“Jika kita berangkat sekarang, kira-kira sampai di Bu Tong-san (pegunungan Bu Tong), siang atau malam?” tanya Cio San.Cukat Tong berpikir sebentar lalu menjawab, “Siang.”“Ah, kalau begitu kita berangkat nanti saja, biar sampainya bisa tengah malam,” kata Cio San.“Kau mau menyusup ke sana?” Cukat Tong bertanya.“Memangnya kaupikir aku mau datang ke sana secara baik-baik dan duduk mengobrol?” kata Cio San sambil tertawa.Cukat Tong pun ikut tertawa. Tiba-tiba ia berkata,“Eh, aku melihat kejadian saat kau di jembatan bersama perempuan itu. Siapa namanya?”“Maksudmu Mey Lan? Kau lihat semuanya???” tanya Cio San.“Ya.”“Hahaha... Memalukan. Tidak perlu dibahas.”“Tidak memalukan. Aku justru bisa mengerti perasaanmu.”Hanya laki-laki yang bisa mengerti perasaan sahabatnya. Mungkin itulah sebabnya persahabatan antar lelaki jauh lebih erat dan dalam, ketimbang persahabatan antar kaum perempuan.Karena itu jugalah, lebih banyak laki-laki yang lebih suka menghabiskan waktu bersama sahabat-s
Perjalanan itu akhirnya sampai juga.Bu Tong-san dengan segala keindahannya. Dengan segala kemegahan dan keagungannya. Di gunung inilah berdiri salah satu partai persilatan yang paling dihormati dan disegani di muka bumi. Bu Tong-pay. Mendengar namanya saja, orang akan tertunduk segan dan berbinar kagum. Mendengar namanya saja, hati orang jerih dan tangan gemetaran.Kini malah ada dua orang ‘bodoh’ menerobos dan menyusup masuk.Jika bukan karena telah memakan nyali harimau, tentu hanya orang pikun yang berani menyusup ke sana.Kedua orang ini tidak pernah makan nyali harimau, dan bukan orang pikun.Memangnya, kalau bukan dua orang ini yang menyusup Bu Tong-pay, siapa lagi yang bisa?Kedua orang ini sekarang telah berada di puncak tertinggi Bu Tong-san. Tempat dulu Cio San ‘diasingkan’ dan dihukum. Tempat terjadinya berbagai macam kejadian yang membentuk dirinya menjadi seperti sekarang ini.Angin begitu dingin.Malam begitu pekat.Jika bukan karena kenangan indah, mungkinkah manusia b
“Bahkan urusan masuk ke dalam lubang pun, aku harus mempercayakannya kepadamu,” Cio San tertawa lebar.“Ikuti semua langkahku. Di mana aku menginjakkan kaki, disitulah kau injakkan kaki. Ruangan rahasia ini mungkin memiliki banyak jebakan.”Cio San mengangguk.Bahkan jika Cukat Tong menyuruhnya buka baju, buka celana, dan berlarian telanjang bulat pun, dia akan mengangguk menurut.Urusan menyusup begini, memang Cukat Tong ahlinya. Para pemula sebaiknya menurut saja.Mereka menuruni lubang gelap di dasar lantai. Setelah melihat sekeliling, baru Cukat Tong melangkah dengan penuh hati-hati.“Kau perlu obor?” tanya Cukat Tong lirih sekali.“Tidak. Aku sudah terbiasa dalam gelap.”Cukat Tong mengangguk.Setelah memastikan bahwa ia bisa membuka pintu dari dalam lubang, Cukat Tong lalu menutup pintunya.“Ayo,” katanya. “Semua masih aman.”Mereka berjalan menyusuri goa itu. Ternyata arahnya menurun. Panjang dan sangat berliku-liku.“Darimana kau tahu, kalau diatas ada pintu rahasia,” bisik Cu
“Luas sekali pandangan Thay Suhu.” Cio San berkata begitu sambil menjatuhkan diri ke lantai, dan bersoja 3 kali di hadapan tulisan itu.Setelah bangkit, ia berkata kepada Cukat Tong, ”Kau dipersilahkan melihat dan mempelajari gambar-gambar ini. Kata Thay Suhu, siapapun yang berjodoh melihatnya, dipersilahkan unuk mempelajarinya.”“Aku tidak tertarik,” kata Cukat Tong menggeleng.“Kenapa?” tanya Cio San.“Memangnya, kau pikir aku tukang berkelahi seperti kau?”“Ilmu itu akan berguna suatu saat nanti.”“Memangnya, kau pikir diriku ini tidak berguna?”“Hahaha…” Cio San cuma bisa tertawa. Dalam hati ia mengerti. Cukat Tong merasa dirinya bukan murid Bu Tong-pay, sehingga merasa tidak pantas untuk mencuri belajar ilmu-ilmu Bu Tong-pay.“Untuk ukuran maling, kau adalah maling paling terhormat yang pernah kukenal.”“Maling juga punya harga diri.” Cukat Tong tersenyum. Ia kini duduk santai di lantai, setengah berbaring sambil menatap lukisan-lukisan di dinding goa.Cio San menatap dan mempela
“Kita harus memberitahukan Beng Liong perkara ini,” kata Cukat Tong.“Liong-ko (Kakak Liong) adalah orang yang lurus dan agak sedikit kaku. Kau pikir, dia mau begitu saja percaya, bahwa ketua partai yang sangat dicintainya itu adalah seorang bajingan?” jawab Cio San.“Kalau kau yang bicara, tentu dia percaya.”“Di dunia ini, manusia yang kata-katanya adalah emas, adalah Liong-ko sendiri. Omongan bau kentut dari mulutku ini, masa mau disamakan dengan dirinya?”“Tapi aku percaya omonganmu.”“Sayangnya, Liong-ko tidak sebodoh kau.”Mereka berdua tertawa mengikik. Heran. Di saat menyusup ke sarang macan seperti ini, mereka masih bisa bercanda.“Ayo kita kembali,” ajak Cukat Tong.“Ah, tapi aku malas mendaki goa sempit tadi itu.”“Terus bagaimana?”“Tidak bisakah kau memanggil burungmu kesini saja?”“Kau pikir Bu Tong-pay rumah bordil? Seenak perut saja keluar masuk?”Mereka cekikikan lagi.Tiba-tiba mereka terdiam.“Kaudengar langkah-langkah itu?” tanya Cio San.“Ayo kembali ke goa!”“Tid
Jurus ini sangat hebat dan cepat. Jarang ada orang yang sanggup menghindar dari kepungan ini.Cio San pun terpana. Seumur hidup, inilah barisan pedang yang paling dahsyat yang dihadapinya! Tiada celah untuk menghindar. Tak ada ruang baginya untuk mundur!Untungnya, tadi Cio San masih memeluk puluhan pedang dengan tangan kirinya.Kini, tujuh dari puluhan pedang itu sudah melayang, mengarah kepada tujuh orang penyerangnya.Walaupun jaraknya sangat dekat, Cio San masih sanggup melontarkan pedang-pedang itu. Ini suatu keuntungan baginya, karena Cio San sendiri meragukan kemampuannya dalam melempar senjata untuk jarak jauh.Ternyata ia sudah memikirkannya sejak tadi.Itulah kenapa ia mengumpulkan pedang-pedang itu dari belasan orang yang pertama kali menyerangnya.Karena ia sudah tahu ia akan berhadapan dengan Barisan 7 Bintang.Dan ia pun sudah tahu cara menaklukkannya.Mengalahkan Barisan 7 Bintang harus dengan cara tiba-tiba, dan dengan jarak sangat dekat. Juga harus secara bersamaan. D
Begitu suasana di sana sudah sepi, Cio San baru berbicara,“Para Totiang, maafkan kelancangan cayhe. Sesungguhnya cayhe tidak bermaksud melakukan ini semua.”Ia lalu melepaskan totokan kedua Tianglo yang tadi, dan menurunkan pedangnya dari tenggorokan dua Tianglo lainnya.“Pangeran Maling, tolong totok titik pendengaran beberapa murid terluka yang berada di sini, supaya mereka tidak mendengar ucapanku,” pinta Cio San kepada Cukat Tong.Cukat Tong pun melakukannya.“Para Totiang, maafkan cayhe tidak bisa memberitahukan jati diri cayhe sebenarnya. Tapi cayhe datang kemari untuk menyampaikan sebuah rahasia.”Cio San diam sebentar, lalu berkata,“Di balik kamar ketua, terdapat jalan rahasia menuju ke puncak gunung.”Sambil berkata begitu, ia ingin melihat reaksi para Tianglo. Cio San lalu tersenyum puas setelah melihat reaksi wajah dan tubuh mereka sesuai dengan keinginannya.“Jalan rahasia ini berhubungan dengan kisah pembunuhan Tan Hoat di atas gunung, dan beberapa rahasia lain yang har
“Halah… Saya mana punya kemampuan untuk ikut bertanding? Walaupun bisa silat sedikit-sedikit, saya kesini hanya untuk menonton keramaian. Lumayan, bisa banyak ilmu yang didapat jika kita melihat pertandingan orang,” kata Lie Sat. Lanjutnya, “Siauya sendiri, apakah ikut bertanding?”“Iya. Sekedar untuk menguji kemampuan,” jawab Kao Ceng Lun sambil tersenyum.Lie Sat tersenyum juga. Ia suka melihat pemuda yang jujur, terbuka, dan apa adanya. Hampir seperti dirinya sendiri. Umur mereka sendiri mungkin sebaya.Mereka mengobrol panjang lebar menceritakan pengalaman masing-masing. Tak berapa lama kemudian, masuk sebuah rombongan kecil ke kedai itu.Suma Sun, Ang Lin Hua, dan Luk Ping Hoo mantan Pangcu Kay Pang. Mereka duduk di sebuah meja kosong, yang tak jauh dari meja tempat Cio San dan sahabat barunya itu berada.Cio San ingin sekali menyapa mereka, tapi ia tahu ia sedang dalam penyamaran. Karena itu, ia bersikap biasa saja dan melanjutkan mengobrol dengan Kao Ceng Lun.Rombongan Suma Su