Mereka mendarat dengan mulus.Cio San menyambut mereka dengan senyum. Cukat Tong pun tersenyum. Jika para sahabat bertemu, yang ada di hati mereka cuma kegembiraan. Suma Sun walaupun diam dan pandangannya tetap kosong, raut wajahnya pun menampakkan sedikit kegembiraan.“Salam, Tayhiap. Apakah cayhe sedang berhadapan dengan Luk-tayhiap, mantan Pangcu yang tersohor dari Kay Pang?” kata Cukat Tong menjura. Pengetahuannya sangat luas sehingga sekali pandang saja, ia tahu siapa orang di hadapannya. Tongkat hijau di tangan si kakek sudah ‘menceritakan’ banyak hal.“Ah, orang yang menunggang burung-burung seperti ini di jamanku cuma ada satu orang, apakah engkau murid dari Tok Hong-siansing yang terhormat?”“Benar sekali, Tayhiap. Cayhe she (marga) Cukat bernama Tong,” jawab Cukat Tong.Tok Hong-siansing. Ah, akhirnya Cio San tahu juga siapa nama guru Cukat Tong. Pengetahuannya tentang dunia persilatan memang masih cetek ketimbang orang lain.Suma Sun pun memberi salam.Ang Lin Hua pun sudah
“Setahuku sih, iya. Para Ciangbunjin perguruan besar seperti Bu Tong-pay, Siau Lim-pay, Go Bi-pay dan lain-lain, sudah melakukan perjalanan dengan rombongan perguruannya masing-masing,” jelas Cukat Tong.“Berapa lama perjalanan dari sini ke Bu Tong-pay, jika menggunakan burung-burungmu?” tanya Cio San.“Sekitar 3 hari. Memangnya, apa yang mau kau lakukan di Bu Tong-pay?” kata Cukat Tong.Cio San hanya tersenyum saja.“Suma-tayhiap, bisakah kau menemani Ang-siocia melanjutkan perjalanan ke Thay San?”Suma Sun hanya mengangguk.Cio San pun diam saja.Di antara teman, kau memang tidak akan mengucapkan terima kasih dengan mulutmu. Kau mengucapkan terima kasih dengan hatimu dan perbuatanmu.“Locianpwe punya rencana apakah setelah dari sini?” tanya Cio San kepada Luk Ping Hoo.“Tidak ada. Awalnya, aku ke sini hanya untuk mencari dan membunuhmu. Tapi jika kejadiannya seperti ini, aku malah bingung harus melakukan apa?”“Bagaimana jika Locianpwe ikut saja dengan Suma-tayhiap dan Ang-siocia ke
“Seluruhnya benar. Aku memang pernah menggilainya. Kuserahkan hidupku kepadanya. Hingga suatu saat aku sadar, bahwa aku telah salah mencintainya.”“Kau tak pernah salah karena jatuh cinta. Kau hanya salah memilih orang.”“Mungkin saja. Setelah kusadari kesalahanku, aku berusaha lepas. Namun kau tahu sendiri, pengaruh Bwee Hua terhadap para lelaki yang menyukainya, sungguh teramat besar. Belum lagi ditambah dengan bunga iblis yang dipakainya untuk meracuni otak kami semua. Jika aku melarikan diri, dalam hitungan hari, aku pasti mencarinya kembali. Itu karena bunga iblis membuat kami ketagihan dan selalu bergantung kepada Bwee Hua.”“Hingga akhirnya, dalam pelarianku yang terakhir, aku diselamatkan oleh Khu-hujin. Ia sedang dalam perjalanan di tengah hutan. Aku disekapnya berhari-hari, sehingga ketagihanku akhirnya menghilang seluruhnya. Dengan sabar, beliau merawat dan menasehatiku. Karena sangat berhutang budi, akhirnya aku mengabdikan diri kepada beliau,” jelas Cukat Tong.“Aku juga
“Jika kita berangkat sekarang, kira-kira sampai di Bu Tong-san (pegunungan Bu Tong), siang atau malam?” tanya Cio San.Cukat Tong berpikir sebentar lalu menjawab, “Siang.”“Ah, kalau begitu kita berangkat nanti saja, biar sampainya bisa tengah malam,” kata Cio San.“Kau mau menyusup ke sana?” Cukat Tong bertanya.“Memangnya kaupikir aku mau datang ke sana secara baik-baik dan duduk mengobrol?” kata Cio San sambil tertawa.Cukat Tong pun ikut tertawa. Tiba-tiba ia berkata,“Eh, aku melihat kejadian saat kau di jembatan bersama perempuan itu. Siapa namanya?”“Maksudmu Mey Lan? Kau lihat semuanya???” tanya Cio San.“Ya.”“Hahaha... Memalukan. Tidak perlu dibahas.”“Tidak memalukan. Aku justru bisa mengerti perasaanmu.”Hanya laki-laki yang bisa mengerti perasaan sahabatnya. Mungkin itulah sebabnya persahabatan antar lelaki jauh lebih erat dan dalam, ketimbang persahabatan antar kaum perempuan.Karena itu jugalah, lebih banyak laki-laki yang lebih suka menghabiskan waktu bersama sahabat-s
Perjalanan itu akhirnya sampai juga.Bu Tong-san dengan segala keindahannya. Dengan segala kemegahan dan keagungannya. Di gunung inilah berdiri salah satu partai persilatan yang paling dihormati dan disegani di muka bumi. Bu Tong-pay. Mendengar namanya saja, orang akan tertunduk segan dan berbinar kagum. Mendengar namanya saja, hati orang jerih dan tangan gemetaran.Kini malah ada dua orang ‘bodoh’ menerobos dan menyusup masuk.Jika bukan karena telah memakan nyali harimau, tentu hanya orang pikun yang berani menyusup ke sana.Kedua orang ini tidak pernah makan nyali harimau, dan bukan orang pikun.Memangnya, kalau bukan dua orang ini yang menyusup Bu Tong-pay, siapa lagi yang bisa?Kedua orang ini sekarang telah berada di puncak tertinggi Bu Tong-san. Tempat dulu Cio San ‘diasingkan’ dan dihukum. Tempat terjadinya berbagai macam kejadian yang membentuk dirinya menjadi seperti sekarang ini.Angin begitu dingin.Malam begitu pekat.Jika bukan karena kenangan indah, mungkinkah manusia b
“Bahkan urusan masuk ke dalam lubang pun, aku harus mempercayakannya kepadamu,” Cio San tertawa lebar.“Ikuti semua langkahku. Di mana aku menginjakkan kaki, disitulah kau injakkan kaki. Ruangan rahasia ini mungkin memiliki banyak jebakan.”Cio San mengangguk.Bahkan jika Cukat Tong menyuruhnya buka baju, buka celana, dan berlarian telanjang bulat pun, dia akan mengangguk menurut.Urusan menyusup begini, memang Cukat Tong ahlinya. Para pemula sebaiknya menurut saja.Mereka menuruni lubang gelap di dasar lantai. Setelah melihat sekeliling, baru Cukat Tong melangkah dengan penuh hati-hati.“Kau perlu obor?” tanya Cukat Tong lirih sekali.“Tidak. Aku sudah terbiasa dalam gelap.”Cukat Tong mengangguk.Setelah memastikan bahwa ia bisa membuka pintu dari dalam lubang, Cukat Tong lalu menutup pintunya.“Ayo,” katanya. “Semua masih aman.”Mereka berjalan menyusuri goa itu. Ternyata arahnya menurun. Panjang dan sangat berliku-liku.“Darimana kau tahu, kalau diatas ada pintu rahasia,” bisik Cu
“Luas sekali pandangan Thay Suhu.” Cio San berkata begitu sambil menjatuhkan diri ke lantai, dan bersoja 3 kali di hadapan tulisan itu.Setelah bangkit, ia berkata kepada Cukat Tong, ”Kau dipersilahkan melihat dan mempelajari gambar-gambar ini. Kata Thay Suhu, siapapun yang berjodoh melihatnya, dipersilahkan unuk mempelajarinya.”“Aku tidak tertarik,” kata Cukat Tong menggeleng.“Kenapa?” tanya Cio San.“Memangnya, kau pikir aku tukang berkelahi seperti kau?”“Ilmu itu akan berguna suatu saat nanti.”“Memangnya, kau pikir diriku ini tidak berguna?”“Hahaha…” Cio San cuma bisa tertawa. Dalam hati ia mengerti. Cukat Tong merasa dirinya bukan murid Bu Tong-pay, sehingga merasa tidak pantas untuk mencuri belajar ilmu-ilmu Bu Tong-pay.“Untuk ukuran maling, kau adalah maling paling terhormat yang pernah kukenal.”“Maling juga punya harga diri.” Cukat Tong tersenyum. Ia kini duduk santai di lantai, setengah berbaring sambil menatap lukisan-lukisan di dinding goa.Cio San menatap dan mempela
“Kita harus memberitahukan Beng Liong perkara ini,” kata Cukat Tong.“Liong-ko (Kakak Liong) adalah orang yang lurus dan agak sedikit kaku. Kau pikir, dia mau begitu saja percaya, bahwa ketua partai yang sangat dicintainya itu adalah seorang bajingan?” jawab Cio San.“Kalau kau yang bicara, tentu dia percaya.”“Di dunia ini, manusia yang kata-katanya adalah emas, adalah Liong-ko sendiri. Omongan bau kentut dari mulutku ini, masa mau disamakan dengan dirinya?”“Tapi aku percaya omonganmu.”“Sayangnya, Liong-ko tidak sebodoh kau.”Mereka berdua tertawa mengikik. Heran. Di saat menyusup ke sarang macan seperti ini, mereka masih bisa bercanda.“Ayo kita kembali,” ajak Cukat Tong.“Ah, tapi aku malas mendaki goa sempit tadi itu.”“Terus bagaimana?”“Tidak bisakah kau memanggil burungmu kesini saja?”“Kau pikir Bu Tong-pay rumah bordil? Seenak perut saja keluar masuk?”Mereka cekikikan lagi.Tiba-tiba mereka terdiam.“Kaudengar langkah-langkah itu?” tanya Cio San.“Ayo kembali ke goa!”“Tid