Ang Lin Hua yang kesal melihat keadaan itu, menegur, “Tuan-tuan, harap jangan ikut menambah ruwet suasana.”“Ruwet bagaimana? Suma-tayhiap ‘kan sedang bersenang-senang. Kami pun turut berbahagia jika beliau senang,” kata salah seorang.Orang ini badannya ceking. Kukunya panjang dan menghitam. Jelas-jelas orang ini menguasai sejenis ilmu cakar beracun.“Ang-siocia, biarkan saja. Jangan kau usik teman-teman baruku,” kata Suma Sun sambil tersenyum.Karena tidak tahan, Ang Lin Hua pun pergi dari situ. Ia keluar warung dan pergi ke padang rumput untuk mencairkan suasana hatinya.Ia memang tidak tega melihat keadaan Suma Sun. Jika menuruti kehendaknya, ingin sekali ia melarang Suma Sun untuk minum. Tapi memangnya dia siapa?Kao Ceng Lun bergegas menyusul nona berambut putih ini.“Ang-liehiap,” serunya pelan.Ang Lin Hua menoleh. Air mata mengambang di matanya. Bagaimanapun, ia tidak ingin kehilangan Suma Sun.“Kao-enghiong,” balasnya.Mereka hanya bisa saling menatap. Kao Ceng Lun pun hanya
Racun itu sangat ganas, sampai-sampai, mengeluarkan suara pun sangat menyakitkan!“Saudara-saudara, harap tetap waspada. Hati-hati melangkah, karena jarum-jarum itu banyak yang menempel di tanah,” kata Cio San memperingatkan, yang dibalas dengan anggukan mereka yang masih selamat.Tak ada seorang pun yang berani bergerak, karena keadaan di sana gelap gulita. Beberapa obor yang ada di sana sudah padam.Salah seorang kemudian menyalakan api, karena kebetulan ia memang membawa batu api. Dengan sangat hati-hati, ia menggunakan sobekan kain bajunya sebagai obor. Dengan adanya tambahan cahaya sekecil ini, Cio San kemudian bergerak. Hal yang pertama ia lakukan adalah menyalakan obor-obor lainnya.Begitu daerah sana terlihat terang-benderang, semua orang baru merasa agak lega. Biarpun sampai sekarang mereka belum berani bergerak, setidaknya dengan adanya penerangan, membuat mereka terasa lebih leluasa.Hanya Cio San yang berani bergerak.Ia duduk berjongkok dan mulai menggerakkan tangan. Gera
Tak berapa lama, usaha itu berhasil dan seluruh korban akhirnya membaik. Cio San lalu memasukkan tanaman obat yang tadi ia kumpulkan ke dalam mulut mereka.“Coba bersemadi dan atur jalan darah. Dalam beberapa jam, Saudara sekalian akan sehat sepenuhnya.”“Terima kasih, In-Hiap (Tuan Penolong), terima kasih,” ramai mereka mengucapkan terima kasih.“Kalau boleh tahu, siapa nama In-hiap, dan berasal dari perguruan manakah Tuan?” tanya salah seorang mewakili yang lain.“Nama cayhe Lie Sat. Cayhe tidak punya perguruan.”“Ah, jika Lie-tayhiap tidak mau menjelaskan asal-usul, kami pun tidak berani bertanya,” kata mereka sambil menjura.Lalu terdengar suara dari arah tenda. Seorang perempuan.“Atas apa yang telah terjadi, cayhe mewakili keluarga Kam mengucapkan turut berduka sekali. Semoga semua korban dapat kembali sehat sentosa. Keluarga kami hanya bisa memberikan 34 pil khusus milik keluarga kami, yang berguna untuk memulihkan kesehatan. Dalam sehari, orang yang minum pil ini akan mendapat
Wajah sang Dewa Pedang itu jauh lebih pucat, ketimbang saat Cio San melihatnya tadi di depan tenda.Ia baru mau akan bertanya, tapi si nona cantik sudah keduluan berkata,“Apa yang Tuan lakukan tadi kepada korban-korban di depan, sudah kami lakukan pula kepada ayahanda. Tapi mengapa sakitnya bertambah parah?”Cio San hanya bisa mengangguk dan mulai memeriksa Kam Sin Kiam.“Maaf, Tayhiap,” katanya sambil meletakkan jari-jarinya di pergelangan tangan si Dewa Pedang.Tak berapa lama ia memeriksa, Cio San bertanya,“Apakah Tayhiap merasa, ketika mengerahkan tenaga dalam, seluruh tenaga itu malah buyar dan menyerang diri sendiri?”“Benar,” jawab Kam Sin Kiam pendek.Cio San mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam sakunya.“Silahkan minum, Tayhiap. Dan jangan kerahkan tenaga dalam sama sekali.”“Obat apa itu?” kali ini si nona yang bertanya sangsi.Cio San hanya bisa tersenyum kecut dan mengangkat bahu.“Ayah, jangan di…”Terlambat. Si Dewa Pedang sudah meminumnya.“Rasakan hawa hangat y
Cio San kemudian duduk di sana. Sekedar berkenalan dan mengobrol dengan mereka yang terluka. Ternyata mereka ini terdiri dari golongan putih dan golongan hitam. Lucunya, saat sehat kedua golongan ini bertarung terus, tapi saat sakit mereka ini malah terlihat akrab.Mungkin itulah alasan ‘langit’ menurunkan sakit. Agar manusia berhenti sejenak dalam peperangan, lalu duduk merenungi bahwa sesungguhnya mereka adalah makhluk lemah yang saling membutuhkan.Cio San memberi beberapa petunjuk kepada mereka tentang cara menghimpun tenaga dalam setelah tadi terserang racun 7 Raja Ular. Saat orang-orang ini mencoba melakukannya, terasa tenaga mereka menjadi bebas dan semakin menguat. Dapat dibayangkan, betapa berterima kasihnya mereka kepada si ‘Lie Sat’ ini.Sebenarnya, Cio San sudah ingin cepat-cepat pergi. Tapi ia masih menunggu, jangan sampai ada serangan kedua, atau timbul kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan. Oleh sebab itu, ia bertahan sampai pagi di sana. Orang-orang lain sudah pergi
Lim Gak Bun melakukannya. “Masih terasa sakit sedikit, Siansing.”Cio San mengangguk. Ia lalu bertanya kepada Mey Lan, “Nyonya sudah mencoba ke berapa tabib?”“Ada beberapa, Siansing. Cuma, kata mereka, luka dalam ini hanya bisa disembuhkan oleh orang yang mempunyai tenaga dalam tinggi, dan memiliki pengetahuan pengobatan yang tinggi pula.”Pukulan maut 18 Tapak Naga ini memang tidak boleh dibuat main-main. Hasilnya kalau tidak mati, orang bisa cacat seumur hidup. Cio San merasa sangat bersalah sekali. Dia kini bertekad untuk menyembuhkan Lim Gak Bun sepenuhnya.“Tuan sudah diberi obat apa saja?” tanyanya.“Ini, ada beberapa,” jawab Mey Lan. Ia lalu mencari-cari di dalam rak yang ada di dalam kereta itu. Setelah ketemu, ia menunjukkan sebuah kotak kayu berwarna hitam kepada Cio San.Cio San membukanya, dan melihat isi kotak itu. Berbagai macam obat yang berupa akar-akaran, dedaunan, dan biji-bijian. Ada pula yang sudah berupa pil. Ia mengangguk-angguk. Pengobatannya memang sudah benar
Kini ia berjalan kembali ke tempat rombongan Suma Sun berada. Matahari sudah meninggi dan udara masih tetap sejuk. Sepanjang jalan, ia bertemu dengan orang-orang Kang Ouw yang mendaki untuk sampai ke puncak Thay San. Tak lama, sampai lah ia di tempat rombongan Suma Sun. Mereka ternyata belum pergi dari situ.“Aih, Lie-ko. Kau kah yang melakukan perbuatan itu?” tanya Kao Ceng Lun begitu melihat kedatangan Lie Sat.“Perbuatan apa?”“Menyembuhkan banyak orang dari serangan racun.”Ia hanya tertawa dan mengangkat pundak.“Hebat. Ternyata Lie-ko adalah seorang Siansing. Wah, di tempat ini memang banyak sekali naga sembunyi, harimau mendekam,” kata Kao Ceng Lun.“Bagaimana keadaaan Suma-tayhiap?” tanya Cio San.“Beliau sedang tidur. Itu di bawah pohon sana,” katanya sambil menunjuk.“Kao-enghiong mau ke mana?” tanya Cio San.“Mandi, biar segar,” katanya sambil tersenyum lebar.Cio San tersenyum dan berjalan ke tempat Suma Sun tidur. Saat berjalan ke sana, ia bertemu Ang Lin Hua yang baru ke
“Pernah,” jawab Cio San.“Bagaimana menurut Siansing?”“Harap jangan panggil aku Siansing. Aku merasa seperti orang tua,” katanya sambil tertawa. “Panggil aku koko saja.”“Baiklah, Lie-ko. Nah, bagaimana ilmu silat Beng-enghiong menurut Lie-ko?”“Menurutku, Beng Liong adalah salah seorang pendekar muda paling hebat pada jamannya.”“Jika diadu dengan Cio San, Kauwcu dari Ma Kauw, kira-kira siapa yang lebih unggul?”Keempat orang itu tertawa.“Kenapa Tuan-tuan tertawa?” tanya Kao Ceng Lun bingung.“Kalau perkara silat sih, aku kurang tahu,” kata Suma Sun “Tapi kalau perkara minum arak, aku yakin Cio San yang menang. Bahkan jika air laut menjadi arak, aku yakin keparat satu itu akan sanggup menghabiskannya.” Ia tertawa terbahak-bahak. Lie Sat pun tertawa.Hanya Ang Lin Hua yang tidak senang.“Menurutku, tentu saja Kauwcu kami yang lebih unggul. Ilmu beliau bermacam-macam. Pemahaman beliau pun mendalam. Sedangkan Beng-enghiong itu hanya paham ilmu-ilmu Bu Tong-pay.”“Menurutku malah Ang-s