Lim Gak Bun melakukannya. “Masih terasa sakit sedikit, Siansing.”Cio San mengangguk. Ia lalu bertanya kepada Mey Lan, “Nyonya sudah mencoba ke berapa tabib?”“Ada beberapa, Siansing. Cuma, kata mereka, luka dalam ini hanya bisa disembuhkan oleh orang yang mempunyai tenaga dalam tinggi, dan memiliki pengetahuan pengobatan yang tinggi pula.”Pukulan maut 18 Tapak Naga ini memang tidak boleh dibuat main-main. Hasilnya kalau tidak mati, orang bisa cacat seumur hidup. Cio San merasa sangat bersalah sekali. Dia kini bertekad untuk menyembuhkan Lim Gak Bun sepenuhnya.“Tuan sudah diberi obat apa saja?” tanyanya.“Ini, ada beberapa,” jawab Mey Lan. Ia lalu mencari-cari di dalam rak yang ada di dalam kereta itu. Setelah ketemu, ia menunjukkan sebuah kotak kayu berwarna hitam kepada Cio San.Cio San membukanya, dan melihat isi kotak itu. Berbagai macam obat yang berupa akar-akaran, dedaunan, dan biji-bijian. Ada pula yang sudah berupa pil. Ia mengangguk-angguk. Pengobatannya memang sudah benar
Kini ia berjalan kembali ke tempat rombongan Suma Sun berada. Matahari sudah meninggi dan udara masih tetap sejuk. Sepanjang jalan, ia bertemu dengan orang-orang Kang Ouw yang mendaki untuk sampai ke puncak Thay San. Tak lama, sampai lah ia di tempat rombongan Suma Sun. Mereka ternyata belum pergi dari situ.“Aih, Lie-ko. Kau kah yang melakukan perbuatan itu?” tanya Kao Ceng Lun begitu melihat kedatangan Lie Sat.“Perbuatan apa?”“Menyembuhkan banyak orang dari serangan racun.”Ia hanya tertawa dan mengangkat pundak.“Hebat. Ternyata Lie-ko adalah seorang Siansing. Wah, di tempat ini memang banyak sekali naga sembunyi, harimau mendekam,” kata Kao Ceng Lun.“Bagaimana keadaaan Suma-tayhiap?” tanya Cio San.“Beliau sedang tidur. Itu di bawah pohon sana,” katanya sambil menunjuk.“Kao-enghiong mau ke mana?” tanya Cio San.“Mandi, biar segar,” katanya sambil tersenyum lebar.Cio San tersenyum dan berjalan ke tempat Suma Sun tidur. Saat berjalan ke sana, ia bertemu Ang Lin Hua yang baru ke
“Pernah,” jawab Cio San.“Bagaimana menurut Siansing?”“Harap jangan panggil aku Siansing. Aku merasa seperti orang tua,” katanya sambil tertawa. “Panggil aku koko saja.”“Baiklah, Lie-ko. Nah, bagaimana ilmu silat Beng-enghiong menurut Lie-ko?”“Menurutku, Beng Liong adalah salah seorang pendekar muda paling hebat pada jamannya.”“Jika diadu dengan Cio San, Kauwcu dari Ma Kauw, kira-kira siapa yang lebih unggul?”Keempat orang itu tertawa.“Kenapa Tuan-tuan tertawa?” tanya Kao Ceng Lun bingung.“Kalau perkara silat sih, aku kurang tahu,” kata Suma Sun “Tapi kalau perkara minum arak, aku yakin Cio San yang menang. Bahkan jika air laut menjadi arak, aku yakin keparat satu itu akan sanggup menghabiskannya.” Ia tertawa terbahak-bahak. Lie Sat pun tertawa.Hanya Ang Lin Hua yang tidak senang.“Menurutku, tentu saja Kauwcu kami yang lebih unggul. Ilmu beliau bermacam-macam. Pemahaman beliau pun mendalam. Sedangkan Beng-enghiong itu hanya paham ilmu-ilmu Bu Tong-pay.”“Menurutku malah Ang-s
“Aku harus segera berlatih,” kata Suma Sun.“Berlatih?”“Ya.” Ia pergi sambil tersenyum. Menenteng pedangnya dan hilang di balik kegelapan malam.Heran. Saat posisinya dulu ‘kalah’daripada Kam-tayhiap, ia malah mabuk-mabukan. Kini saat posisinya lebih ‘unggul’, ia malah berlatih.Karena tak tahu apa yang harus ia lakukan, Cio San pergi tidur.Saat terang tanah, ia bangun. Sejak tadi telinganya sudah mendengar suara pertempuran. Ia tahu itu hanya berupa latihan biasa. Luk Ping Hoo, Ang Lin Hua, dan Kao Ceng Lung sedang berlatih bersama-sama. Memang, jika ahli silat berkumpul, hal yang paling menarik bagi mereka adalah adu jotos.Melihat latihan ini, Cio San kagum juga. Luk Ping Hoo yang sudah tua, tidak kehilangan tenaga dan kelincahannya. Ang Lin Hua mengalami banyak sekali kemajuan. Kao Ceng Lun pun memiliki bakat yang sangat besar. Mereka bertiga saling menyerang satu sama lain, sehingga pertempuran ini terasa lucu. Kadang Ang Lin Hua bahu-membahu dengan Kao Ceng Lun menyerang Luk P
“Wah, jurus apa itu?” tanya Suma Sun. Padahal tidak ada satu pun gerakan yang mereka buat.Cio San tidak berkata apa-apa. Ia sedang memusatkan pikirannya. Dari sini bisa dilihat, bahwa dalam ilmu pedang, Suma Sun masih setingkat lebih tinggi.“Hebat,” Suma Sun bergumam.Cio San masih diam. Ia merasa sangat terganggu dengan ucapan-ucapan Suma Sun. Maka ia kemudian menutup jalan pendengarannya. Dunia kini sunyi baginya. Justru dengan begitu, ia mampu mengatur lagi serangan-serangannya.Entah kata-kata apa yang diucapkan Suma Sun. Tapi si pendekar pedang ini rupanya sadar bahwa Cio San telah mengunci jalan pendengarannya, sehingga Suma Sun akhirnya memilih diam.Sesungguhnya jurus yang Cio San gunakan adalah jurus pedang dari Pendekar Pedang Kelana Can Liu Hoa yang dipelajarinya di hutan bambu. Jurus-jurus yang amat dahsyat jika diperagakan. Tapi justru menjadi lebih dahsyat ketika hanya dibayangkan.Suma Sun mulai kesulitan. Jurus pedang ini aneh dan tak masuk akal baginya.Walaupun mem
“Aku sampai sekarang belum mengerti alasanmu mabuk-mabukan tempo hari,” kata Cio San.“Kau tentu paham jika aku sudah kalah pengalaman dan kalah ilmu dari Kam-tayhiap,” jelas Suma Sun, lalu melanjutkan, “Jika aku memikirkan hal untuk melawan kekuranganku itu, malah akan membuatku semakin kalah.”“Oleh sebab itu, aku memilih berbahagia dengan orang-orang terdekatku. Aku memilih menjalani masa kini, dan menghilangkan ketakutan-ketakutan akan masa depan.”“Dengan berbahagia, pikiran jadi terang. Hati jadi lapang. Dengan begitu, jiwaku menjadi lebih siap dalam menghadapi pertarungan. Apapun hasilnya, akan kuhadapi. Kalah ya kalah, mati ya mati. Tapi hasil itu baru ditentukan beberapa hari lagi. Hari ini? Hari ini aku ingin berbahagia. Ingin menjalani hidup yang lebih hidup.”“Jadi aku mengorbankan tenaga dengan minum arak. Tetapi hasilnya, aku mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan ini menjadi modal bagi jiwaku untuk menghadapi pertarungan nanti.”Orang yang bahagia, matanya menjadi terang
Bayangan hutan yang gelap. Tapi bayangan orang ini terasa lebih gelap lagi. Kekelaman jiwanya bahkan jauh lebih gelap daripada malam. Semua itu terlihat dari sinar wajahnya.Sinar kegelapan!Jika ada cahaya yang bersinar darinya, malah membuat sekelilingnya terasa gelap. Itulah cahaya sinar matanya. Siapapun yang dipandangnya akan merasa terlempar ke dalam jurang paling gelap di sudut bumi.Senyumnya.Jika ular beracun bisa tersenyum, tentulah senyumnya akan seperti senyum orang ini.Orang lain membunuh dengan pedang, namun ia bisa membunuhmu cukup dengan senyumannya.Dengan perlahan, ia mengeluarkan secarik kertas dari balik bajunya. Lalu ia menulis. Tulisan huruf-hurufnya walau jelas dan mudah dibaca, terasa kacau dan tak teratur.Bunuh Beng Liong.Sebelum pertarungan antara Suma Sun dengan Kam Sin Kiam, Beng Liong harus mati.Gunakan racun. Jika gagal, kirim pendekar paling hebat. Jika gagal, gunakan perempuan. Jika gagal lagi, aku sendiri yang akan turun tangan.Jati diri tabib Li
Bau kambing gunung yang dibakar, memang sejak tadi memenuhi tempat itu.Sahabat, makanan, dan arak.Tiga hal yang tak akan pernah dilewatkan Cio San.Dan rupanya, teman-temannya pun memiliki pendirian yang sama.Siang hari.Usai latihan, Beng Liong paling suka duduk di bawah pohon sambil menikmati ikan panggang. Ia memang suka ikan panggang. Dan sungai kecil di Thay San ini penuh dengan ikan-ikan kegemarannya.Bagian atas tubuhnya masih belum ditutupi. Dadanya yang bidang tegap berkeringat. Keringatnya sangat harum, sampai-sampai orang mengira keringatnya itu adalah minyak pewangi.Ia telah keluar dari sungai, dan telah memperoleh sejumlah tangkapan. Api bakaran sudah dipersiapkannya sebelum tadi turun ke sungai.Tak berapa lama ia menanti, panggangannya sudah selesai. Semerbak harum ikan membuatnya tersenyum.Betapa nikmat menikmati makanan seperti ini di alam terbuka!Sesuatu yang sederhana jika ditempatkan di tempat yang pas, akan terasa jauh lebih indah dan bermakna.Ia menikmati