Samar-sama ia mulai dapat mendengar suara serangga yang seolah bernyanyi. Mungkin itu suara serangga-serangga penghuni pohon. Wajar karena dirinya sedang berada di gunung sekarang.
Myan dapat merasakan semilir angin yang menerpa wajah dan rambutnya. Wangi bunga yang lembut pun samar-samar dapat tercium olehnya.
Sinar matahari yang menyilaukan pun dirasa sedikit mengganggunya. Perlahan, Myan mulai membuka matanya. Mengangkat tangannya untuk menghalangi terik matahari yang menyorot wajahnya.
Seolah tersadar, ia mengamati jemari tangannya yang terpantul sinar matahari. Myan lalu duduk dengan tiba-tiba. Ia teringat dirinya terperosok jatuh ke dalam jurang saat pendakiannya. Dengan ketinggian itu pasti tulang-tulangnya bisa remuk dan... Oh! apa yang terjadi?!
Myan meraba tubuhnya, memeriksa tangannya. Menekan bagian-bagian tubuhnya yang mungkin dirasa akan sakit.
Tapi apa ini?! Mengapa dirinya tak merasakan nyeri atau perih sedikit pun? Dia merasa baik-baik saja.
"Tunggu! Apa aku sudah mati?!" batinnya ngeri.
Myan perlahan meraba wajahnya, mencubit pipinya sendiri. Sakit. Dia masih dapat merasakan cubitannya sendiri. Lalu apa yang terjadi? bagaimana mungkin?
"Dan, Ohhh!!!! apa yang kukenakan? baju apa ini? Di mana celana jeansku? Kausku?" pikirnya heran.
Ia sedikit termenung, berpikir mengapa dirinya bisa berganti baju? Dan baju yang dikenakannya bukanlah baju rumah sakit. Myan merasa sangat bingung.
Di tengah kebingungannya, Myan menatap ke sekelilingnya. Dirinya berada di bawah sebuah pohon besar yang rindang. Permukaan sekitarnya adalah padang rumput hijau dengan bunga-bunga kecil yang harum semerbak.
Dari kejauhan, ia samar-samar dapat melihat seseorang sedang menunggang kuda dan perlahan-lahan semakin mendekat ke arahnya.
Myan sangat terkejut. Mengapa ada kuda? Myan mengerjapkan matanya untuk memastikan lagi bahwa yang dilihatnya adalah kenyataan.
Sosok si penunggang kuda berwarna putih itu semakin mendekat. Rambutnya yang hitam panjang tampak berkilauan di bawah terik matahari. Dengan anggun dan pasti ia menyibakkan jubahnya sebelum turun dari kudanya. Dan dengan langkah perlahan yang mantap, ia berjalan mendekati Myan.
Ia ternyata seorang pria. Dengan wajah yang begitu tampan. Mata hitam dan alis tebalnya sangat kontras dengan kulitnya yang begitu bersih. Rambutnya yang diikat ekor kuda pun tampak semakin berkilau seiring ia mendekat.
Bajunya begitu licin dan sama berkilaunya. Pria itu mengenakan baju panjang semacam jubah, berwarna biru tua yang sangat mewah. Berhiaskan taburan emas di setiap sisinya.
Myan hanya memandanginya. Siapa dia? Malaikat mautnya? Myan bertanya-tanya di dalam hati. Jika memang ia adalah malaikat maut, mungkin ia malaikat maut yang paling tampan yang pernah ada.
"Si__siapa kau?" tanya Myan takut-takut. Hanya bisikan kecil yang keluar dari mulutnya.
Pria tersebut berlutut di depannya. Myan dapat melihat sarung pedang panjang yang diselipkan di samping ikat pinggangnya saat pria itu berlutut.
Myan sedikit terkesiap. Apakah itu pedang? Pedang sungguhan? Mengapa ia membawa pedang? Apa ia pendekar? Apa ini? Apa sedang ada syuting film di sini? pikirnya bingung.
"Aku adalah pangeran Kouza, dari kerajaan Tarcha. Dan kau adalah pembebasku." Ucapnya dengan suara yang dalam.
Pria itu tiba-tiba berbicara dengannya. Tatapannya tak lepas dari wajah Myan. Ia kemudian meraih tangan Myan dan membimbingnya berdiri.
Myan yang tak dapat memahami situasi, mengerutkan alisnya. Ia menatap pria itu dengan bingung.
Tak lama setelahnya, dari balik pria yang mengaku bernama Kouza itu, Myan melihat dari kejauhan ada begitu banyak penunggang kuda yang lain yang tengah berderap menuju ke arah mereka. Myan sedikit terkejut, tanpa sadar meremas genggaman tangan Kouza.
"Ap__apa yang terjadi?" tanyanya tak mengerti.
"Tidak perlu takut, mereka para pengawalku," ucapnya menenangkan.
"Pengawal?" tanya Myan bingung.
"Maksudku, mengapa aku di sini? Apa yang terjadi? Apa sedang ada proyek pembuatan film di sini? A_aku, aku... tadi terjatuh dari atas tebing. Bukankah seharusnya tim penyelamat sudah memindahkanku kerumah sakit? Ta__tapi, Oh! Ada apa ini?" Myan mendadak diserang kepanikan.
Masih dalam kekalutannya, rombongan berkuda yang dikatakan Kouza tadi sudah mendekati mereka. Dengan sigap semua orang langsung turun dari kuda mereka dan berlutut.
Salah seorang dari mereka, yang tampaknya adalah pimpinan rombongan tersebut mendekati pria itu.
"Pangeran, perbatasan sudah kami periksa, tidak tampak ada tanda-tanda pergerakan dari Izaak." Ucapnya penuh hormat.
"Meski begitu kita tidak boleh berlama-lama di sini, terlalu berbahaya untuk Khisa" ucap Kouza sambil menatap Myan.
"Ikutlah denganku." Kouza kembali berbicara pada Myan.
Myan tidak tahu harus berbuat apa. Ia berpikir mungkin pria itu akan membawanya ke tempat berlindung. Jadi ia hanya mengikuti Kouza yang membimbingnya mendekati kuda putih besar miliknya.
Salah satu kaki Myan naik pada pijakan yang baginya terbilang cukup tinggi itu, dan Kouza dapat dengan mudah mengangkat pinggang Myan untuk membantunya duduk di atas pelana.
Myan terkejut dengan kesigapan Kouza. Ia terpekik kecil saat kuda itu pun bergerak tiba-tiba. Terlebih, karena ia sesungguhnya merasa sangat gugup duduk di atas seekor hewan yang belum pernah ia coba sebelumnya.
Kouza dengan gesit naik setelahnya, duduk di belakangnya. Myan dapat merasakan punggungnya menempel pada dada Kouza. Ia sedikit menegang. Ia juga dapat merasakan napas Kouza dari pucuk kepalanya.
"A_aku, tidak pernah naik kuda sebelumnya," Myan terdengar sedikit panik. Dia menelan ludahnya karena gugup.
"Tenanglah, berpeganganlah" Kouza mengarahkan kedua tangan Myan pada bagian depan pelana. Myan segera mencengkeram erat bagian itu dan berdoa semoga dia tidak jatuh.
"A_apakah aman? bagaimana jika aku jatuh?" tanyanya mulai diserang rasa panik lagi. Dia sedikit trauma dengan kejadian jatuh dari ketinggian.
"Tidak akan aku biarkan itu terjadi."
Sedetik kemudian Kouza menyentak perlahan kudanya. Myan menahan napasnya, sedikit terpekik lagi saat dirinya membentur dada Kouza karena hentakan kaki kuda.
Myan dapat merasakan otot-otot hewan tersebut bergerak-gerak seiring dengan hentakan-hentakan kakinya yang melaju. Terasa aneh dan tak biasa baginya. Ditambah dengan gesekan yang punggungnya rasakan yang menempel pada dada pria itu seiring dengan hentakan-hentakan kaki kuda yang berirama, semakin menambah ketegangannya.
"Bisakah tetap perlahan saja jalannya?" tanyanya pada Kouza.
Myan dapat mendengar derap-derap kaki kuda para pengawal Kouza yang mengikutinya dari belakang. Sejurus kemudian, pimpinan pengawal tadi tiba-tiba saja sudah menjajari kuda mereka.
"Pangeran!" serunya seperti memberi isyarat. Kouza menengok ke belakang sebentar.
"Maaf, sepertinya sudah tidak mungkin bagiku untuk berjalan pelan lagi." Kouza terdengar sedikit
menggeram. Sedetik setelah mengatakannya, Kouza berteriak dan menyentak kudanya agar berpacu dengan cepat.
Myan ikut terpekik saat hentakan itu membuat tubuhnya sedikit oleng. Dengan sigap Kouza melingkarkan lengan kirinya dan mendekap Myan, menahannya agar tetap kokoh.
Dalam kecepatan lari kuda yang luar biasa kencang Myan dapat merasakan hembusan angin dari arah berlawanan yang tiba-tiba datang menerjangnya.
Entah apa, tapi ada sesuatu seperti badai kecil yang seolah melawan mereka datang dari arah berlawanan. Menghempaskan angin kencang, menghamburkan partikel debu halus yang dapat membuat perih mata. Myan refleks memejamkan matanya.
Kouza kembali berteriak dan menghentak tali kekang agar kuda mereka berlari lebih cepat lagi. Mereka seperti berlari dari kejaran sesuatu!
Myan tidak dapat melihat dengan jelas keadaan di sekitarnya. Ia terlalu takut untuk membuka matanya. Kecepatan kuda yang ditungganginya setara dengan kecepatan motor yang mengebut di jalanan jika dia bisa membandingkannya.
Disela-sela ketakutannya Myan masih sempat sedikit membuka matanya dan melihat seberkas cahaya biru muda dari arah berlawanan datang mendekat, dan seketika semakin membesar dan menyebar, mengurung dan melingkupi mereka seperti kubah besar.
Dengan ketakutan yang amat sangat Myan berteriak saat Kouza menerjang lapisan cahaya biru itu dengan kecepatan penuh. Dapat Myan rasakan kuda yang mereka tunggangi melompat tinggi seolah terbang seperti hendak menyeberangi parit besar dan keluar dari lingkaran cahaya tersebut.
Myan membelalakkan matanya, ketika cahaya biru itu menyebar, seolah mengejar mereka. Dan semakin dekat dengan cahaya itu, semakin Myan merasakan ada tekanan besar yang datang yang seolah menghimpit dadanya. Jantungnya terasa seperti ditusuk. Sesak sulit bernapas! Dan hingga akhirnya Myan tidak sadarkan diri.
**********
Kouza mengamati gadis bertubuh mungil yang tengah berbaring di sisi ranjangnya itu dalam diam. Ia menyibakkan helai rambut yang menempel pada pelipisnya yang sedikit basah karena berkeringat.Kouza beberapa kali menyeka butiran-butiran keringat yang mengalir di dahi gadis itu. 'Sang Pembebas'-nya.
Kouza masih merasa takjub bagaimana dia bisa menemukan gadis itu tepat sesuai ramalan yang dikatakan Mera. Sang ahli peramal kerajaannya.
Gadis itu begitu mungil jika dibandingkan dengan dirinya. Apa bisa dia menggantungkan nasibnya padanya?
Gadis itu belum sadarkan diri sejak Kouza membawanya tadi. Mungkin serangan Izaak tadi membuatnya shock. Kouza tidak ragu lagi, bahwa gadis itu adalah Kisha, sebutan untuk sang pembebasnya.
Karena keberadaan gadis itu, dirinya dan para pengawalnya dapat lolos dari serangan tadi. Bagaimana mereka bisa menembus kubah yang hendak mengurung mereka dengan mudah adalah karena keberadaan gadis itu.
Kouza melihat Kisha mengerutkan dahinya seperti terganggu. Apakah Ia sedang bermimpi? Atau ia sedang merasa kesakitan?
"Apa kau sudah sadar Kisha?" tanyanya perlahan.
Gadis itu kemudian perlahan-lahan membuka matanya, mengamati sekitarnya dengan seksama. Saat gadis itu menatap dirinya, ia segera bangun dan terduduk dengan tatapan bingung.
"Aku di mana?" tanyanya bingung.
"Kau ada di kamarku, tenanglah Kisha. Apa yang kau rasakan?" tanya Kouza.
Myan mengerjap bingung. "Kenapa kau memanggilku Kisha? Namaku Myan. Apa mungkin kau mengira aku orang lain?"
"Tidak. Kami memang menyebutmu Kisha. Jadi namamu Myan?" tanyanya lembut.
"Iya. Namaku Myana Felicia Jones. Ak_aku sedang berada dalam acara kebersamaan kantor, tiba-tiba aku terjatuh dari tebing di jalur pendakian. Dan...dan..." Myan tercekat, matanya berkaca-kaca mengingat lagi foto yang ia terima dari Rick.
"Tenanglah, minumlah dulu Myan" Kouza memberikan segelas minuman yang beraroma harum seperti bunga.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Myan kemudian.
"Apa maksud pertanyaanmu? Aku hanya tinggal di sini." jawab Kouza seperti sedikit keheranan.
"Ah, jadi kau bekerja disini." ucap Myan menyimpulkan. Myan tersenyum sendu dan mengusap air matanya. Dia berpikir mungkin semua ini memang lokasi syuting seperti yang diperkirakannya sebelumnya.
"Aku akan sangat berterima kasih jika kau mau mengantarkanku pulang, ah tidak! Cukup tunjukkan saja aku jalan keluar. Atau ke stasiun terdekat? Atau lokasi perkemahanku sebelumnya? Ah, bisakah aku meminjam mobilmu? M_mungkin aku harus ke rumah sakit dan memeriksakan keadaanku, karena... Oh! Semua begitu membingungkan!" Myan sedikit meracau karena panik.
"Apa itu pintu keluarnya?" tanyanya kemudian saat melihat pintu besar berukiran hiasan indah dan berwarna.
"Aku tidak tahu mengapa aku bisa berada di sini. Tapi aku berterima kasih kau mau menolongku saat aku sedang tidak sadarkan diri tadi."
Myan turun dari ranjang besar tempatnya tertidur tadi. Segera bergegas saat melihat pintu keluar di ruangan yang cukup besar itu tampak seperti jalan keluar yang menjanjikan.
Saat ia membuka pintu kamar, betapa terkejutnya Myan karena di depannya berdiri beberapa pengawal berpedang yang sedang berjaga dan berjajar rapi.
Walau terkejut, Myan tetap memberanikan diri keluar untuk menembus penjagaan mereka. Baru selangkah Myan maju, deretan pengawal tersebut menghadang langkahnya dan bersiap mengeluarkan pedangnya.
Saking terkejutnya, Myan sedikit terhuyung. Tubuhnya tidak sempat jatuh, karena entah kapan, Kouza sudah menahannya dari belakang
"Hentikan!" perintah Kouza. Dengan patuh mereka memasukkan kembali pedangnya.
Myan masih shock melihat pemandangan yang ada di depannya. Apa mereka baru saja akan menghunuskan pedang padanya? Pikirnya ngeri.
"Masuklah," ucap Kouza membimbing Myan.
Myan kembali masuk mengikutinya. Kouza menuntunnya untuk duduk pada sebuah kursi beralaskan kulit lembut.
"Ba_barusan, apakah mereka akan melukaiku dengan pedang itu?" tanya Myan dengan ngeri.
"Jangan takut" ucap Kouza menenangkan dirinya.
"Bagi kami kau adalah Kisha. Kau adalah orang yang selama ini kucari dan kutunggu-tunggu. Kau adalah pembebasku." Jelas Kouza dengan perlahan dan tenang.
"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan!" jawab Myan bingung.
"Aku akan menjelaskan perlahan. Tapi sebelumnya berjanjilah padaku, kau akan tinggal, dan.... Ukh!" Kouza memejamkan matanya, mengerutkan keningnya dan menekan dahinya.
"Apa yang terjadi? apa kau baik-baik saja?" tanya Myan panik, dia bergegas mendekati Kouza.
"Ku__kumohon berjanjilah untuk tinggal, berjanjilah, demi aku... demi... Akh!" Kouza tampak sangat kesakitan sehingga tidak dapat meneruskan ucapannya. Di dahinya keluar banyak keringat dingin. Wajahnya tampak menahan sakit.
"Kau... bertahanlah!" Myan dengan sigap memapah Kouza mendekati tempat tidur dan membaringkannya.
"Jangan pergi!" ucapnya sambil menarik tangan Myan ketika gadis itu akan keluar.
"Tenanglah, aku akan panggil seseorang ya.."
"Tidak!" teriaknya.
"Berjanjilah.... berjanjilah kau akan tinggal Myan, ku.. mo.. hon." tiba-tiba Kouza melepaskan pegangan tangannya, dan tak sadarkan diri.
Myan membelalakkan matanya ketakutan, tanpa pikir panjang ia berhambur keluar.
"To__tolong! Dia...pingsan! Siapa saja tolonglah... Pangeran kalian!" teriaknya panik.
Pimpinan pengawal yang dilihatnya tadi sudah berlari dan berhambur masuk.
"Pengawal! Panggil tabib, cepat!" perintahnya.
"A_apa yang terjadi? Apa dia sakit?" tanya Myan panik.
Pimpinan pengawal tersebut menatap Myan, seperti sedikit bimbang. "Kisha, tolong ikutlah denganku," ucapnya kemudian.
Saat mereka keluar ruangan, Myan melihat beberapa orang tergopoh-gopoh masuk. Mungkin itu tabib yang di maksud tadi.
"Apa dia akan baik-baik saja?" tanyanya dengan cemas.
"Tidak usah cemas, pangeran akan baik-baik saja."
Pimpinan pengawal itu berjalan tergesa-gesa. Mau tidak mau Myan pun mengikuti langkahnya yang lebar-lebar.
"AROOKAAA!!!!!!!!!!!"
Tiba-tiba terdengar teriakan lantang seseorang yang menyebutkan sebuah nama.
Pemimpin pengawal yang berjalan di depan Myan sejenak berhenti. Ia mematung sesaat. Seperti tidak menghiraukan teriakan itu, ia kemudian tetap melanjutkan langkahnya lagi.
"Tuan Aroka... Tuan!" seorang pengawal berlari menghampiri mereka.
"P__pangeran, menyebut nama Kisha. D_dan beliau ingin bertemu dengannya."
Pria yang dipanggil Aroka itu menghela napasnya. "Baik, kembalilah," ucapnya kemudian.
Aroka menatap Myan ragu. "Mari, ikutlah denganku, Nona Kisha" Aroka berbalik badan sambil mempersilakan Myan untuk mengikutinya. Mereka berjalan beriringan.
"Kita akan kemana?" tanya Myan was-was.
"Menemui pangeran," jawabnya.
"Pangeran? Siapa? Ada pangeran yang lain?"
"Tidak. Pangeran Kouza," jawab Aroka lagi.
Myan tidak mengerti maksud Aroka.
"Bukankah, aku sudah bertemu dengannya?" tanya Myan heran."Tidak yang ini." Balas Aroka.
Mereka telah kembali lagi di depan ruangan besar itu. Berdiri di depan pintu.
"Pangeran yang ini...."
"Praaanggg!!!!!!"
Belum selesai Aroka menjelaskan, suara benda pecah yang dibanting terdengar keras dari dalam ruangan. Myan membelalakkan matanya menatap Aroka.
"AROKAAA!!!!!!!" suara Kouza terdengar lagi meneriakkan namanya.
Myan menelan ludahnya dengan panik. "Apa yang terjadi?" tanyanya.
"Jangan masuk dahulu, pangeran sedang murka. Tolong tunggu tanda dariku." Wajah Aroka berubah pucat, dengan terburu-buru dia masuk ke dalam kamar Kouza.
Kenapa Kouza berteriak-teriak seperti itu? apakah gara-gara ia hendak pergi tadi? Pikir Myan cemas. Myan tanpa sadar mondar-mandir di depan pintu kamar Kouza. Dirinya benar-benar tak tahu apa yang harus dilakukan.
Suara pintu yang dibanting dengan tiba-tiba membuatnya terlonjak. Myan memekik kaget. Tepat saat ia berbalik, dirinya membentur dan bertabrakan dengan seseorang yang keluar dari ruangan tersebut. Myan terpelanting dan ambruk di atas lantai. Kouza-lah yang ditabraknya!
"Aw!" Myan mengaduh karena nyeri di pantatnya.
"Ko__Kouza, apa kau baik-baik saja?"
Di belakang Kouza, Aroka dan beberapa orang yang sepertinya tabib tadi mengikutinya keluar.
Kouza menatap Myan lekat-lekat. Ia berlutut dan meraih tangannya untuk membantunya berdiri.
"Kalian semua pergi." Perintah Kouza dengan tegas.
Dengan patuh semua membungkuk dan pergi meninggalkan mereka tanpa sepatah kata pun.
Kouza membimbing Myan kembali memasuki kamarnya. Menutup pintu dengan perlahan. Tidak melepaskan pandangannya sedetik pun dari wajah Myan.
"Kau... Kisha?" tanyanya tiba-tiba sambil meraih wajah Myan.
"Kouza, kau baik-baik saja?" tanya Myan meneliti wajah Kouza.
Kouza tampak sedikit berbeda, mungkin karena rambut panjangnya yang tergerai tanpa terikat rapi seperti siang tadi, membuatnya jadi tampak sedikit lain.
"Tidak, aku tidak baik-baik saja."
Setelah berkata, Kouza langsung melumat bibir Myan. Menciumnya secara tiba-tiba! Membuat Myan membelalakkan matanya dan membeku karena shock.
*******Kouza mendesak maju menciumi Myan yang masih tercengang. Myan berusaha mendorong dada Kouza yang terus menekannya. Hingga akhirnya Kouza menyudutkannya merapat di pojok dinding. Menahan kepala Myan dan mendekap erat tubuhnya. Myan terkunci dan tak dapat bergerak. Kouza yang seperti telah terlena, belum terpuaskan memagutnya. Ia memasukkan lidahnya lebih dalam lagi, mencari-cari, menghisap dan menuntut tanpa henti. Myan sendiri mau tak mau mengikuti permainan Kouza hingga mendesah tak tertahankan, sangat kewalahan dengan serangan Kouza yang bertubi-tubi itu. "Kou... hh... Kouza... tolong hentikan," bisiknya disela-sela cumbuan Kouza. Myan mencoba beberapa kali lagi untuk berusaha berpaling menyudahi ciuman Kouza, tetapi masih tidak berhasil. Kouza menguncinya hingga sulit bergerak bebas. Baru beberapa saat kemudian, setelah Kouza memutuskan untuk menyudahinya, Myan dapat mengambil kesempatan untuk sedikit menjauhkan wajahnya darinya.
Myan telah berganti baju dengan terusan gaun malam berwarna merah tua yang lebih tebal dan hangat dibandingkan dengan pakaian yang dikenakannya tadi. Rambut cokelat panjangnya ditata cantik dengan gaya yang sesuai dengan gaun panjangnya malam ini. Ia tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan pakaian yang ada di sini. Ditambah, Myan dibantu dalam segala hal oleh para pelayan. Walau merasa canggung, ia hanya akan menerimanya saja, agar ia tidak kesulitan sendiri. "Benar-benar luar biasa," gumamnya lirih. Myan mulai mengamati bagian-bagian ruangan dan istana tempatnya berada. Kalau-kalau situasinya tidak baik dan sewaktu-waktu dibutuhkan, ia sudah hapal dan ingat di mana saja letak-letak ruangan dan pintu keluarnya agar bisa melarikan diri. Yang pasti ia harus segera mempelajari dan mencari jalan keluar dari istana agar dapat kembali lagi ketempatnya ditemukan pertama kali. Selesai bersiap, Myan dibimbing memasuki salah satu
"Apa maksudmu dengan menikah?" Myan yang begitu terkejut, menatap Kouza dengan penuh tanya. "Tentu saja kau akan menikah denganku." ucap Kouza. "Mengapa? Apakah harus? Maksudku, mengapa aku harus menikah denganmu?" Kouza mengerutkan keningnya. "Kau tidak ingin menikah dengan seorang pangeran?" tanyanya tak mengerti. "Maksudku, mengapa kita tiba-tiba harus menikah? Bukankah jika kita menikah, kita harus saling menyukai? Kita harus saling mengenal dahulu?" "Karena kau adalah Kisha. Dan aku memang menyukaimu," ucap Kouza jujur. "Kau tidak menyukaiku?" tanya Kouza lagi. Myan menggigit bibir bawahnya. Ia tak mengerti mengapa Kouza bisa dengan mudah mengatakan hal itu. "Bukan begitu, bukan berarti aku membencimu. Hanya saja, kita harus saling cocok bukan?" "Aku akan menunggumu menyukaiku jika kau belum merasakan hal yang sama Myan. Aku akan berusaha membuatmu menyukaiku. Seperti aku yang menganggapmu adalah tak
Pelupuk mata Myan dipenuhi dengan air mata yang menggenang. Wajahnya terasa panas. Perasaannya bercampur aduk menjadi satu. Antara kesal, marah, malu, dan shock membuat darahnya seolah mendidih. "Apa kau baru saja menyerang seorang pangeran?!" geram Kouza menatap tajam Myan. Myan terbelalak mendengar tuduhan Kouza. Perlahan ia berdiri dengan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Mengusap air matanya yang menetes dan dengan mata yang berapi-api mendekati Kouza. Mencengkeram baju Kouza dengan tangan satunya. Mendekatkan wajahnya pada Kouza, "MENYERANGMU?! Hah apa?! Kau bilang aku menyerangmu?! Apa kau sudah tak waras?! Dasar pangeran bajing*n!!! Kau yang menyerangku saat aku tidur! Kau pria berengs*k!! Pangeran apanya?! Kau hanya pangeran mesum!! Cabul!! Apa kau tahu aku sudah terlalu frustasi karena masuk ke dalam duniamu! Sekarang kau memperlakukanku seperti ini?!! Kau mau memperkos*ku??!!! Kenapa??! Apa karena kau seorang pangeran kau berhak melakukan itu padaku?! HAAAHHH???!!!"
Aroka berjalan cepat menuju istana utama dengan diiringi beberapa pengawal kepercayaannya. Ia hendak menyampaikan pesan langsung kepada baginda raja dan ratu. Dilihatnya wanita paruh baya yang merupakan kepala pelayan utama sang Ratu, sedang berjaga di depan ruang singgasana. "Madia, Pangeran memberi titah yang ingin beliau sampaikan kepada Baginda Raja dan Ratu," lapornya. Saat itu, Madia wanita kepercayaan sang Ratu sedang berjaga dengan beberapa pelayan yang menemaninya. Madia mengangguk. Kepala pengawal kepercayaan Kouza masuk ke dalam ruang singgasana kerajaan. Dengan penuh khidmat dan hormat, Aroka membungkuk sebelum menyampaikan pesan dari sang Pangeran. "Hormat Baginda, hamba membawakan pesan dari Pangeran untuk disampaikan kepada Baginda Raja dan Ratu" "Sampaikanlah," jawab Baginda Raja. "Pangeran mengatakan bahwa hari ini beliau ingin mengadakan pernikahan dengan Kisha, Sang Pembebas." Raja Zais dan Ratu Shila tampak
Raia seketika membeku. Tidak dapat melangkahkan kakinya lagi untuk mendekat ke arah Kouza. Sebelumnya jika bisa, begitu inginnya ia berhambur ke dalam pelukan Kouza, pangeran tampan dan sekaligus teman masa kecilnya itu yang sudah mencuri hatinya sejak usia mereka masih sama-sama 10 tahun. Raia mengepalkan kedua tangannya untuk menahan nyeri yang dirasakan di dalam dadanya. Melihat Kouza menggenggam tangan gadis lain di depan matanya sungguh membuatnya sangat cemburu. Kouza bahkan mengacuhkannya begitu saja saat berjalan melewatinya. "Ayah, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Kouza sambil menggandeng tangan Myan untuk mendekat ke arah Raja Zais, ayahnya. Myan tampak ragu dan takut-takut berada di tengah-tengah ruangan yang dipenuhi dengan orang asing. Ia tadi hampir saja kabur saat Kouza menariknya masuk ke dalam ruangan pertemuan ini. Sayangnya Kouza begitu erat menggenggam tangannya, hingga Myan hanya bisa pasrah mengikutinya. "KOUZA...!! " Raja
Segerombolan pria berjubah hitam saling melesat berlarian melalui pohon-pohon lebat yang berada di dalam hutan. Mereka berlari secepat kilat dengan gesit seolah sedang berlomba-lomba untuk mendekati perbatasan Kerajaan Tarcha.Dengan lihai mereka bersembunyi di antara pepohonan. Mereka mengamati benteng penjagaan perbatasan yang sedang dijaga oleh para prajurit perbatasan di beberapa pos penjagaan.Dalam pekatnya malam, nampaknya para penjaga benteng tidak menyadari keberadaan sekelompok mata-mata yang saling berpencar itu.Salah seorang yang tampak seperti pemimpin gerombolan mengisyaratkan untuk melakukan pergerakan dengan perlahan-lahan mendekati benteng penjagaan.Beberapa prajurit penjaga yang sedang berpatroli seketika terjaga waspada saat sayup-sayup terdengar gesekan kaki-kaki yang berlari melesat menerobos rumput ilalang tinggi, dan semakin mendekat ke arah mereka. Mereka belum sempat menarik pedang ketika kilatan-kilatan cahaya tiba-tiba menyerang dan mengoyak tubuh mereka se
Sinar hangat yang menembus melalui jendela kamar, tepat menyinari wajah polos Myan yang masih terlelap. Myan sedikit terusik dengan terik hangat yang dirasa terlalu menyilaukan. Matanya masih terpejam walau kesadarannya sudah mulai pulih. Kelopak matanya terasa masih terlalu berat untuk dibuka. Myan mencari-cari perlindungan dari serangan sinar matahari pagi. Tubuhnya menggeliat, kepalanya bergerak-gerak untuk menghindari sorotan pada wajahnya. Ia terus mendesak, hingga akhirnya menemukan sandaran yang nyaman. Bagaikan anak kucing, Myan kembali meringkuk dan menempatkan posisi tidurnya dengan nyaman dalam dekapan bidang kokoh yang sangat hangat dan terasa padat itu. Tangannya meraba-raba bidang nyaman yang menyelubunginya itu, berusaha untuk menariknya lebih dekat. "Jangan memancingku, ini sudah pagi," Suara maskulin yang sedikit parau terdengar jelas di telinganya. Walau matanya masih terpejam, Myan dapat merasakan belaian lembut pada kepalanya. Tung