Senja sudah menyapa kemucuk bumi. Mentari pun telah tenggelam di sisi barat, dan hanya menyisakan sinar kekuningan menyeruak, berbaur dengan warna langit yang perlahan mulai kehilangan penerangan.Lampu-lampu di jalanan mulai menyala, memberikan penerangan bagi para pekerja yang kembali pulang. Lampu di rumah, serta gedung-gedung pun juga sudah dinyalakan jauh sebelum sang mentari terbenam dengan sempurna.Di Villa Luxury, suasana terlihat sedikit kacau. Tidak ada raut bahagia dari semua orang yang ada di sana. Para maid juga terlihat saling berbisik membicarakan pertunangan mendadak tuan muda mereka.Bara pun demikian. Dia terlihat duduk di sofa dengan raut wajah lesu, seakan tidak menginginkan acara pertunangannya sendiri. Begitu juga dengan kedua adiknya, serta Ansel yang sejak awal tidak menyukai Alexa.Hanya satu orang yang terlihat bahagia pada saat itu, yaitu Alexa yang sedang merias dirinya di bersama sang asisten di kamar tamu."Ku kira, kau akan menikahi pengurus rumahmu itu
Setelah mendengar penjelasan dari sang Ibu, Bara pun sadar kalau dirinya tak boleh sampai terjebak dalam suasana. Hal yang perlu dia pikirkan sekarang adalah mengatasi problem selanjutnya yang mungkin bisa saja terjadi."Benar kata ibu, wanita lebih pintar berpura-pura tertindas dari pada menyembunyikan rasa jengkelnya. Dan itu terlihat jelas di wajahnya ketika cincin murahan itu kusematkan," batin Bara.Setelah Bara menyematkan cincin ke tangan Alexa, Alfred langsung mengangkat gelas berisi wine. Mengajak beberapa orang yang disana untuk bersulang atas pertunangan sang putra.Yah, meski pada akhirnya, mereka semua hanya menempelkan gelas di bibir dan tidak meneguk isinya. Seakan menunjukkan ketidaksukaan mereka pada Alexa.Gelas masih ada di tangan masing-masing, belum sempat di letakkan ke atas meja. Seorang maid terlihat berlari tergopoh-gopoh masuk ke dalam dari arah luar."Tuan Besar, Tuan Eraz sudah datang!" ucap salah seorang maid.Mendengar informasi itu, dua sudut bibir Alfred
Semilir angin berhembus sedikit kencang pada malam itu, membawa udara yang terasa sedikit dingin hingga menusuk sumsum, padahal musim akan berganti sebentar lagi.Saat ini, di rumah pribadi Bara sudah terlihat sepi setelah beberapa jam yang lalu sempat heboh lantaran kabar pertunangan tuan muda mereka yang di langsungkan secara mendadak di kediaman utama.Tuan muda yang selama ini mereka anggap sebagai sosok yang dingin, namun sangat peduli dengan para pekerjanya. Sosok pria penyendiri yang mereka ketahui tak pernah memiliki pasangan, apalagi sampai menimbulkan skandal.Kabar yang beredar diantara mereka tentu saja tidak luput dari telinga Kara. Gadis itu mendengarnya dengan jelas, tetapi masih berusaha untuk tidak percaya begitu saja.Namun setelah ia melihat sebuah foto, barulah ia percaya dengan kabar yang beredar. Secara sepintas, perasaan yang menurutnya aneh dan tak berdasar, telah berhasil membuat gadis itu terjaga hingga pukul 3 pagi."Oh, ayolah. Apa yang membuatmu terasa sesa
Begitulah yang Bara ucapkan, sebelum akhirnya ia berlari keluar dengan raut wajah kebingungan. Dia terus berjalan, menuruni tangga tanpa menggunakan alas kaki. Mungkin itu karena dia terlalu terkejut dan buru-buru menutupi rasa malunya.Ketika sampai di bawah, manik matanya langsung menemukan sosok Ansel yang sedang menikmati sarapannya. Tanpa banyak berkata, dia langsung menarik baju pria itu begitu saja."Hei! Hei, Bro!" teriak Ansel ketika Bara menarik bajunya dan menyeretnya pergi."Jangan banyak bicara, ikut saja!" ucap Bara terus menarik kerah baju belakang milik Ansel.Pria dengan raut wajah bingung itu lantas berhenti saat di depan mobil. la sempat merogoh saku, mencari kunci mobil miliknya. Namun sayangnya, dia tidak menemukan itu."Assh, sial!" keluh Bara kesal. "Dimana kunci mobilmu?""Di ... meja?" jawab Ansel sedikit ragu."Kalau begitu, cepat ambil itu ke dalam!""Memang kenapa? Apa ada hal penting?" Ansel menatap nanar wajah Bara yang terlihat bingung. Namun dirinya leb
Usai meluapkan rasa kesalnya, ia pun pergi dari kamar Bara. Tentu setelah kamar sang majikan itu kembali rapi.Kara baru saja turun ke bawah usai berurusan dengan kamar tuan mudanya, ketika Alexa masuk ke dalam sana untuk mencari keberadaan sang tunangan."Tuan Bara baru saja keluar bersama Tuan Ansel, Nona," ucap salah seorang maid yang terdengar oleh Kara.Dahi Alexa mengkerut mendengar penuturan maid itu, "Kemana dia pergi pagi-pagi begini? Bahkan dia tidak memberitahuku," pikirnya.Alexa hendak beranjak pergi lantaran usahanya bertemu Bara gagal. Namun saat ia hendak berbalik, manik matanya menangkap keberadaan Kara yang berdiri di ujung anak tangga. Entah mengapa, Alexa tiba-tiba mengurungkan niatnya untuk pergi. Dia melangkah sambil menatap Kara, lalu duduk di atas sofa dan menyilangkan kedua kakinya tanpa permisi lebih dahulu."Aku tau, berita pertunanganku dengan Bara pasti sudah kalian dengar," katanya tiba-tiba dengan angkuh. "Yah, karena semua serba mendadak, kami tidak pu
Setiap kalimat yang diucapkan oleh staf, terdengar begitu sopan sampai di telinga Kara. Meski pada kenyataannya, perkataan itu bagai sebilah pedang tanpa mata.Sambil memasang senyum palsu, ia mengambil dua paper bag itu dan berlalu pergi dari sana. Kakinya melangkah dengan asal, entah kemana dua kakinya membawa tubuhnya pergi.Senyum kecut terbit di bibir mungil Kara, "Ponsel tertinggal katanya? Bukankah itu memang di sengaja? Dia tidak membiarkan aku bersiap, bahkan untuk sekedar mengambil dompet dan ponsel."Marah, kesal, dan sedih. Semua berkumpul, menjelma menjadi sebuah anak panah yang langsung menembus dadanya. Membuat napas terasa sesak dan berat untuk beberapa saat.Rasanya ingin mengutuk, tapi tidak tahu harus mengutuk siapa. Dia benar-benar dibuat tak berdaya oleh keadaan, baik itu posisinya sebagai pembantu atau sebagai orang biasa yang tidak memiliki kekuasaan apapun.Kara terus berjalan sambil menenteng dua paper bag dan segelas es kopi pesanan Alexa, melangkah pulang de
Jawaban yang syarat dengan penekanan sebuah status itu, berhasil membuat Bara terperangah. Kedua bola matanya membulat penuh, menatap wajah Kara yang terlihat sedih namun tetap berusaha menampilkan seulas senyum.Hanya saja, gadis itu melupakan sesuatu, yaitu cara menyimpan air matanya agar tidak menggenang. Seperti saat ia menjawab pertanyaan sang majikan.Perasaan tak menentu yang tiba-tiba hadir dan bergejolak tanpa sadar. Antara marah, jengkel, dan suatu perasaan yang membuat hatinya merasa sedikit sakit. Bara sendiri tidak yakin, apa yang membuat perasaannya campur aduk seperti itu.Dalam hati, Bara berkata, "Tidak mungkin perkataan Ansel benar. Tidak mungkin!"Tepat beberapa jam yang lalu, Ansel dengan asal mengatakan jika semua sikap Bara selama ini pada Kara bisa jadi adalag sebuah rasa ketertarikan. Perasaan yang tumbuh secara spontan dan mendapat respon alamiah dari tubuh dan alam bawah sadarnya."Kau tahu? Cinta adalah sebuah perasaan yang dengan begitu dominan merasuk ke d
Setelah kejadian malam itu, semua berjalan seperti biasa. Bara menikmati sarapannya, lalu pergi bekerja. Pulang pun juga langsung tidur. Sesekali, dia melakukan meeting mendadak di ruang kerjanya. Semuanya berjalan normal, seolah tidak ada yang terjadi. Bahkan dua orang itu berbicara dengan normal, membahas menu yang ingin dia makan esok hari atau sesuatu yang dia inginkan."Pesankan aku makanan kesukaan ibu," pinta Bara pada Kara saat ia menikmati sarapannya."Anda akan mengunjungi Nyonya Besar?" tanya IsabelleBara mengangguk, sambil mengeluarkan sebuah kartu dari dompetnya. Sebuah kartu hitam dengan limit tanpa batas, langsung di sodorkan pada Kara untuk membeli pesanan yang ia minta."Apa saya boleh ikut, Tuan? Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan Nyonya Emily," lanjut Isabelle.Bara terdiam sejenak. Mencoba menebak hal yang membuat Isabelle ingin bertemu dengan bibinya, Emily. Namun rasa penasarannya hanya sepintas saja, tidak sampai membuatnya mengorek informasi lebih jauh.
"Apa kau sungguh-sungguh meminta ku untuk mencarikan suami yang baik untuk kak Kara? Tadi sebelum aku masuk ke ruangan ini, aku melihat Will tengah mengusap pundak kakak ipar ku penuh kasih sayang, apa menurutmu dia pantas untuk menggantikan mu, kak Bara?" Tiba-tiba jari-jari tangan Bara bergerak, fungsi organ tubuh nya pun terdeteksi meningkatkan di alat-alat medis yang terpasang di tubuh nya. "Astaga! Aku baru tahu kalau Rasa cemburu bisa membawa orang kembali dari pintu kematian!" gumam G dalam hati dan menyerahkan Bara pada para dokter yang seharusnya, sebab G sudah harus kembali sebelum Dimitri terbangun dari tidurnya.keesokan hari nya ...."kau sudah bangun, sayang?" Terdengar suara Kara saat Bara membuka matanya."Sayang ..." ucap Bara sambil tersenyum."Ya tuhaaan!! terima kasih!! " ucap Kara penuh haru.Semua orang di dalam ruangan itu pun memanjatkan rasa syukur yang tak terkira karena Bara akhirnya sudah sadar."Ibu ...." Panggil Bara pada Evelyn."Ya sayang, apa kau but
"Elbara Alexandrio dan William Torez, selamat datang!" Ujar Zico saat dirinya sudah terpojok di parkiran atas gedung itu usai lomba lari dengan Bara dan Will dari lantai bawah."Zico, menyerah lah. Tidak ada guna nya kau kabur lagi. Sudah tidak ada tempat untuk kabur." Ucap Will."Kabur? Untuk apa aku kabur?" Jawab Zico sambil tersenyum."Pra gila sepertinya tidak mempan dengan tausiyah seperti itu. Dia akan lebih mempan jika langsung berhadapan dengan ini." Ujar Bara sambil mengarahkan senjatanya pada Zico."Wow, senjata! Kau kira aku takut dengan senjata itu?!" tanya Zico tertawa sambil membuka jasnya.Saat Zico membuka jas nya terlihat lah ada sebuah bom yang terpasang di tubuh Zico. "Kau ingin menembak ku? itu artinya kau sengaja ingin membuat istri mu menjadi janda." Ucap nya sambil tertawa keras.Bara dan Will pun saling pandang."Sekarang kalian tidak punya pilihan lain selain membiarkan ku pergi." Ucap nya dengan senyum terkembang sempurna.Zico merasa dirinya sudah di atas a
"Kau tidak bisa keluar begitu saja. Mereka bisa mengenali mu." ujar Kara lalu memandang ke sekeliling tempat itu hingga akhirnya dia melihat baju ok yang masih terlipat."Kau kenakan ini dulu. Baru setelah itu kita keluar." Ujar Kara.Gabby pun menuruti perkataan Kara untuk mengenakan pakaian yang ditunjukkan Kara."Bagaimana? Udah oke?" tanya Gabby sambil memasang maskernya."Sudah. Begini lebih baik." ujar Kara, Mereka berdua pun keluar dari ruangan itu.Gabby dan Kara berjalan biasa. Untungnya warna baju mereka sama jadi tidak ada yang curiga."Kita lewat sana saja." Tunjuk Gabby."Kenapa tidak lewat sebelah sana saja?" Tunjuk Kara pada arah yang sebaliknya."Aku tadi dari arah sana kak. Tidak ada ada apa-apa disana. Hanya jalan buntu." ucap nya pelan."Benarkah?" Tanya Kara."Ya ampun kak ... benar." Jawab Gabby meyakinkan kakak iparnya.Gabby dan Kara pun kembali berjalan. Setelah mereka berjalan cukup lama akhirnya mereka sampai ke pintu keluar yang ada di belakang gedung itu."
Kara mencoba berpikiran positif. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari belakang mobil dan membekap mulut Kara dari belakang tanpa Kara sadari."Tuan Zico, wanita ini cantik juga." Ujar anak buah Zico."Ck! Kau jangan macam-macam. Atau tuan Leon akan menghabisi mu!" jawab Zico, yang tak lain adalah paman dari Kara. Dia yang dulunya hidup nyaman, kini harus menjadi buron. Terlihat dari penampilannya yang sudah tidak seperti dulu lagi.Mobil itu pun melaju kencang keluar dari kota itu, menuju sebuah gedung yang kelihatan nya seperti gedung farmasi dari luar.******Saat ini, Bara dan Elka sudah berada di dalam mobil.Di saat Elka sedang menelpon anak buahnya untuk menanyakan apakah ada informasi, telpon Bara berbunyi."siapa?" tanya Elka."Ayah." Jawab Bara dengan wajah tegang."Bara kau dimana saja?!!" teriak Alfred pada putra nya begitu Bara mengangkat telpon itu."Aku sedang mencari Kara bersama dengan Elka, Ayah.""Aku sudah tahu! Kara memang di culik oleh Zico atas perintah organis
Kara menganggap ini hanya wujud dari sikap protektif seorang Elbara.Bara sadar kalau dia tidak akan bisa berdebat dengan ibu hamil ini. Jadi Bara putus kan untuk membiarkan Kara pergi tapi diam-diam mengikuti Kara.Untuk urusan keselamatan Kara dan calon anaknya, Bara tidak mau hanya mengandalkan para bodyguard nya. Jadi selain para bodyguard itu, dia pun akan mengawasi Kara dari jauh."Dasar keras kepala!!" Bara menyubit hidup Kara."Jam berapa kau dan Moon akan pergi?""Setelah menghabiskan sate ini bersama mu." Jawab Kara dengan senyum terkembang di wajahnya sebab akhirnya dia bisa bekerja seperti pekerja lainnya."Baik lah. Tapi berjanji lah kau harus berhati-hati. Sebab di dalam perut mu saat ini ada calon anak kita." Ujar Bara sambil mengelus perut Kara."Siap pak bos!" canda Kara lalu mengambil sate tadi dan mulai makan siang zuper romantis dengan sepiring sate bersama Bara.Usai menghabis sate itu, Kara pun kembali ke ruangan nya untuk bertemu Moon. Mereka sudah berjanji untu
Bara sangat mengenal istrinya itu. Kadang Kara bisa begitu lembut, tapi kadang dia pun bisa jadi sangat bar bar. "Tolong sate dan minuman ini di antar ke ruang pak Bara ya." pinta Kara pada staff kantin usai meletakkan kertas bertuliskan sesuatu di atasnya penutup sate."Dan minuman ini untuk dua wanita yang ada di dalam ruangan itu." tunjuk Kara pada dua gelas jus jeruk."Baik buk." jawab Staff kantin yang sudah mengenali Kara sebagai istri pemilik perusahaan.Sejak kejadian di hotel yang disaksikan oleh semua tamu dan staff hotel serta video-video kejadian yang tersebar luas di media, tidak ada yang tidak mengenali Kara sebagai istri dari Elbara."Sekarang aku tinggal menunggu telpon dari nya." Ujar Kara sambil berjalan ke arah ruangan Bara.Kara yakin, begitu sate ayam itu tiba maka Bara pasti akan menelpon nya.Keadaan di ruangan Bara saat ini sudah sangat di luar kendali Bara. Britany yang tadinya masih bersikap elegan kini malah mulai hilang kendali nya. Britany mulai membalas
Kejadian itu cukup viral dan masuk ke beberapa media, jadi wajah kalau Johan perlu waktu lama untuk self healing nya. Saat Kara dan Moon tekun dengan kerjaannya, Angela terus mengobrol bersama Britany. Sesekali mereka melihat ke arah Kara dari ujung mata mereka.Kara bukannya tidak menyadari hal itu, hanya saja Kara malas untuk ambil pusing. Prinsip Kara masih sama, Anjing menggonggong, Kara tetap berlalu.Jadi apapun yang mereka sedang bicarakan dan yang akan mereka bicarakan, Kara sih tetap akan tidak peduli sama sekali.Volume suara Angela dan Britany pun mulai bertambah."Benarkah seperti itu El?"Angela memanggil nama kecil Britany yang biasa nya hanya Bara yang memanggil Britany dengan panggilan itu. "Angela, please.. Jangan panggil aku dengan nama itu lagi. Aku sudah tidak ingin di panggil dengan nama itu. Kau membuat ku jadi teringat EMPAT TAHUN KU BERSAMA Bara. MEMBUAT KU TERINGAT BAGAIMANA KAMI MERAJUT CINTA SEWAKTU KAMI KULIAH DULU." Ucap Britany yang terdengar sangat nyar
Bara menarik pinggang Kara dan memeluk Kara sesaat untuk merasakan ketenangan dalam pelukan itu."Yakin tetap mau ngantor?" tanya Kara sekali lagi sambil mengelus kepala suaminya."Heem...kalau gitu sarapan itu di makan dulu ya?" tunjuk Kara pada roti bakar dan segelas susu yang dibawakan oleh pelayan ke kamar."Apakah roti dan susu itu sudah di tambahkan garam?" Tanya Bara. Sejak sadar lidah nya eror, Bara selalu mengecek makanannya sebelum dia makan.Karena keanehan lidahnya Bara minta di taburi garam dulu untuk makanan yang biasanya di taburi gula or yang biasanya terasa manis. Sedang kan untuk makanan yang biasanya gurih Bara minta di taburi gula."Bara.. itu roti bakar dan susu normal. No garam. Ibu sudah mengatakan kalau kau tidak boleh terlalu banyak mengonsumsi garam Bara. Tidak baik untuk kesehatan mu."Tegah Kara."Sayang kau tahu sendiri kan keadaan ku saat ini. Jujur saja sebenarnya aku sangat lapar." Rengek Bara."Heemm ... Kalau begitu bagaimana kalau aku saja yang suap
Di pagi hari yang cerah ini, Kara tampak tengah mengupas apel, sedangkan Bara yang baru saja sampai di meja makan itu langsung mengambil sepotong apel yNg sudah dipotong Kara tadi lalu memakannya.Namun anehnya Bara justru memuntahkan kembali apel dengan wajah jijiknya, seolah itu adalah makanan paling menjijikkan yang pernah ia makan."Sayang, kau itu kenapa?" tanya Kara panik sambil memberikan tisu pada suaminya."Sayang apakah apel ini kau taburi garam? Kenapa rasa nya asin sekali?" Ucap Bara sambil mengelap bibir kemudian mengelap lidahnya."Garam? Memang nya ada orang makan apel pakai garam? Kau ini ada-ada saja." Kara pun mengambil sepotong apel yang sama yang di makan Bara tadi. "Heeem... ini manis kok! Tidak terasa asin sama sekali." Tukas Kara sambil mengambil satu potong lagi dan memberikan nya pada Bara."No! "Bara langsung menolak apel tersebut.Kara pun akhirnya memakan apel yang di tolak Bara tadi."Ya sudah kalau gitu aku minta di buat kan jus mangga aja gimana?" tawar