Kilatan cahaya melintas dengan cepat di depan mata Kara, bersamaan dengan perasaan aneh yang membuat hatinya merasa tidak nyaman setelah mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Alexa.Apa itu sebuah pengakuan?Tentu saja tidak sesederhana itu. Namun perkenalan singkat itu, berhasil membuat Kara diam dan tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Beruntung, Bara datang di waktu yang tepat."Alexa!" panggilnya sedikit lantang usai berlari masuk ke dalam rumahnya, hingga berhasil membuat seluruh mata tertuju padanya."Oh, Sayang! Kamu sudah pulang?" Alexa pun langsung memeluk Bara dengan seulas senyum menyeringai.Namun Bara yang merasa sedikit risih, buru-buru mendorong tubuh Alexa agar melepaskan pelukannya."Apa yang kamu lakukan?" tanya pria itu."Aku hanya merindukanmu. Kebetulan lokasi pemotretan dekat, jadi aku mampir sebentar."Alexa mencoba untuk bergelayut manja di lengan Bara, bermaksud memamerkan kemesraan pada Kara. Namun Kara hanya memasang wajah datar dengan senyum
Evelyn mengerutkan keningnya dan kembali bertanya,, "Kau bilang kekasih siapa?" "Tuan Bara, Nyonya."Evelyn menaruh gunting tanaman yang sejak tadi dipegangnya ke atas meja. Lalu, ia menegakkan kepalanya dan menatap maid yang masih berdiri menunggu perintah."Suruh dia masuk!"Maid muda itu segera pergi setelah mendapat perintah dari Evelyn, dia mempersilahkan Alexa untuk masuk ke dalam dan bertemu dengan Evelyn."Halo, Tante," sapa Alexa sambil menaruh paper bag di samping meja, yang hanya di balas Evelyn dengan senyum singkat, sambil melirik dan menatap wajah wanita yang mengaku sebagai kekasih putra pertamanya itu. "Anda terlihat sangat sibuk. Maaf jika saya mengganggu anda dengan kedatangan yang mendadak," ucap Alexa ketika Evelyn hanya tersenyum samar."Aku juga minta maaf, sudah membuatmu melihat kekacauan ini," tegas Evelyn tanpa menatap Alexa yang duduk di depannya. "Kamu bisa langsung mengatakan keperluanmu, nona muda."Dua sudut bibir Alexa sedikit meninggi sesaat. Lalu ia
Alexa yang melihat Bara datang, buru-buru bangkit berdiri. Gadis itu terlihat panik, ia menoleh mengawasi sekitar seperti sedang mencari sesuatu. Sampai akhirnya ia melihat anak tangga yang tak jauh darinya.Dia pun berlari secepat mungkin menaiki anak tangga. Sedangkan Bara yang melihat aksi itu, langsung menyusulnya meski sempat menatap kemarahan di wajah Evelyn."Eve, ada apa ini?"Suara Emily yang datang menyapa membuat Evelyn menghela napas kasar. Dia menoleh, menatap wajah kakak iparnya dengan lesu. Sedangkan Emily yang baru datang dari Inggris, hanya bisa menatap heran."Kau tahu kisah cinta anak muda bukan? Itu mirip kamu dan kakak," jawab Evelyn datang menghampiri Emily, lalu memeluknya untuk sesaat."Apa dia kekasihnya Bara?" tebak Emily asal.Evelyn hanya menggedikkan bahunya, sebelumia mengajak Emily untuk duduk. Namun sebelum mereka berhasil duduk dengan nyaman, teriakan lantang Gabby terdengar dari luar."Sepertinya kita perlu melihat drama ini, Eve!" ucap Emily sambil me
Hela napas Evelyn terdengar jelas ditelinga Alfred. "Apa yang membuatmu panik? Mereka hanya bertunangan," jawab Evelyn dengan santai.Tidak ada respon dari Alfred setelah mendengar jawaban ambigu dari sang istri. Namun ekspresi kekecewaan Alfred terlihat jelas di mata Evelyn, melihat wajah suami yang menemaninya selama 30 tahun itu membuatnya merasa iba.Tak tega melihat wajah Alfred, Evelyn pun berbalik menghadap ke sebuah cermin. "Keadaan perusahaan sedang tidak stabil," jelasnya sambil melepas resleting bajunya. "Jika ada berita buruk sedikit saja, maka harga saham kita akan semakin menurun."Penjelasan Evelyn membuat Alfred menarik napas panjang. Tatapan mata pria tua itu masih tertuju pada sang istri yang sedang sibuk mengganti baju. Perlahan, kakinya melangkah dan membantu Evelyn menaikkan resleting baju yang baru saja dia kenakan."Sudah bertahun-tahun, Sayang. Kamu masih ragu? Aku akan mengatasinya sendiri, tidak perlu melibatkan anak-anak.""Aku tidak meragukan kinerjamu, Al.
Pesan dari sang ayah langsung membuat pria itu berlari masuk ke dalam kamar, sedangkan Xavier dan Gabby masih berdiri dengan wajah heran menatap sang ayah. Berharap, pria tua itu akan memberikan jawaban kepada mereka."Kenapa dengan wajah kalian?" tanya Alfred yang sebenarnya sudah bisa menebak rasa ingin tahu anak-anak mereka. "Kalian meragukan keputusan ibu kalian?" lanjutnya."Tentu saja! Ayah, katakan jika itu hanya kebohongan semata. Aku tidak ingin punya kakak ipar sepertinya!" keluh Gabby meluapkan keseganan dirinya menerima Alexa.Alfred tidak langsung memberi Gabby jawaban. Pria itu justru menoleh dan menatap wajah Xavier yang terlihat santai meski ada raut wajah penasaran yang tergambar samar-samar."Aku hanya punya satu pertanyaan. Ayah hanya perlu mengangguk atau menggelengkan kepala, maka aku sudah puas!" tegas Xavier. "Apa ini hanya sebuah negosiasi kosong yang ditawarkan ibu?"Mendengar pertanyaan Xavier, Alfred sontak tercengang. Dua bola matanya membulat, tetapi hanya
Senja sudah menyapa kemucuk bumi. Mentari pun telah tenggelam di sisi barat, dan hanya menyisakan sinar kekuningan menyeruak, berbaur dengan warna langit yang perlahan mulai kehilangan penerangan.Lampu-lampu di jalanan mulai menyala, memberikan penerangan bagi para pekerja yang kembali pulang. Lampu di rumah, serta gedung-gedung pun juga sudah dinyalakan jauh sebelum sang mentari terbenam dengan sempurna.Di Villa Luxury, suasana terlihat sedikit kacau. Tidak ada raut bahagia dari semua orang yang ada di sana. Para maid juga terlihat saling berbisik membicarakan pertunangan mendadak tuan muda mereka.Bara pun demikian. Dia terlihat duduk di sofa dengan raut wajah lesu, seakan tidak menginginkan acara pertunangannya sendiri. Begitu juga dengan kedua adiknya, serta Ansel yang sejak awal tidak menyukai Alexa.Hanya satu orang yang terlihat bahagia pada saat itu, yaitu Alexa yang sedang merias dirinya di bersama sang asisten di kamar tamu."Ku kira, kau akan menikahi pengurus rumahmu itu
Setelah mendengar penjelasan dari sang Ibu, Bara pun sadar kalau dirinya tak boleh sampai terjebak dalam suasana. Hal yang perlu dia pikirkan sekarang adalah mengatasi problem selanjutnya yang mungkin bisa saja terjadi."Benar kata ibu, wanita lebih pintar berpura-pura tertindas dari pada menyembunyikan rasa jengkelnya. Dan itu terlihat jelas di wajahnya ketika cincin murahan itu kusematkan," batin Bara.Setelah Bara menyematkan cincin ke tangan Alexa, Alfred langsung mengangkat gelas berisi wine. Mengajak beberapa orang yang disana untuk bersulang atas pertunangan sang putra.Yah, meski pada akhirnya, mereka semua hanya menempelkan gelas di bibir dan tidak meneguk isinya. Seakan menunjukkan ketidaksukaan mereka pada Alexa.Gelas masih ada di tangan masing-masing, belum sempat di letakkan ke atas meja. Seorang maid terlihat berlari tergopoh-gopoh masuk ke dalam dari arah luar."Tuan Besar, Tuan Eraz sudah datang!" ucap salah seorang maid.Mendengar informasi itu, dua sudut bibir Alfred
Semilir angin berhembus sedikit kencang pada malam itu, membawa udara yang terasa sedikit dingin hingga menusuk sumsum, padahal musim akan berganti sebentar lagi.Saat ini, di rumah pribadi Bara sudah terlihat sepi setelah beberapa jam yang lalu sempat heboh lantaran kabar pertunangan tuan muda mereka yang di langsungkan secara mendadak di kediaman utama.Tuan muda yang selama ini mereka anggap sebagai sosok yang dingin, namun sangat peduli dengan para pekerjanya. Sosok pria penyendiri yang mereka ketahui tak pernah memiliki pasangan, apalagi sampai menimbulkan skandal.Kabar yang beredar diantara mereka tentu saja tidak luput dari telinga Kara. Gadis itu mendengarnya dengan jelas, tetapi masih berusaha untuk tidak percaya begitu saja.Namun setelah ia melihat sebuah foto, barulah ia percaya dengan kabar yang beredar. Secara sepintas, perasaan yang menurutnya aneh dan tak berdasar, telah berhasil membuat gadis itu terjaga hingga pukul 3 pagi."Oh, ayolah. Apa yang membuatmu terasa sesa