Sejak perbincangan malam hari itu, mereka berdua menjadi semakin dekat. Tapi meski begitu, keduanya tetap berada dalam batas masing-masing. Kara sendiri masih berbicara dengan sopan ketika berhadapan dengan Bara.Satu minggu berlalu tanpa terasa. Entah mengapa, bagi keduanya, waktu seakan berjalan begitu cepat. Pagi datang dalam beberapa jam, lalu dengan cepatnya berubah menjadi malam.Bara baru saja pulang bekerja, setelah melakukan pekerjaan ekstra yang tiba-tiba jadwalnya dimajukan. Dalam keadaan lelah dan mata sayu yang setengah mengantuk, pria itu berjalan masuk ke dalam rumah sambil melepaskan dasinya.Namun tiba-tiba saja manik mata Bara dikejutkan oleh sosok wanita berpakaian maid yang menyapanya dengan suara lembut. Suara yang terdengar tidak asing di telinga itu, membuat kedua mata Bara membelalak."Selamat malam, Tuan. Apa Anda membutuhkan sesuatu?" tanya Kara yang kebetulan berada di lantai pertama, pada saat Bara datang.Entah hal apa yang membuat Bara tiba-tiba kehilanga
Mentari perlahan merangkak keluar dari peradabannya. Sinarnya yang menerangi setengah bagian dari bumi disambut oleh kicau merdu burung-burung.Jam masih menunjukkan pukul 8 pagi, ketika Bara turun dari lantai 2 menuju meja makan. Hari ini dia bersiap satu jam lebih awal dari biasanya, mungkin karena ia masih harus menyelesaikan proyek."Selamat pagi, Tuan!" sapa dua maid yang sudah rapi, berdiri di dekat meja makan.Bara mengangguk sambil mengedarkan manik mata kecoklatan miliknya ke sekitar, seperti sedang mencari sesuatu. Siapa lagi jika bukan Kara? Namun Bara tidak menanyakan apapun tentang Kara pada para maid. Dia hanya menikmati sarapan seperti biasanya, kemudian berangkat bekerja seperti biasanya. Seakan tidak ada yang terjadi semalam.Hal itu jelas berbeda dengan Kara. Gadis itu rupanya masih menyimpan rasa malu, ketika teringat bagaimana cara dia memberikan service pada sang majikan. Sehingga, ia sengaja menghindar agar tidak bertemu dengan Bara.Beberapa hari berlalu, Bara
Kilatan cahaya melintas dengan cepat di depan mata Kara, bersamaan dengan perasaan aneh yang membuat hatinya merasa tidak nyaman setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Alexa.Apa itu sebuah pengakuan?Tentu saja tidak sesederhana itu. Namun perkenalan singkat itu, berhasil membuat Kara diam dan tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Beruntung, Bara datang di waktu yang tepat."Alexa!" panggilnya sedikit lantang usai berlari masuk ke dalam rumahnya, hingga berhasil membuat seluruh mata tertuju padanya."Oh, Sayang! Kamu sudah pulang?" Alexa pun langsung memeluk Bara dengan seulas senyum menyeringai.Namun Bara yang merasa sedikit risih, buru-buru mendorong tubuh Alexa agar melepaskan pelukannya."Apa yang kamu lakukan?" tanya pria itu."Aku hanya merindukanmu. Kebetulan lokasi pemotretan dekat, jadi aku mampir sebentar."Alexa mencoba untuk bergelayut manja di lengan Bara, bermaksud memamerkan kemesraan pada Kara. Namun Kara hanya memasang wajah datar dengan senyum
Evelyn mengerutkan keningnya dan kembali bertanya,, "Kau bilang kekasih siapa?" "Tuan Bara, Nyonya."Evelyn menaruh gunting tanaman yang sejak tadi dipegangnya ke atas meja. Lalu, ia menegakkan kepalanya dan menatap maid yang masih berdiri menunggu perintah."Suruh dia masuk!"Maid muda itu segera pergi setelah mendapat perintah dari Evelyn, dia mempersilahkan Alexa untuk masuk ke dalam dan bertemu dengan Evelyn."Halo, Tante," sapa Alexa sambil menaruh paper bag di samping meja, yang hanya di balas Evelyn dengan senyum singkat, sambil melirik dan menatap wajah wanita yang mengaku sebagai kekasih putra pertamanya itu. "Anda terlihat sangat sibuk. Maaf jika saya mengganggu anda dengan kedatangan yang mendadak," ucap Alexa ketika Evelyn hanya tersenyum samar."Aku juga minta maaf, sudah membuatmu melihat kekacauan ini," tegas Evelyn tanpa menatap Alexa yang duduk di depannya. "Kamu bisa langsung mengatakan keperluanmu, nona muda."Dua sudut bibir Alexa sedikit meninggi sesaat. Lalu ia
Alexa yang melihat Bara datang, buru-buru bangkit berdiri. Gadis itu terlihat panik, ia menoleh mengawasi sekitar seperti sedang mencari sesuatu. Sampai akhirnya ia melihat anak tangga yang tak jauh darinya.Dia pun berlari secepat mungkin menaiki anak tangga. Sedangkan Bara yang melihat aksi itu, langsung menyusulnya meski sempat menatap kemarahan di wajah Evelyn."Eve, ada apa ini?"Suara Emily yang datang menyapa membuat Evelyn menghela napas kasar. Dia menoleh, menatap wajah kakak iparnya dengan lesu. Sedangkan Emily yang baru datang dari Inggris, hanya bisa menatap heran."Kau tahu kisah cinta anak muda bukan? Itu mirip kamu dan kakak," jawab Evelyn datang menghampiri Emily, lalu memeluknya untuk sesaat."Apa dia kekasihnya Bara?" tebak Emily asal.Evelyn hanya menggedikkan bahunya, sebelumia mengajak Emily untuk duduk. Namun sebelum mereka berhasil duduk dengan nyaman, teriakan lantang Gabby terdengar dari luar."Sepertinya kita perlu melihat drama ini, Eve!" ucap Emily sambil me
Hela napas Evelyn terdengar jelas ditelinga Alfred. "Apa yang membuatmu panik? Mereka hanya bertunangan," jawab Evelyn dengan santai.Tidak ada respon dari Alfred setelah mendengar jawaban ambigu dari sang istri. Namun ekspresi kekecewaan Alfred terlihat jelas di mata Evelyn, melihat wajah suami yang menemaninya selama 30 tahun itu membuatnya merasa iba.Tak tega melihat wajah Alfred, Evelyn pun berbalik menghadap ke sebuah cermin. "Keadaan perusahaan sedang tidak stabil," jelasnya sambil melepas resleting bajunya. "Jika ada berita buruk sedikit saja, maka harga saham kita akan semakin menurun."Penjelasan Evelyn membuat Alfred menarik napas panjang. Tatapan mata pria tua itu masih tertuju pada sang istri yang sedang sibuk mengganti baju. Perlahan, kakinya melangkah dan membantu Evelyn menaikkan resleting baju yang baru saja dia kenakan."Sudah bertahun-tahun, Sayang. Kamu masih ragu? Aku akan mengatasinya sendiri, tidak perlu melibatkan anak-anak.""Aku tidak meragukan kinerjamu, Al.
Pesan dari sang ayah langsung membuat pria itu berlari masuk ke dalam kamar, sedangkan Xavier dan Gabby masih berdiri dengan wajah heran menatap sang ayah. Berharap, pria tua itu akan memberikan jawaban kepada mereka."Kenapa dengan wajah kalian?" tanya Alfred yang sebenarnya sudah bisa menebak rasa ingin tahu anak-anak mereka. "Kalian meragukan keputusan ibu kalian?" lanjutnya."Tentu saja! Ayah, katakan jika itu hanya kebohongan semata. Aku tidak ingin punya kakak ipar sepertinya!" keluh Gabby meluapkan keseganan dirinya menerima Alexa.Alfred tidak langsung memberi Gabby jawaban. Pria itu justru menoleh dan menatap wajah Xavier yang terlihat santai meski ada raut wajah penasaran yang tergambar samar-samar."Aku hanya punya satu pertanyaan. Ayah hanya perlu mengangguk atau menggelengkan kepala, maka aku sudah puas!" tegas Xavier. "Apa ini hanya sebuah negosiasi kosong yang ditawarkan ibu?"Mendengar pertanyaan Xavier, Alfred sontak tercengang. Dua bola matanya membulat, tetapi hanya
Senja sudah menyapa kemucuk bumi. Mentari pun telah tenggelam di sisi barat, dan hanya menyisakan sinar kekuningan menyeruak, berbaur dengan warna langit yang perlahan mulai kehilangan penerangan.Lampu-lampu di jalanan mulai menyala, memberikan penerangan bagi para pekerja yang kembali pulang. Lampu di rumah, serta gedung-gedung pun juga sudah dinyalakan jauh sebelum sang mentari terbenam dengan sempurna.Di Villa Luxury, suasana terlihat sedikit kacau. Tidak ada raut bahagia dari semua orang yang ada di sana. Para maid juga terlihat saling berbisik membicarakan pertunangan mendadak tuan muda mereka.Bara pun demikian. Dia terlihat duduk di sofa dengan raut wajah lesu, seakan tidak menginginkan acara pertunangannya sendiri. Begitu juga dengan kedua adiknya, serta Ansel yang sejak awal tidak menyukai Alexa.Hanya satu orang yang terlihat bahagia pada saat itu, yaitu Alexa yang sedang merias dirinya di bersama sang asisten di kamar tamu."Ku kira, kau akan menikahi pengurus rumahmu itu
"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas
Kejadian itu cukup viral dan masuk ke beberapa media, jadi wajah kalau Johan perlu waktu lama untuk self healing nya. Saat Kara dan Moon tekun dengan kerjaannya, Angela terus mengobrol bersama Britany. Sesekali mereka melihat ke arah Kara dari ujung mata mereka.Kara bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja Kara malas untuk ambil pusing. Prinsip Kara masih sama, Anjing menggonggong, Kara tetap berlalu.Jadi apapun yang mereka sedang bicarakan dan yang akan mereka bicarakan, Kara sih tetap akan tidak peduli sama sekali.Volume suara Angela dan Britany pun mulai bertambah."Benarkah seperti itu El?"Angela memanggil nama kecil Britany yang biasa nya hanya Bara yang memanggil Britany dengan panggilan itu. "Angela, please.. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku sudah tidak ingin di panggil dengan nama itu. Kau membuat ku jadi teringat EMPAT TAHUN KU BERSAMA Bara. MEMBUAT KU TERINGAT BAGAIMANA KAMI MERAJUT CINTA SEWAKTU KAMI KULIAH DULU." Ucap Britany yang terdengar sangat nyar
Bara menarik pinggang Kara dan memeluk Kara sesaat untuk merasakan ketenangan dalam pelukan itu."Yakin tetap mau ngantor?" tanya Kara sekali lagi sambil mengelus kepala suaminya."Heem...kalau gitu sarapan itu di makan dulu ya?" tunjuk Kara pada roti bakar dan segelas susu yang dibawakan oleh pelayan ke kamar."Apakah roti dan susu itu sudah di tambahkan garam?" Tanya Bara. Sejak sadar lidah nya eror, Bara selalu mengecek makanannya sebelum dia makan.Karena keanehan lidahnya Bara minta di taburi garam dulu untuk makanan yang biasanya di taburi gula or yang biasanya terasa manis. Sedang kan untuk makanan yang biasanya gurih Bara minta di taburi gula."Bara.. itu roti bakar dan susu normal. No garam. Ibu sudah mengatakan kalau kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam Bara. Tidak baik untuk kesehatan mu."Tegah Kara."Sayang kau tahu sendiri kan keadaan ku saat ini. Jujur saja sebenarnya aku sangat lapar." Rengek Bara."Heemm ... Kalau begitu bagaimana kalau aku saja yang suap
Di pagi hari yang cerah ini, Kara tampak tengah mengupas apel, sedangkan Bara yang baru saja sampai di meja makan itu langsung mengambil sepotong apel yNg sudah dipotong Kara tadi lalu memakannya.Namun anehnya Bara justru memuntahkan kembali apel dengan wajah jijiknya, seolah itu adalah makanan paling menjijikkan yang pernah ia makan."Sayang, kau itu kenapa?" tanya Kara panik sambil memberikan tisu pada suaminya."Sayang apakah apel ini kau taburi garam? Kenapa rasa nya asin sekali?" Ucap Bara sambil mengelap bibir kemudian mengelap lidahnya."Garam? Memang nya ada orang makan apel pakai garam? Kau ini ada-ada saja." Kara pun mengambil sepotong apel yang sama yang di makan Bara tadi. "Heeem... ini manis kok! Tidak terasa asin sama sekali." Tukas Kara sambil mengambil satu potong lagi dan memberikan nya pada Bara."No! "Bara langsung menolak apel tersebut.Kara pun akhirnya memakan apel yang di tolak Bara tadi."Ya sudah kalau gitu aku minta di buat kan jus mangga aja gimana?" tawar