"Apa maksudmu dengan menikah?" Myan yang begitu terkejut, menatap Kouza dengan penuh tanya.
"Tentu saja kau akan menikah denganku." ucap Kouza.
"Mengapa? Apakah harus? Maksudku, mengapa aku harus menikah denganmu?"
Kouza mengerutkan keningnya. "Kau tidak ingin menikah dengan seorang pangeran?" tanyanya tak mengerti.
"Maksudku, mengapa kita tiba-tiba harus menikah? Bukankah jika kita menikah, kita harus saling menyukai? Kita harus saling mengenal dahulu?"
"Karena kau adalah Kisha. Dan aku memang menyukaimu," ucap Kouza jujur.
"Kau tidak menyukaiku?" tanya Kouza lagi.
Myan menggigit bibir bawahnya. Ia tak mengerti mengapa Kouza bisa dengan mudah mengatakan hal itu. "Bukan begitu, bukan berarti aku membencimu. Hanya saja, kita harus saling cocok bukan?"
"Aku akan menunggumu menyukaiku jika kau belum merasakan hal yang sama Myan. Aku akan berusaha membuatmu menyukaiku. Seperti aku yang menganggapmu adalah takdirku."
"Kau datang ke sini untuk hidup bersama denganku dan menyelamatkanku. Aku sudah menunggumu selama ini, dan aku tidak keberatan untuk menunggu lagi."
Myan terpana dengan cara Kouza mengungkapkan isi hatinya. Sekali lagi Myan mengingatkan dirinya sendiri, bahwa ini bukan dunianya. Jadi jika seorang pria mengajaknya menikah artinya tidak akan ada pendekatan dahulu, tidak ada kencan dahulu, atau saling mengenal. Dan Kouza ini adalah pangeran. Artinya semua kemauan dan tindakannya adalah mutlak.
Begitu juga dengan wanita yang ia pilih. Ia sudah pasti bisa mendapatkan wanita mana pun hanya dengan sekali tunjuk. Tidak ada yang bisa menolak atau berkata tidak pada pangeran. Tapi menikah? Hal itu tidak pernah terpikirkan olehnya dalam situasi seperti ini.
"Bagaimana jika kau salah orang? Maksudku, mungkin saja aku bukan Kisha seperti dugaanmu."
Myan menelan ludahnya, sedikit tercekat. Kemudian ia membayangkan jika seandainya ia menolak seorang pangeran, apa yang akan terjadi pada hidupnya nanti? Apa ia akan dikurung dalam sel gelap seperti di dalam film? Atau bagian terburuknya, ia akan dipenggal? Myan bergidik membayangkan semua itu.
"Tampaknya aku tak bisa menolak bukan? Oke, baiklah, ji__jika kita menikah, aku istrimu yang ke berapa Kouza?" tanya Myan ragu-ragu. Ia berharap Kouza mungkin tak akan menganggap serius pernikahan mereka jika ia telah memiliki banyak istri.
"Seratus, ah tidak, seribu mungkin?"
Myan membelalakkan matanya, mulutnya tanpa sadar menganga karena begitu shock.
Kouza tertawa melihat reaksi Myan.
"Ak__aku wanitamu yang ke s__seribu? Apa kau bercanda?!" tanya Myan tidak percaya.
Bukankah itu artinya ia sudah cukup memiliki banyak wanita? Apa artinya satu wanita lagi baginya? Mengapa ia masih ingin menikahinya?
Kouza tersenyum, ia membelai wajah Myan, dan mengelus rambutnya, sebelum akhornya membaringkan Myan di atas bantal bulu yang sangat lembut.
"Tenang permaisuriku, aku hanya menggodamu. Kaulah satu-satunya. Karena seratus bahkan seribu wanita pun tidak akan ada yang bisa menempati posisimu saat ini. Kau adalah satu-satunya untukku, Myan. Dan aku tidak ingin wanita yang lain" ucap Kouza lembut.
Jantung Myan sontak berdebar, Kouza dengan mata teduhnya menatapnya begitu lembut. Ia membelai dan memperhatikan setiap detail yang ada pada dirinya. Setiap belaian lembutnya mengirimkan sinyal-sinyal yang menggelitik hingga Myan serasa tak dapat bernapas.
"Kapan kita menikah? Apakah harus? Ma__maksudku, bukankah kita harus mencari cara untuk membebaskanmu dari kutukanmu dulu?"
Kouza menatap Myan serius
"Memang begitulah caranya untuk membebaskanku dari kutukan, dengan kita menikah Myan. Mera berkata untuk mengusir roh jahat itu, aku harus menikah denganmu yang datang dari dunia lain yang memiliki kekuatan hebat. Harus dirimu.""Tidakkah ada gadis lain yang memiliki kemampuan hebat selain diriku di sini?"
Kouza menggeleng, "Belasan tahun yang lalu, sudah banyak yang mencoba, tapi tidak ada yang bisa mengalahkannya. Mereka semua menyerah saat bertemu dengan roh itu"
Maksudmu pasti bertemu dengan kepribadian yang satunya kan? Terang saja tidak ada yang akan tahan dengannya. Ia begitu vulgar, kasar dan semaunya sendiri. Mungkin para wanita itu sudah lari ketakutan saat Kouza yang kasar muncul dan mulai menyerang mereka. Batin Myan.
Myan tak tahu lagi harus berkata apa. Apa pernikahan memang diperlukan? Tapi bagaimana dengan kehidupannya di dunianya sendiri? Apa ia harus kembali kesana dengan status sebagai seorang istri? Oh!... tidak dapat dipercaya.
Itu kalau dirinya memang bisa kembali. Jika ia tidak bisa kembali, apakah artinya ia akan terjebak di dunia Kouza untuk selamanya? Kalau memang begitu bukankah pilihan yang terbaik adalah menikah dengan Kouza?
Dia pangeran, dan dirinya sudah pasti akan aman di sini. Setidaknya dirinya tidak akan tertindas dan menderita bukan? Mungkin jika memang ia harus terjebak selamanya di sini, setidaknya statusnya akan terjamin jika ia adalah seorang permaisuri. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan.
Myan bergelut dengan pikirannya sendiri. Semakin ia memikirkan berbagai kemungkinan, semakin kalut yang dirasakannya.
"Bisakah kita istirahat sekarang?" tanya Kouza membuyarkan pikiran Myan dan meraih dagunya agar menatapnya. Kouza mengenali raut wajah Myan saat sedang memikirkan sesuatu dengan serius.
"Jangan pikirkan hal lain lagi, beristirahatlah permaisuriku" Kouza mengecup kening Myan dengan lembut, berbaring disebelahnya dan meraih Myan ke dalam dadanya.
Pipi Myan menempel pada dada milik Kouza yang terbuka. Dada Kouza sangat hangat, kokoh, dan bidang. Perasaan yang nyaman dan melindungi Myan rasakan saat Kouza mengetatkan pelukannya.
Matanya semakin berat seiring perasaan nyaman yang dirasakannya. Pelukan Kouza yang begitu hangat mengantarkannya ke dalam tidur yang dalam. Myan merasa ringan hingga akhirnya terlelap.
********
Dalam tidurnya, Myan bermimpi. Ia berada di dalam sebuah kegelapan, kebingungan mencari arah dan menatap ke sekelilingnya yang semua gelap.
"Halo.. adakah orang!?" teriaknya
Tapi beberapa kali ia memanggil-manggil tak ada seorang pun yang menyahut.
Myan memutuskan berlari dan terus berlari. Berusaha mencari seseorang, siapa pun. Myan merasa ketakutan dalam kesendirian.
Sesosok bayangan dalam kabut tebal tiba-tiba muncul di hadapannya. Seorang pria berjubah panjang, membawa sebuah tongkat mendekat kepadanya.
"Kisha... kemarilah.." ucapnya setengah berbisik. Pria itu berambut panjang berwarna kebiruan. Matanya kecil dan tajam, badannya tinggi dan berkulit pucat.
"Kemarilah, datanglah padaku Kisha..." ucapannya terngiang-ngiang dengan jelas dan berulang. Pria itu kemudian mengulurkan tangannya pada Myan. Seolah terhipnotis, Myan ikut mengulurkan tangannya hendak menyambut pria itu.
"Datanglah padaku... datanglah Kisha ...aku menunggumu..."
Semakin Myan mendekatkan tangannya, semakin Myan merasa tercekik. Seolah ada kekuatan yang menarik tubuhnya. Napasnya semakin sesak, semakin tercekat dan badannya merasa lemah saat pria itu mendekatinya dan menarik tangannya.
"Ti__tidak...! Jangan mendekat... hh... j__jangan mendekatiku..." ucap Myan tercekat.
"Ja.. jangaann...." teriakannya semakin melemah.
Myan akhirnya ambruk menahan rasa sesak yang kian menghimpit napasnya. Semakin sesak, dan sesak. Ia menggapai-gapai bayangan kosong di sekitarnya. Berusaha mencari dan meraih sesuatu agar bisa bangkit dan menjauh dari pria misterius itu.
Disaat napasnya mulai melemah, seberkas sinar biru tua tiba-tiba muncul dan menyelubunginya. Udara hangat yang dialirkan sinar tersebut perlahan-lahan membuat Myan merasa ringan. Kubah dari sinar biru itu kemudian menyelimutinya. Dan tampak terlihat jelas pria misterius yang membuatnya sesak itu perlahan-lahan menghilang di dalam kabut gelap.
Perasaan hangat, lega dan nyaman bercampur menjadi satu saat sinar biru itu akhirnya menutupi seluruh tubuhnya. Kehangatan yang dirasakan Myan menjalar perlahan bagaikan arus listrik yang menenangkan. Dimulai dari tangannya, naik menelusuri bahu, leher, dan mulai turun ke dadanya secara perlahan.
Perasaan nyaman seperti bulu halus yang membelainya membuatnya begitu terlena. Itu sangat lembut, menekan-nekan bagai pijatan halus, menggelitik, terasa lembab, sedikit basah seperti jilatan anak anjing.
Semakin Myan rasakan, entah mengapa semakin terasa nikmat. Sensasi yang bertubi-tubi itu membuatnya merasa bergairah. Tubuhnya terasa menghangat kembali, rasa hangat itu berjalan dan menjalar ke seluruh bagian tubuhnya, disertai sengatan-sengatan kecil yang terasa menggelitik perutnya. Semakin lama, semakin intens. Hingga pada satu titik Myan merasakan sengatan kecil yang membuatnya tersentak.
"Sudah bangun?" sebuah suara serak yang berat menyambutnya saat Myan membuka matanya.
Myan mengerjap, memandang ke sekelilingnya. Tubuhnya serasa terhimpit, dadanya terasa berat. Diantara sisa-sisa kesadarannya yang belum terkumpul sepenuhnya, Myan mencari-cari.
Ia membelalak begitu melihat Kouza. Ia semakin terkejut saat mendapati Kouza menyembul di antara belahandadanya, tengah menangkup salah satu payudara miliknya dan menikmatinya!
"Kou__Kouzaa! Apa yang kau lakukan!" seru Myan kaget.
Kouza mendongakkan kepalanya, tersenyum menatapnya. "Ya Kisha, aku sedang menikmatimu," jawabnya santai.
Myan mengerjap-ngerjapkan matanya, memastikan penglihatannya lagi.
What the!!!?.... dalam cahaya yang sangat terang terlihat begitu jelas pemandangan di depannya. Kedua benda bulatnya menyembul menantang dan begitu terbuka serta terekspos vulgar di depan kedua matanya sendiri. Dan Kouza sedang meremas salah satu miliknya!
Myan terpekik! Refleks menendangkan kakinya dan berguling untuk menutupi area terbuka itu. Sedang Kouza, merintih sambil memegang bagian yang terkena tendangannya tadi.
"Argh! Kisha kau....!!" geram Kouza tertahan. Ia menahan kesakitan yang teramat sangat!
*****
Pelupuk mata Myan dipenuhi dengan air mata yang menggenang. Wajahnya terasa panas. Perasaannya bercampur aduk menjadi satu. Antara kesal, marah, malu, dan shock membuat darahnya seolah mendidih. "Apa kau baru saja menyerang seorang pangeran?!" geram Kouza menatap tajam Myan. Myan terbelalak mendengar tuduhan Kouza. Perlahan ia berdiri dengan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Mengusap air matanya yang menetes dan dengan mata yang berapi-api mendekati Kouza. Mencengkeram baju Kouza dengan tangan satunya. Mendekatkan wajahnya pada Kouza, "MENYERANGMU?! Hah apa?! Kau bilang aku menyerangmu?! Apa kau sudah tak waras?! Dasar pangeran bajing*n!!! Kau yang menyerangku saat aku tidur! Kau pria berengs*k!! Pangeran apanya?! Kau hanya pangeran mesum!! Cabul!! Apa kau tahu aku sudah terlalu frustasi karena masuk ke dalam duniamu! Sekarang kau memperlakukanku seperti ini?!! Kau mau memperkos*ku??!!! Kenapa??! Apa karena kau seorang pangeran kau berhak melakukan itu padaku?! HAAAHHH???!!!"
Aroka berjalan cepat menuju istana utama dengan diiringi beberapa pengawal kepercayaannya. Ia hendak menyampaikan pesan langsung kepada baginda raja dan ratu. Dilihatnya wanita paruh baya yang merupakan kepala pelayan utama sang Ratu, sedang berjaga di depan ruang singgasana. "Madia, Pangeran memberi titah yang ingin beliau sampaikan kepada Baginda Raja dan Ratu," lapornya. Saat itu, Madia wanita kepercayaan sang Ratu sedang berjaga dengan beberapa pelayan yang menemaninya. Madia mengangguk. Kepala pengawal kepercayaan Kouza masuk ke dalam ruang singgasana kerajaan. Dengan penuh khidmat dan hormat, Aroka membungkuk sebelum menyampaikan pesan dari sang Pangeran. "Hormat Baginda, hamba membawakan pesan dari Pangeran untuk disampaikan kepada Baginda Raja dan Ratu" "Sampaikanlah," jawab Baginda Raja. "Pangeran mengatakan bahwa hari ini beliau ingin mengadakan pernikahan dengan Kisha, Sang Pembebas." Raja Zais dan Ratu Shila tampak
Raia seketika membeku. Tidak dapat melangkahkan kakinya lagi untuk mendekat ke arah Kouza. Sebelumnya jika bisa, begitu inginnya ia berhambur ke dalam pelukan Kouza, pangeran tampan dan sekaligus teman masa kecilnya itu yang sudah mencuri hatinya sejak usia mereka masih sama-sama 10 tahun. Raia mengepalkan kedua tangannya untuk menahan nyeri yang dirasakan di dalam dadanya. Melihat Kouza menggenggam tangan gadis lain di depan matanya sungguh membuatnya sangat cemburu. Kouza bahkan mengacuhkannya begitu saja saat berjalan melewatinya. "Ayah, ada yang ingin aku sampaikan," ucap Kouza sambil menggandeng tangan Myan untuk mendekat ke arah Raja Zais, ayahnya. Myan tampak ragu dan takut-takut berada di tengah-tengah ruangan yang dipenuhi dengan orang asing. Ia tadi hampir saja kabur saat Kouza menariknya masuk ke dalam ruangan pertemuan ini. Sayangnya Kouza begitu erat menggenggam tangannya, hingga Myan hanya bisa pasrah mengikutinya. "KOUZA...!! " Raja
Segerombolan pria berjubah hitam saling melesat berlarian melalui pohon-pohon lebat yang berada di dalam hutan. Mereka berlari secepat kilat dengan gesit seolah sedang berlomba-lomba untuk mendekati perbatasan Kerajaan Tarcha.Dengan lihai mereka bersembunyi di antara pepohonan. Mereka mengamati benteng penjagaan perbatasan yang sedang dijaga oleh para prajurit perbatasan di beberapa pos penjagaan.Dalam pekatnya malam, nampaknya para penjaga benteng tidak menyadari keberadaan sekelompok mata-mata yang saling berpencar itu.Salah seorang yang tampak seperti pemimpin gerombolan mengisyaratkan untuk melakukan pergerakan dengan perlahan-lahan mendekati benteng penjagaan.Beberapa prajurit penjaga yang sedang berpatroli seketika terjaga waspada saat sayup-sayup terdengar gesekan kaki-kaki yang berlari melesat menerobos rumput ilalang tinggi, dan semakin mendekat ke arah mereka. Mereka belum sempat menarik pedang ketika kilatan-kilatan cahaya tiba-tiba menyerang dan mengoyak tubuh mereka se
Sinar hangat yang menembus melalui jendela kamar, tepat menyinari wajah polos Myan yang masih terlelap. Myan sedikit terusik dengan terik hangat yang dirasa terlalu menyilaukan. Matanya masih terpejam walau kesadarannya sudah mulai pulih. Kelopak matanya terasa masih terlalu berat untuk dibuka. Myan mencari-cari perlindungan dari serangan sinar matahari pagi. Tubuhnya menggeliat, kepalanya bergerak-gerak untuk menghindari sorotan pada wajahnya. Ia terus mendesak, hingga akhirnya menemukan sandaran yang nyaman. Bagaikan anak kucing, Myan kembali meringkuk dan menempatkan posisi tidurnya dengan nyaman dalam dekapan bidang kokoh yang sangat hangat dan terasa padat itu. Tangannya meraba-raba bidang nyaman yang menyelubunginya itu, berusaha untuk menariknya lebih dekat. "Jangan memancingku, ini sudah pagi," Suara maskulin yang sedikit parau terdengar jelas di telinganya. Walau matanya masih terpejam, Myan dapat merasakan belaian lembut pada kepalanya. Tung
Gerombolan pria berjubah hitam terlihat mengendap-endap di samping tembok pembatas istana Kouza yang terletak paling ujung. Malam yang pekat menyamarkan kehadiran mereka. Para penjaga dan pengawal yang bersiaga di depan pintu kamar Kouza mendadak ambruk satu persatu tanpa suara. Mereka diserang dengan belati kecil yang dilempar dari jarak jauh, hingga tidak menimbulkan suara sedikit pun. Para gerombolan misterius itu telah sampai pada tempat tujuan mereka, yaitu kamar Pangeran Kouza. Sang pemimpin perlahan-lahan mulai membuka pintu kamar Kouza dengan hati-hati. Tanpa mereka ketahui, Kouza telah menunggu mereka di dalam. Kouza sebelumnya telah bersiap dengan pedangnya saat instingnya menangkap sekelebatan bayangan dan suara kecil dari luar kamarnya semenit yang lalu. Ia telah bersiaga menunggu kedatangan para tamu tak diundang tersebut. "Myan, apapun yang terjadi jangan keluar dari tem
Ibu kota Kerajaan Tarcha. Sangat besar, ramai, dan dipenuhi orang-orang yang masih beraktivitas di malam hari. Terlihat dari beberapa kedai menyerupai tempat makan yang masih menyediakan dan menjual makanan pada malam hari. Rombongan Kouza sampai di ibu kota hampir menjelang tengah malam. Mereka memutuskan singgah dan beristirahat di salah satu penginapan untuk memulihkan tenaga agar besok dapat melanjutkan perjalanan lagi. "Kemarilah, Myan," Kouza menepuk sebelah ranjang tempatnya duduk. Mempersilakan Myan agar mengambil tempat di sebelahnya. "Memang sedikit sempit dan mungkin tidak nyaman, kuharap kau tak keberatan untuk beristirahat di sini malam ini." "Aku tak keberatan," jawab Myan sambil tersenyum. Penginapan itu mengingatkannya dengan apartemen pertamanya saat dirinya mulai bekerja dulu. Jika mau dibandingkan, mungkin ranjang yang sekarang ada di hadapannya jauh lebih besar daripada ranjang yang pernah ia punyai dulu. "Besok kit
Kouza dan rombongannya melanjutkan perjalanan saat matahari dirasa cukup hangat untuk mengawali perjalanan mereka. Karena melewati ibu kota, tak lupa mereka membeli bekal tambahan lagi untuk perjalanan yang akan mereka lalui selanjutnya. Setelah melewati ibu kota yang ramai, mereka memasuki wilayah pedesaan. Wilayah itu di dominasi oleh hamparan perkebunan dan tanah pertanian yang luas. Mereka melewati juga ladang-ladang penduduk yang subur. Hingga malam menjemput, mereka akhirnya mulai masuk ke daerah Hutan Kelam. Kouza memutuskan untuk beristirahat dan bermalam di dalam hutan. Mereka saling duduk mengitari api unggun kecil yang menghangatkan dan memberi penerangan di sekitar mereka. Suara binatang malam dan dinginnya kabut membuat suasana terasa mencekam. Hanya dengan api itulah mereka bisa merasakan kehadiran satu sama lain. "Apa perjalanan kita masih jauh Kouza?" tanya Myan sembari mengamati ke sekelilingnya dengan was-was. I