bekerja untuk itu?!""Kamu mencoba berhitung dengan keluargamu sendiri? Ibu dan ayah sudah memungut dan membesarkanmu, Kara. Setidaknya bantulah sedikit. Itu tidak sebanding dengan pengorbanan mereka selama ini!"Perkataan Eiden berhasil membuat mata Kara memerah. Gadis itu tidak bisa berkata apapun lagi. Usahanya untuk menyadarkan keluarganya berakhir sia-sia. Alih-alih meneruskan perdebatan, Kara memilih pergi dengan membawa rasa kecewa, sedih dan emosinya."Haruskah aku merendahkan diri dan menerima tawaran Tuan Bara? Haruskah aku melakukan itu demi sebuah keluarga yang bahkan tidak pernah peduli dengan rasa lelahku?" batin Kara dengan menahan rasa sesak di dadanya.Kara kembali ke kediaman Bara dengan pikiran yang kacau. Dia bahkan sempat melewatkan satu pemberhentian lantaran melamun, memikirkan cara lain untuk mendapatkan uang selain setuju dengan tawaran sang majikan.Pergulatan batin dirasakan Kara selama beberapa hari. "Sepertinya aku tidak punya pilihan lain," gumam Kara lirih, dengan wajah sendunya.Sampai akhirnya, dia yang sudah berada diambang keputusasaan hanya memiliki satu pilihan, yaitu menerima tawaran dari majikannya.Hari telah larut, jam dinding pun sudah menunjukkan pukul 11 malam. Kara yang sudah menyiapkan tekad untuk membicarakan hal itu dengan Bara, terlihat duduk di sofa menunggu kepulangan sang majikan sambil menahan kantuknya. Hingga akhirnya, suara pintu terbuka pun terdengar.Kara terkesiap dalam hitungan detik. Dia langsung bangkit berdiri sambil berkedip beberapa kali, mencoba membuat matanya yang sudah berat kembali terbuka secara sempurna."Ayolah Kara, kau pasti bisa!" seru Kara dalam hati.Kenyataan bahwa dia ma
Sang Mentari mulai naik dari peradabannya, setelah membuat setengah dari bumi gelap tanpa cahaya. Dia menyisingkan sinar yang begitu terang hingga membuat mata silau.Namun anehnya, burung-burung justru menyambutnya dengan kicauan merdu. Bahkan angin pun begitu, dia bergerak sepoi-sepoi menebarkan bau embun yang sangat khas.Waktu masih menunjukkan pukul 8 pagi, tetapi para maid di kediaman Bara sudah terlihat sangat sibuk, termasuk Kara. Gadis itu terlihat sangat amat sibuk membersihkan tempat tidur yang ada di kamar tamu. Meski tidak terpakai, selimut dan sprei tetao diganti setiap minggunya.Bara yang kebetulan sudah selesai bersiap untuk bekerja, sedang berjalan melewati kamar tamu. Pandangan matanya tiba-tiba terfokus pada Kara. Dia bahkan menghentikan langkah kakinya untuk bisa menatap gadis itu sedikit lebih lama.Baju maid yang berupa dress hitam, berpadu dengan renda putih di beberapa bagian seolah memperlihatkan tubuh sexy Kara. Kaki putih mulus nan bersih, dengan rambut yan
Kini, semua mata tertuju pada seorang pria berjas hitam yang berdiri dengan santai usai menerobos masuk begitu saja. Kedatangan pria itu bahkan membuat pemimpin dari para preman bangkit berdiri."Siapa kau?" tanya sang bos preman dengan nada ketus, sambil menunjukkan wajah tak suka lantaran kesenangannya di usik.Namun bukannya segera menjawab, pria yang ditanya justru menoleh ke sekeliling seolah tidak tahu siapa yang dimaksud, "Kau bertanya padaku?"Tindakan pria asing yang bahkan tidak dikenal oleh Kara itu, tentu saja membuat emosi para preman tersulut. Tanpa basa basi, bos dari para preman langsung menyuruh anak buahnya untuk menyerbu.Setidaknya ada lima orang yang menyerbu dalam waktu bersamaan. Beberapa pukulan dilayangkan, tetapi tidak ada satupun yang mengenai pria itu. Sampai akhirnya, dua orang yang memegangi kaki Kara pun ikut bertarung."Hei, hei! Satu lawan tujuh, itu tidak adil!" teriak seorang pria sambil berjalan masuk dengan santainya di tengah pergulatan.Kedatanga
Melihat tangan Bara yang siap menarik pelatuk dan membuat timah panas itu melesat menembus kepalanya, tentu saja membuat pria bertubuh kurus itu ketakutan. "Ba-baik. Sa-saya akan membuatkan tanda lunasnya!" Tidak sampai dua menit. Dia yang sejak tadi sibuk menulis tanda bukti lunas, kini berjalan menghampiri Bara dengan gugup dan menyerahkan tanda buktinya.Bara menarik secarik kertas dari tangan pria itu, kemudian mengajak Kara pergi dari sana. Namun belum sempat ia keluar dari pintu, Bara sempat berpesan."Jika aku menemukan salah satu dari kalian mengacau lagi. Maka jangan menyesal jika tangan ini melewati batasnya!"Mereka bertiga pun pergi meninggalkan bangunan tiga lantai yang sangat pengap dan tidak bersahabat itu, menuju mobil. Bara terlihat berjalan lebih dulu, disusul oleh Kara dan Zee yang berjalan beriringan. Ketika masuk ke dalam mobil pun begitu. Bara sengaja masuk lebih dulu dengan membiarkan pintu mobilnya terbuka, berharap Kara cukup peka. Namun gadis itu justru mem
"Se-sekarang? Disini?" tanya Kara yang sudah pasti terkejut dengan permintaan tiba-tiba dari Bara. Tentu saja Kara sangat canggung jika harus memberikan service pertamanya saat itu, karena tak hanya ada mereka berdua di dalam mobil.Bara menatap Kara dan mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa? Bukankah di dalam kontrak tidak tertulis tempat dan waktu dimana kau harus melakukan tugasmu?" GLEK!Kara menelan kasar salivanya. Memang benar tidak ada penjelasan tentang tempat dan waktu di dalam perjanjian itu. Kapan dan dimana, semua terserah pada Bara. Hanya saja, dia tidak menyangka jika Bara akan meminta hal itu pada keadaan yang menurutnya kurang memungkinkan.Kara mengalihkan pandangannya ke depan, dan melihat Zer yang tengah mengubah posisi kaca tengahnya. Sepertinya, pria muda itu sangat ahli dalam memahami situasi. Terutama jika hal itu menyangkut urusan Bara."Ba-baiklah. Tapi sebelumnya, saya meminta maaf jika pelayanan pertama saya kurang memuaskan."Ketika Kara sibuk berbicara, t
Napas Bara perlahan menjadi sedikit cepat, pendek, dan berantakan. Tubuh yang semula hangat, langsung menjadi dingin dalam hitungan detik.Usahanya untuk bisa mencium sang kekasih, pada akhirnya harus kandas di jarak yang masih jauh. Dia pun langsung bangkit berdiri dan pergi meninggalkan Alexa tanpa sepatah katapun.Pria bertubuh kekar dengan kemeja putih itu, langsung berlari masuk ke dalam toilet. Rasa mual di perut yang sudah tidak bisa ditahan, akhirnya ia keluarkan. Suara Bara yang sedang muntah secara tidak sengaja terdengar samar di telinga Alexa, membuat gadis itu semakin jengkel dengan respon sang kekasih.Padahal sebelum datang menemui sang kekasih, dia sudah memastikan mulutnya tidak bau. Dia bahkan menyemprotkan banyak pewangi mulut. Namun tetap saja hal itu tidak bisa membuat sang kekasih memberinya sebuah kecupan."Sial! Kenapa masih belum bisa? Dimana letak kesalahannya?"Bara langsung keluar setelah perutnya merasa lebih baik. Niat hati ingin meminta maaf pada Alexa,
Derap langkah kaki terdengar nyaring di dalam rumah. Tidak ada suara atau kegaduhan sedikitpun, padahal beberapa menit yang lalu Bara baru saja mendapatkan informasi tentang kedatangan orang tuanya.Setengah jam ia tempuh perjalanan dengan mengebut, bahkan sempat menerobos lampu merah. Namun ketika datang, dia justru tidak melihat ada seorangpun yang menyambutnya.Bara hanya menghela napas kasar. Ada ekspresi lega yang tergambar di wajahnya, saat mendapati rumahnya dalam kondisi sepi. Yah, setidaknya dia tidak perlu mendengar ocehan dari sang ibu.Namun kegembiraan itu langsung buyar, ketika ia melihat Alfred sedang duduk di sofa. Pria tua yang rambutnya masih hitam karena disemir itu, langsung menaruh jari telunjuknya di bibir untuk memberi Bara sebuah kode agar tidak berisik.Ketika ia berjalan mendekat, barulah ia melihat sosok Evelyn yang sedang tidur sambil bersandar di pundak Alfred.Melihat sang ibu tertidur, Bara baru mengerti kenapa keadaan rumahnya begitu hening. Hal ini seo
Selesai menikmati makan malam dan bercengkrama sejenak, Alfred dan Evelyn pun memutuskan untuk menginap semalam. Bara tentu keberatan pada awalnya, tetapi ia tidak punya pilihan lain selain setuju.Bara langsung mengutus Kara untuk membersihkan kamar yang ada di lantai pertama, setelah Evelyn memutuskan bermalam dengan mendadak. Awalnya Eve tidak berencana untuk menginap di rumah Bara, namun entah karena hal apa keinginannya berubah setelah makan malam.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Rumah sudah sunyi senyap, lampu-lampu utama pun sudah padam sejak satu jam lalu. Evelyn dan Alfred juga sudah masuk ke dalam kamar mereka.Bara yang sejak tadi berada di ruang baca setelah mengobrol, tiba-tiba merasa sedikit sesak. Dia pun berjalan menuju rooftop untuk menghirup udara segar. Namun ketika ia membuka pintu rooftop yang terbuat dari kaca, sosok wanita dengan piyama berwarna emerald terlihat duduk di kursi. Suara pintu yang terbuka pun, membuat wanita itu menoleh."Tuan Bar
"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas
Kejadian itu cukup viral dan masuk ke beberapa media, jadi wajah kalau Johan perlu waktu lama untuk self healing nya. Saat Kara dan Moon tekun dengan kerjaannya, Angela terus mengobrol bersama Britany. Sesekali mereka melihat ke arah Kara dari ujung mata mereka.Kara bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja Kara malas untuk ambil pusing. Prinsip Kara masih sama, Anjing menggonggong, Kara tetap berlalu.Jadi apapun yang mereka sedang bicarakan dan yang akan mereka bicarakan, Kara sih tetap akan tidak peduli sama sekali.Volume suara Angela dan Britany pun mulai bertambah."Benarkah seperti itu El?"Angela memanggil nama kecil Britany yang biasa nya hanya Bara yang memanggil Britany dengan panggilan itu. "Angela, please.. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku sudah tidak ingin di panggil dengan nama itu. Kau membuat ku jadi teringat EMPAT TAHUN KU BERSAMA Bara. MEMBUAT KU TERINGAT BAGAIMANA KAMI MERAJUT CINTA SEWAKTU KAMI KULIAH DULU." Ucap Britany yang terdengar sangat nyar
Bara menarik pinggang Kara dan memeluk Kara sesaat untuk merasakan ketenangan dalam pelukan itu."Yakin tetap mau ngantor?" tanya Kara sekali lagi sambil mengelus kepala suaminya."Heem...kalau gitu sarapan itu di makan dulu ya?" tunjuk Kara pada roti bakar dan segelas susu yang dibawakan oleh pelayan ke kamar."Apakah roti dan susu itu sudah di tambahkan garam?" Tanya Bara. Sejak sadar lidah nya eror, Bara selalu mengecek makanannya sebelum dia makan.Karena keanehan lidahnya Bara minta di taburi garam dulu untuk makanan yang biasanya di taburi gula or yang biasanya terasa manis. Sedang kan untuk makanan yang biasanya gurih Bara minta di taburi gula."Bara.. itu roti bakar dan susu normal. No garam. Ibu sudah mengatakan kalau kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam Bara. Tidak baik untuk kesehatan mu."Tegah Kara."Sayang kau tahu sendiri kan keadaan ku saat ini. Jujur saja sebenarnya aku sangat lapar." Rengek Bara."Heemm ... Kalau begitu bagaimana kalau aku saja yang suap
Di pagi hari yang cerah ini, Kara tampak tengah mengupas apel, sedangkan Bara yang baru saja sampai di meja makan itu langsung mengambil sepotong apel yNg sudah dipotong Kara tadi lalu memakannya.Namun anehnya Bara justru memuntahkan kembali apel dengan wajah jijiknya, seolah itu adalah makanan paling menjijikkan yang pernah ia makan."Sayang, kau itu kenapa?" tanya Kara panik sambil memberikan tisu pada suaminya."Sayang apakah apel ini kau taburi garam? Kenapa rasa nya asin sekali?" Ucap Bara sambil mengelap bibir kemudian mengelap lidahnya."Garam? Memang nya ada orang makan apel pakai garam? Kau ini ada-ada saja." Kara pun mengambil sepotong apel yang sama yang di makan Bara tadi. "Heeem... ini manis kok! Tidak terasa asin sama sekali." Tukas Kara sambil mengambil satu potong lagi dan memberikan nya pada Bara."No! "Bara langsung menolak apel tersebut.Kara pun akhirnya memakan apel yang di tolak Bara tadi."Ya sudah kalau gitu aku minta di buat kan jus mangga aja gimana?" tawar