Myan telah berganti baju dengan terusan gaun malam berwarna merah tua yang lebih tebal dan hangat dibandingkan dengan pakaian yang dikenakannya tadi.
Rambut cokelat panjangnya ditata cantik dengan gaya yang sesuai dengan gaun panjangnya malam ini. Ia tidak begitu kesulitan beradaptasi dengan pakaian yang ada di sini. Ditambah, Myan dibantu dalam segala hal oleh para pelayan. Walau merasa canggung, ia hanya akan menerimanya saja, agar ia tidak kesulitan sendiri.
"Benar-benar luar biasa," gumamnya lirih.
Myan mulai mengamati bagian-bagian ruangan dan istana tempatnya berada. Kalau-kalau situasinya tidak baik dan sewaktu-waktu dibutuhkan, ia sudah hapal dan ingat di mana saja letak-letak ruangan dan pintu keluarnya agar bisa melarikan diri.
Yang pasti ia harus segera mempelajari dan mencari jalan keluar dari istana agar dapat kembali lagi ketempatnya ditemukan pertama kali.
Selesai bersiap, Myan dibimbing memasuki salah satu ruangan lain yang tampaknya adalah ruangan makan istana. Banyak hidangan di atas meja yang sudah tersedia yang tampak menggugah selera.
Di sana Kouza sudah duduk disalah satu kursi yang berada paling ujung. Ia tampak sedang menunggunya dengan tenang.
Bena, jika ia mau bertahan hidup, ia tidak boleh bersedih dan hanya putus asa. Ia harus mengisi energinya agar bisa kuat dan bertahan di sini bukan? Makan adalah salah satunya.
Myan dibimbing untuk duduk disalah satu kursi yang telah disediakan, dekat dengan Kouza. Di hadapannya sudah banyak sekali hidangan yang tersedia.
Myan sedikit canggung dan was-was, diam-diam ia memperhatikan dan mengawasi Kouza, kalau-kalau pria itu bertingkah aneh lagi.
"Silakan, buat dirimu nyaman"
Kouza mengamati dan tersenyum lembut padanya. Bisa dipastikan mungkin dia Kouza yang 'normal'.
Myan menatapnya sambil berpikir. Tunggu, tunggu, jika Kouza sering berganti sifat secara mendadak dan kepribadiannya berubah-ubah, apakah mungkin...
Astaga! Apa mungkin dia memiliki kepribadian ganda atau semacamnya?!
Ah benar! Seperti yang ada di film-film!Mungkinkah itu alasannya? Dia bisa agresif, tapi juga lembut dilain waktu. Dan tanda lainnya adalah ia tidak ingat apa yang telah dilakukan oleh kepribadian satunya, saat yang lain tidak ada.
Hm, apa ia terlalu cepat menyimpulkan? Dirinya memang tidak pandai dalam hal-hal seperti ini. Ah entahlah, mungkin pikirannya saja yang terlalu dangkal. Myan frustasi lagi menghadapi pikirannya sendiri.
Tanpa Myan sadari Kouza mengamatinya sejak tadi. Memperhatikan raut wajahnya yang sesekali berubah-ubah.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanyanya lembut.
Myan tersentak, menyadari bahwa ia terlalu terlarut dengan pikiran-pikirannya sendiri hingga mengabaikan Kouza yang ada didekatnya, membuatnya merasa malu.
"Ah, tidak ada, maaf."
"Kau tampak termenung Myan. Apakah aku sudah membuatmu merasa tidak nyaman?" tanya Kouza hati-hati.
"Tidak, bukan begitu. Hanya saja...." belum sempat Myan meneruskan, perutnya sudah berbunyi cukup kencang tanda ia sudah kelaparan. Kata-katanya jadi mengambang begitu saja.
Myan terbelalak, dirinya sendiri dan Kouza sama-sama terkejut dengan bunyi perut Myan yang tidak tahu tempat dan situasi dan telah membuat canggung itu. Myan mengumpat dalam hati.
Kouza sedikit tertawa geli, sedang Myan mati-matian menahan malunya.
"Silakan kita mulai saja makan malamnya sekarang, tampaknya kau sudah sangat kelaparan," godanya sambil tersenyum manis.
Ah, sumpah tidak adil rasanya. Disamping membuatnya malu, Kouza juga sekaligus bisa begitu mempesona saat menggodanya. Rasanya sekarang Myan lebih tergoda dengan makhluk manis yang ada di depannya ini ketimbang makanan yang menggugah selera.
Myan tersenyum canggung, menggigit bibir bawahnya yang mungkin membuat mukanya tampak seperti orang bodoh sekarang. Ah, masa bodohlah, ia akan makan apapun malam ini sampai perutnya meledak. Ia sudah terlanjur malu.
Para pelayan mulai menghidangkan makan malam di atas meja secara bergiliran. Tanpa ragu Myan menerima dan mulai menyantap hidangan yang disajikan itu satu demi satu.
Sangat puas dengan makanan yang ia rasakan, tanpa sadar Myan berguman dan bersenandung kecil seperti seorang anak yang mendapatkan makanan favoritnya.
Kouza mengamati Myan, dia mengulum senyumnya geli. Gadis itu tampak sangat menikmati makanannya. Melihat Myan makan membuatnya ikut puas. Ia memang jarang sekali makan dengan seseorang sebelumnya. Hanya melihat gadis itu makan saja, perasaannya jadi senang.
"Apa kau menikmati makanannya?" tanya Kouza.
Myan sedikit mengerjap, baru sadar bahwa dirinya tidak sedang makan sendirian. Padahal sudah beberapa macam hidangan ia santap dengan semangatnya tanpa mempedulikan Kouza.
Myan menyelesaikan kunyahannya dan menelannya sebelum menjawab Kouza. "Ya, semua makanan ini sangat enak!" ucapnya semangat sambil memasukkan suapan terakhir hidangan penutup yang manis ke dalam mulutnya.
Kouza tersenyum melihat binar kepuasan di mata Myan. Jika tadi ia melihat raut yang gugup dan putus asa dari gadis ini, sekarang ia melihat kegembiraan layaknya seorang anak kecil yang mendapat hadiah. Sungguh menarik.
Gadis ini tidak canggung atau merasa kikuk makan di depannya. Ia malah begitu lahap dan terlihat sangat menikmati semua hidangan.
Di matanya Myan terlihat sangat cantik dan menawan. Bibir kecilnya yang bergerak-gerak saat menikmati makanan tampak begitu menggemaskan menurut Kouza.
"Pelan-pelan saja makannya, tidak perlu terburu-buru," ucap Kouza sambil menyeka bibir Myan dengan ibu jarinya untuk menghilangkan sedikit sisa makanan yang menempel.
Seketika Myan membulatkan matanya, sangat terkejut dengan cara Kouza memperlakukannya. Tindakan Kouza itu membuat jantungnya sedikit berdebar. Akibatnya, ia cegukan karena keterkejutannya.
Myan menepuk-nepuk pelan dadanya mencoba untuk menghilangkan cegukan itu.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Kouza cemas.
Myan mengangguk, meraih gelasnya. Ia meminum banyak air untuk meredakan cegukannya. Sialnya, akibat terburu-buru ia tersedak dan terbatuk-batuk karena air masuk ke dalam hidungnya. Perlakuan Kouza sebelumnya benar-benar membuatnya salah tingkah.
Kouza kemudian berdiri menghampirinya, ia sedikit membungkuk di sampingnya sambil membersihkan sisa air yang tumpah di wajah dan bajunya. Lalu, menepuk-nepuk perlahan punggung Myan.
"A_aku tidak apa-apa, terima kasih," ucap Myan canggung. Ia malu dengan perlakuan Kouza karena banyak pelayan yang berdiri di sana.
Kouza kembali ke tempat duduknya lagi.
"Sudah tidak apa-apa?" tanya Kouza lagi."Iya, terima kasih." jawab Myan.
Myan meneguk minumannya untuk yang terakhir kalinya tanda selesai menyantap hidangan. Ia juga beberapa kali menarik napas untuk menghilangkan cegukannya.
"Mm, Kouza bolehkah aku minta waktumu sebentar? Ada hal yang ingin aku tanyakan padamu," ucap Myan ragu.
Kouza tersenyum dengan tenang.
"Aku mengerti, ikut aku Myan," ucapnya kemudian seolah mengerti maksud pertanyaan yang akan ditanyakan oleh gadis itu.Kouza membawa Myan ke dalam sebuah kebun yang berisi banyak tanaman mawar merah. Sangat luas, dan sangat harum. Dinginnya udara malam sepertinya semakin mempertajam aroma wangi dari bunga-bunga itu.
"Duduklah," ucap Kouza mempersilahkan Myan untuk mengambil tempat di kursi besar di sudut kebun.
"Apa yang ingin kau ketahui?" tanya Kouza.
Myan membasahi bibir bawahnya, sedikit ragu.
"Mm, Kouza apa kau tahu siapa aku?" tanya Myan membuka percakapan.
"Aku bukan berasal dari duniamu. Maksudku, aku datang dari tempat yang mungkin kau sendiri tidak akan percaya jika aku ceritakan. Aku sendiri tidak tahu bagaimana menjelaskannya."
"Kouza, aku punya kehidupan sendiri sebelum tiba di sini. Yang ingin aku tanyakan adalah, apa kau tahu mengapa aku bisa berada di sini?"
Kouza mengangguk mengerti.
"Myan, atau aku menyebutmu Kisha. Kata peramal kerajaanku, Mera, kau ditakdirkan datang untuk membebaskanku dari kutukan. Suatu hari ia meramalkan bahwa kau akan datang untuk menyelamatkanku, sebelum usiaku genap dua puluh lima tahun."
"Kutukan apa? apa kau dikutuk?" tanya Myan.
"Kau sudah melihatnya sendiri. Aku bisa tiba-tiba berubah menjadi orang lain yang bukan aku. Ada roh jahat yang sedang memasuki tubuhku. Roh itu sering datang dan merasukiku Myan, aku bahkan tidak ingat apa saja yang telah kulakukan saat ia masuk ke dalam tubuhku."
"Aku selalu melakukan hal buruk dan kejam saat ia mengambil alih tubuhku," jelas Kouza terlihat sedih.
"Dan maaf sekali lagi atas apa yang sudah aku lakukan padamu saat tidak menjadi diriku sendiri."
Apa? Kerasukan? Apa barusan ia tidak salah dengar?
Myan mengerjap, tidak yakin harus bereaksi apa. Ingin rasanya ia menjelaskan pada Kouza bahwa yang dialaminya itu menurut sepengetahuannya kemungkinan karena Kouza memiliki gangguan identitas disosiatif.
Kouza bukannya kerasukan, tetapi kemungkinan karena ia memiliki kepribadian ganda. Walau dirinya bukan dokter ahli, sepertinya itu yang paling masuk akal untuk situasi ini.
Bagaimana kepribadiannya saling bertolak belakang saat yang satu muncul, itu saja sudah cukup untuk menjelaskan kemungkinannya.
"Sejak kapan kau mengalaminya Kouza?"
"Sejak umurku tiga belas tahun. Saat itulah pertama kali aku kerasukan dan sampai tidak sadarkan diri."
Myan berpikir dan menduga ada kemungkinan Kouza memiliki trauma yang berat. Dan seberapa berat trauma yang telah Kouza alami itu sehingga bisa terbentuk kepribadian yang lain, menurutnya itu pasti adalah sesuatu yang begitu buruk.
Setahu Myan, trauma atau depresi berat adalah salah satu penyebab kepribadian ganda dapat muncul. Myan memutuskan akan perlahan-lahan mencari tahu.
"Mm, Kouza, ada berapa sosok yang merasukimu? Apa kau ingat itu? Banyak atau sedikit?" tanya Myan lagi hati-hati.
"Hanya satu, dia sangat agresif, kasar, kejam, arogan, keras dan sangat bertolak belakang denganku. Seperti yang kubilang, aku tidak pernah ingat apa yang sudah aku lakukan saat ia mengambil alih jiwaku."
Myan mengangguk mengerti. Ia sedikit lega karena kemungkinan hanya ada dua kepribadian di dalam Kouza, beruntung itu tidak terlalu banyak.
Andai ia bisa menjelaskan dengan bahasanya. Tapi ia tidak ingin membuat Kouza bingung dengan menjejalinya atau menyebutkan sesuatu hal yang asing baginya.
Myan memutuskan akan melakukannya perlahan-lahan. Ia akan mencoba membantu Kouza sebisa mungkin.
Yah, ia memang bukan psikiater atau dokter, tapi setidaknya ia bisa mencoba bukan? Siapa tahu dengan sembuhnya Kouza keadaan akan membaik dan pria itu merasa sangat berterima kasih sehingga bisa membawanya pulang.
"Kouza, aku akan membantumu sebisa mungkin. Walau aku tidak tahu pasti apa yang harus aku lakukan, tapi mungkin kita bisa mencari caranya bersama-sama"
"Terima kasih. Aku hargai itu, dan tolong jangan pergi dariku ya, Myan," Kouza meraih tangan Myan dan menggenggamnya dengan lembut.
"Aku sangat membutuhkanmu," ucapnya penuh harap.
Rambut hitam Kouza yang panjang tampak berkilauan ditempa cahaya bulan. Raut wajahnya yang tegas sekaligus sorot matanya yang menghangat, membuat Myan tidak bisa melepaskan pandangannya.
Well, seperti aku bisa pergi dengan mudah saja dari sini. Aku bahkan tak tahu diriku di mana, bagaimana aku bisa pergi? Batin Myan sedih.
"Tampaknya sudah larut, mari kita beristirahat. Kau butuh tidur untuk memulihkan kekuatanmu" ajak Kouza.
"Baiklah" jawab Myan.
Myan dan Kouza berjalan beriringan. Walaupun sudah malam, Myan berusaha mengamati setiap tempat yang ia lalui.
"Istanamu sangat besar dan cantik, apa kau tidak pernah tersesat? Maksudku, jika aku tinggal di tempat sebesar ini, aku pasti akan kesulitan menemukan ruang yang akan aku tuju"
"Ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan kerajaan kami. Ini istana bagianku. Dari semua bagian istana, memang milikku lah yang paling besar dibanding dengan milik kedua saudara dan saudariku"
Myan menganga mendengarnya. Jika istana sebesar ini hanya bagian kecil saja, lalu seberapa lua lagi ia harus menghapal semua letak tempat-tempat istana yang lainnya.
"Silakan masuk," Kouza membuka sebuah pintu untuknya.
Myan kembali membelalakkan saat masuk ke dalam ruangan yang dipersilahkan Kouza.
"Bukannya ini adalah kamarmu?" tanyanya.
"Ya, beristirahatlah di sini, kau tampak lelah," jawab Kouza sambil tersenyum.
Bagaimana bisa pria itu membawanya kedalam kamarnya lagi?
"La_lalu kau? Kau akan beristirahat di mana Kouza?" tanya Myan.
Kouza menatap Myan dengan heran. "Apa maksudmu? Tentu saja di sini. Kamarku ini adalah tempat terbaik di dalam istana ini. Dan kau sudah seharusnya berada di sini," terang Kouza.
Myan tersenyum canggung. "Apa mungkin aku bisa mendapat kamar yang lain saja?" tanyanya.
"Bukan bermaksud apa-apa, hanya saja kita berdua tidur dalam satu ruangan, bukankah itu agak... Mm... apa yang akan dipikirkan orang-orang nanti? Kau membawa seorang wanita asing untuk masuk ke dalam kamarmu"
Kouza tampak heran dengan pemikiran Myan. "Siapa? Siapa yang berani berpikir macam-macam pada seorang pengeran dan padamu? Aku rasa kau tidak perlu mengkhawatirkan itu.
"Walau semua sudah tahu bahwa kau adalah milikku, aku tidak akan melakukan apapun tanpa persetujuanmu," ucapnya dengan tenang sambil tersenyum.
Myan mengerjap-ngerjap "Tunggu... tunggu, mi_milik? Apa maksud perkataanmu itu? Mengapa aku milikmu?" Myan merona mendengar perkataan Kouza.
"Tentu saja kau milikku. Kau adalah Kisha yang ditakdirkan untukku."
"Aku sendiri yang harus menjagamu. Lagipula, tempat teraman dan ternyaman adalah di sini. Tidak usah khawatir, para pengawal dan pelayan akan selalu bergiliran berjaga di depan. Dan sudah pasti kau akan aman selama berada di dekatku. Beristirahatlah."
Benarkah? Benarkah dirinya akan aman berdua saja dengan Kouza? Bagaimana jika Kouza yang satunya muncul lagi? Myan dalam hati begitu was-was memikirkan hal itu.
Myan yang merasa sangat canggung, hanya duduk di pinggir ranjang. Jika sekarang ia ada di apartemennya sendiri, ia pasti sudah mencuci mukanya, berganti piyama, dan menonton acara kesukaannya pada jam-jam seperti ini.
Tanpa Myan sadari, Kouza telah melepaskan jubahnya, menyisakan pakaian polos mirip piyama yang nyaman. Entah mengapa ia tampak tidak canggung berada dalam satu ruangan dengan Myan. Rambut hitam panjangnya ia ikat rendah. Penampilannya berkesan lebih santai.
"Apa kau perlu bantuan untuk mempersiapkan diri? Aku akan memanggil pelayan untuk..."
"Ah tidak usah, aku bisa sendiri," ucap Myan tergagap. Myan berusaha melepas hiasan dan jepit di rambutnya.
Kouza mendekatinya, meraih sebuah hiasan bunga di kepala Myan dengan santai.
"Baiklah, aku yang akan membantumu melepasnya. Pasti sangat tidak nyaman tidur dengan banyak hiasan di kepala. Lagipula hanya aku yang boleh menyentuhmu," ucapnya tenang.
Myan sedikit terkejut. Bagaimana bisa ia mengatakan sesuatu yang membuat jantungnya berdebar dengan tenang seperti itu? Dan apa maksudnya hanya dia yang boleh menyentuhnya?
"Bagaimana persiapanmu sebelum tidur saat berada di duniamu?" tanya Kouza.
"Ah, hanya persiapan biasa. Aku biasanya mandi, mencuci wajahku, memakai pakaian yang nyaman, setelah itu memainkan ponselku atau menonton TV sampai aku mengantuk."
"Ponsel? TV?" tanyanya bingung.
Myan tersenyum, "Oh, itu benda yang ada di duniaku untuk mengisi waktu luang," jawab Myan bingung menjelasakan.
"Seperti buku?" tanyanya.
"Yah, semacam itulah." Myan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Setelah Kouza melepas semua hiasan di kepalanya, Myan menggerai rambut cokelatnya. Myan merasa sedikit ragu untuk mulai melepas ikatan demi ikatan tali yang mengaitkan bajunya. Ia merasa begitu canggung karena Kouza menatapnya.
"Aku akan membantumu, kau tidak terbiasa dengan baju seperti ini bukan?" tanyanya.
Myan sangat gugup hingga merona. Ia tahu Kouza hanya ingin membantunya, tapi debaran jantungnya membuatnya merasa tidak tenang.
"Aku tidak akan menyerangmu seperti yang aku lakukan tadi. Jadi kau tidak perlu takut." Ucap Kouza menenangkan.
Dia tahu gadis itu sangat gugup, ditandai dengan berkali-kali ia membasahi bibir bawahnya. Kouza hanya tersenyum kecil melihat rona merah di wajah Myan.
Perlahan Kouza mulai membantunya melepaskan ikatan bagian atas penutup bahunya. Tanpa canggung ia mulai melepas baju Myan dan menyisakan satu lapis gaun terusan terdalamnya yang paling nyaman. Kouza tersenyum lembut padanya.
"Di sini hanya aku yang boleh melihatmu berpakaian seperti ini," ucapnya kemudian.
Myan sedikit tidak mengerti, tatapan Kouza membuatnya salah tingkah. Kouza perlahan menyibakkan rambut panjang Myan. Dan dengan lembut mengecup leher putih Myan.
Myan sedikit tersentak, jika Kouza yang tadi tampak malu melihatnya, mengapa sekarang sikapnya berbeda? Dia bahkan sudah berani menatapnya dan terang-terangan menyentuhnya. Walau semua dilakukan dengan sangat lembut, tapi tidak mengurangi debaran jantungnya yang terus berdetak kencang.
"Ap__apa kau akan tidur dikursi itu?" tanya Myan menutupi kegugupannya, menunjuk kursi besar di sudut kamar Kouza. Ia masih tak mengerti mengapa Kouza menciumnya tadi.
Kouza mengerutkan keningnya. "Mengapa aku harus tidur di sana?" tanyanya bingung.
Myan mengerjap, ikut bingung juga menjelaskan. "Jadi, apa maksudmu kita akan tidur di ranjang yang sama?" tanyanya lagi.
"Ya. Tentu saja" Myan membulatkan matanya karena begitu kaget.
"Ta__tapi... tapi... mengapa aku harus.."
"Karena kau adalah milikku Myan, kedatanganmu kemari hanya untukku." Kouza membimbing Myan untuk naik ke atas ranjang.
Ia bahkan membantu mengangkat kaki Myan ke atas ranjang, dan kemudian menyelimutinya. Lalu, dirinya sendiri ikut bergabung di sebelahnya.
"Apa yang kau takutkan? Jangan khawatir, aku tidak akan melakukan apapun padamu sampai kita resmi terikat dan menikah." Ucapnya tersenyum sambil membelai rambut Myan.
"MENIKAH?!!" Myan terbelalak. Ia sedikit terlonjak. Ia kemudian bangkit dan duduk menghadap Kouza.
*********
"Apa maksudmu dengan menikah?" Myan yang begitu terkejut, menatap Kouza dengan penuh tanya. "Tentu saja kau akan menikah denganku." ucap Kouza. "Mengapa? Apakah harus? Maksudku, mengapa aku harus menikah denganmu?" Kouza mengerutkan keningnya. "Kau tidak ingin menikah dengan seorang pangeran?" tanyanya tak mengerti. "Maksudku, mengapa kita tiba-tiba harus menikah? Bukankah jika kita menikah, kita harus saling menyukai? Kita harus saling mengenal dahulu?" "Karena kau adalah Kisha. Dan aku memang menyukaimu," ucap Kouza jujur. "Kau tidak menyukaiku?" tanya Kouza lagi. Myan menggigit bibir bawahnya. Ia tak mengerti mengapa Kouza bisa dengan mudah mengatakan hal itu. "Bukan begitu, bukan berarti aku membencimu. Hanya saja, kita harus saling cocok bukan?" "Aku akan menunggumu menyukaiku jika kau belum merasakan hal yang sama Myan. Aku akan berusaha membuatmu menyukaiku. Seperti aku yang menganggapmu adalah tak
Pelupuk mata Myan dipenuhi dengan air mata yang menggenang. Wajahnya terasa panas. Perasaannya bercampur aduk menjadi satu. Antara kesal, marah, malu, dan shock membuat darahnya seolah mendidih. "Apa kau baru saja menyerang seorang pangeran?!" geram Kouza menatap tajam Myan. Myan terbelalak mendengar tuduhan Kouza. Perlahan ia berdiri dengan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Mengusap air matanya yang menetes dan dengan mata yang berapi-api mendekati Kouza. Mencengkeram baju Kouza dengan tangan satunya. Mendekatkan wajahnya pada Kouza, "MENYERANGMU?! Hah apa?! Kau bilang aku menyerangmu?! Apa kau sudah tak waras?! Dasar pangeran bajing*n!!! Kau yang menyerangku saat aku tidur! Kau pria berengs*k!! Pangeran apanya?! Kau hanya pangeran mesum!! Cabul!! Apa kau tahu aku sudah terlalu frustasi karena masuk ke dalam duniamu! Sekarang kau memperlakukanku seperti ini?!! Kau mau memperkos*ku??!!! Kenapa??! Apa karena kau seorang pangeran kau berhak melakukan itu padaku?! HAAAHHH???!!!"
Aroka berjalan cepat menuju istana utama dengan diiringi beberapa pengawal kepercayaannya. Ia hendak menyampaikan pesan langsung kepada baginda raja dan ratu. Dilihatnya wanita paruh baya yang merupakan kepala pelayan utama sang Ratu, sedang berjaga di depan ruang singgasana. "Madia, Pangeran memberi titah yang ingin beliau sampaikan kepada Baginda Raja dan Ratu," lapornya. Saat itu, Madia wanita kepercayaan sang Ratu sedang berjaga dengan beberapa pelayan yang menemaninya. Madia mengangguk. Kepala pengawal kepercayaan Kouza masuk ke dalam ruang singgasana kerajaan. Dengan penuh khidmat dan hormat, Aroka membungkuk sebelum menyampaikan pesan dari sang Pangeran. "Hormat Baginda, hamba membawakan pesan dari Pangeran untuk disampaikan kepada Baginda Raja dan Ratu" "Sampaikanlah," jawab Baginda Raja. "Pangeran mengatakan bahwa hari ini beliau ingin mengadakan pernikahan dengan Kisha, Sang Pembebas." Raja Zais dan Ratu Shila tampak
Raia seketika membeku. Tidak dapat melangkahkan kakinya lagi untuk mendekat ke arah Kouza. Sebelumnya jika bisa, begitu inginnya ia berhambur ke dalam pelukan Kouza, pangeran tampan dan sekaligus teman masa kecilnya itu yang sudah mencuri hatinya sejak usia mereka masih sama-sama 10 tahun. Raia mengepalkan kedua tangannya untuk menahan nyeri yang dirasakan di dalam dadanya. Melihat Kouza menggenggam tangan gadis lain di depan matanya sungguh membuatnya sangat cemburu. Kouza bahkan mengacuhkannya begitu saja saat berjalan melewatinya. "Ayah, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Kouza sambil menggandeng tangan Myan untuk mendekat ke arah Raja Zais, ayahnya. Myan tampak ragu dan takut-takut berada di tengah-tengah ruangan yang dipenuhi dengan orang asing. Ia tadi hampir saja kabur saat Kouza menariknya masuk ke dalam ruangan pertemuan ini. Sayangnya Kouza begitu erat menggenggam tangannya, hingga Myan hanya bisa pasrah mengikutinya. "KOUZA...!! " Raja
Segerombolan pria berjubah hitam saling melesat berlarian melalui pohon-pohon lebat yang berada di dalam hutan. Mereka berlari secepat kilat dengan gesit seolah sedang berlomba-lomba untuk mendekati perbatasan Kerajaan Tarcha.Dengan lihai mereka bersembunyi di antara pepohonan. Mereka mengamati benteng penjagaan perbatasan yang sedang dijaga oleh para prajurit perbatasan di beberapa pos penjagaan.Dalam pekatnya malam, nampaknya para penjaga benteng tidak menyadari keberadaan sekelompok mata-mata yang saling berpencar itu.Salah seorang yang tampak seperti pemimpin gerombolan mengisyaratkan untuk melakukan pergerakan dengan perlahan-lahan mendekati benteng penjagaan.Beberapa prajurit penjaga yang sedang berpatroli seketika terjaga waspada saat sayup-sayup terdengar gesekan kaki-kaki yang berlari melesat menerobos rumput ilalang tinggi, dan semakin mendekat ke arah mereka. Mereka belum sempat menarik pedang ketika kilatan-kilatan cahaya tiba-tiba menyerang dan mengoyak tubuh mereka se
Sinar hangat yang menembus melalui jendela kamar, tepat menyinari wajah polos Myan yang masih terlelap. Myan sedikit terusik dengan terik hangat yang dirasa terlalu menyilaukan. Matanya masih terpejam walau kesadarannya sudah mulai pulih. Kelopak matanya terasa masih terlalu berat untuk dibuka. Myan mencari-cari perlindungan dari serangan sinar matahari pagi. Tubuhnya menggeliat, kepalanya bergerak-gerak untuk menghindari sorotan pada wajahnya. Ia terus mendesak, hingga akhirnya menemukan sandaran yang nyaman. Bagaikan anak kucing, Myan kembali meringkuk dan menempatkan posisi tidurnya dengan nyaman dalam dekapan bidang kokoh yang sangat hangat dan terasa padat itu. Tangannya meraba-raba bidang nyaman yang menyelubunginya itu, berusaha untuk menariknya lebih dekat. "Jangan memancingku, ini sudah pagi," Suara maskulin yang sedikit parau terdengar jelas di telinganya. Walau matanya masih terpejam, Myan dapat merasakan belaian lembut pada kepalanya. Tung
Gerombolan pria berjubah hitam terlihat mengendap-endap di samping tembok pembatas istana Kouza yang terletak paling ujung. Malam yang pekat menyamarkan kehadiran mereka. Para penjaga dan pengawal yang bersiaga di depan pintu kamar Kouza mendadak ambruk satu persatu tanpa suara. Mereka diserang dengan belati kecil yang dilempar dari jarak jauh, hingga tidak menimbulkan suara sedikit pun. Para gerombolan misterius itu telah sampai pada tempat tujuan mereka, yaitu kamar Pangeran Kouza. Sang pemimpin perlahan-lahan mulai membuka pintu kamar Kouza dengan hati-hati. Tanpa mereka ketahui, Kouza telah menunggu mereka di dalam. Kouza sebelumnya telah bersiap dengan pedangnya saat instingnya menangkap sekelebatan bayangan dan suara kecil dari luar kamarnya semenit yang lalu. Ia telah bersiaga menunggu kedatangan para tamu tak diundang tersebut. "Myan, apapun yang terjadi jangan keluar dari tem
Ibu kota Kerajaan Tarcha. Sangat besar, ramai, dan dipenuhi orang-orang yang masih beraktivitas di malam hari. Terlihat dari beberapa kedai menyerupai tempat makan yang masih menyediakan dan menjual makanan pada malam hari. Rombongan Kouza sampai di ibu kota hampir menjelang tengah malam. Mereka memutuskan singgah dan beristirahat di salah satu penginapan untuk memulihkan tenaga agar besok dapat melanjutkan perjalanan lagi. "Kemarilah, Myan," Kouza menepuk sebelah ranjang tempatnya duduk. Mempersilakan Myan agar mengambil tempat di sebelahnya. "Memang sedikit sempit dan mungkin tidak nyaman, kuharap kau tak keberatan untuk beristirahat di sini malam ini." "Aku tak keberatan," jawab Myan sambil tersenyum. Penginapan itu mengingatkannya dengan apartemen pertamanya saat dirinya mulai bekerja dulu. Jika mau dibandingkan, mungkin ranjang yang sekarang ada di hadapannya jauh lebih besar daripada ranjang yang pernah ia punyai dulu. "Besok kit