Share

Ketika Kami Mudik
Ketika Kami Mudik
Author: Pena_Receh01

1

# Ketika_Kami_Mudik

"Ini kalian mudik apa pulang kampung? Bawa barang, kok, banyak banget? Udah susah emangnya di Jakarta?"nyinyir Dewi kala mereka baru masuk ke ruangan keluarga tempat mereka berkumpul.

"Mudik, Bi, ini oleh-oleh buat kalian,"sahut Panji sambil menaruh oleh-oleh ke lantai.

"Hahaa ... pulang kampung kali, inimah bukan oleh-oleh tapi barang-barang kalian! Sana jauh-jauh jangan deket-deket saya, nanti ketularan miskin lagi," hina Dewi membuat Panji dan sang istri terdiam. 

"Mbak, Mas, Dewi pamit dulu. Mau shopping dulu suami ngajak jalan-jalan. Assalamualaikum," pamit Dewi lalu pergi tanpa menunggu jawaban mereka.

"Bibi masih tetap sama ya, suka banget hina kita," ujar Hana yang sedari tadi terdiam menatap kepergian bibinya Panji.

"Sudah-sudah, mendingan kalian istirahat. Pasti capek, kan, terus cucuku juga cepat tidurkan di kamar, kasian," seru Midah sang mertua Hana, wanita itu mengangguk lalu membawa sang buah hati yang berusia empat tahun menuju kamar. 

"Bu, tolong bantu beresin oleh-oleh ini," pinta Panji menyodorkan beberapa ke sang Ibu lalu ia pergi membawa barang-barangnya ke kamar.

Midah bergegas melihat isi bawaan sang anak, matanya membulat kala melihat banyak makanan yang dibawa. Seperti beberapa kue yang sedang viral bahkan sampe minuman. Saat Panji telah balik lagi, ia langsung menyerang  pria itu. 

"Panji, ini terlalu banyak. Pasti uang kamu keluar banyak ya. Harusnya tabungin aja buat bikin rumah," cerocos Midah hanya disambut senyuman kecil sang anak. 

"Sudahlah, mendingan sekarang kita beres-beres. Oh iya, Bapak di mana ya," tutur Panji membuat Midah mendengkus lalu hanya menuruti kata anaknya. 

"Lain kali jangan boros-boros, mendingan uangnya kamu tabung buat bikin rumah," nasehat Midah sekali lagi yang dibalas anggukan Panji karna pikir lelaki itu pasti sang Ibu akan terus menasehatinya tanpa henti. 

"Bapakmu di sawah, Nak.lagi nanem padi," seru Midah membuat Panji mengangguk.

"Habis ini Panji ke sawah, Ya. Mau bantu Bapak, udah lama enggak ke sawah," ucap Panji hanya dibalas anggukan Midah. 

Setelah selesai merapikan oleh-oleh, Panji langsung pergi ke sawah. Di saat keluar dia berpapasan dengan suami Bibinya, tatapan sinis dan menghina sangat dilayangkan oleh pria itu. Panji hanya menghela napas lalu mendekat, takut dianggap tak sopan jika tidak menyapa sang Mamang. 

"Assalamualaikum, Mang," sapa Panji dengan ramah. 

"Walaikumsalam, lain kali kalau nanti di jalan atau saya lagi ketemu temen kantor. Jangan sapa saya, kita pura-pura gak kenal aja. Malu saya punya keponakan miskin kaya kamu," cecar Hamdan hanya disambut ringisan Panji.

"Mang, saya pamit ke sawah ya, mau bantu Bapak, assalamualaikum," kata Panji hanya dibalas anggukan Hamdan lalu tangan lelaki itu bergerak mengibas-ibas seperti mengusir agar cepat pergi. 

"Assalamualaikum, Pak ...," pekik Panji gembira seraya melambaikan tangan ke  sawah yang tengah Bapaknya mencocok tanam. 

"Walaikumsalam, masyaallah. Ini kamu, Nak?" tanya Hasan menyudahi pekerjaannya lalu mendekati sang anak. 

"Iya, Pak. Maaf, Panji baru bisa mudik," sahut Panji lalu hendak memeluk sang Bapak tadi dilarang Hasan.

"Jangan, Nak. Bapak badannya kotor, nanti kamu jadi ikut kotor," larang Hasan tapi tidak didengarkan Panji, lelaki itu langsung melabuhkan pelukkan.

"Udah biasa kotor kalau di sawah. Pak, Panji kangen kalian," ungkap Panji lelaki itu meneteskan air mata disambut tepukkan bahu oleh Hasan. 

"Sama Bapak juga, udah jangan nangis! Laki kok cengeng," tegur Hasan hanya disambut tawa Panji, lelaki itu melepaskan pelukkannya. 

"Ayo Panji bantu, Pak," ajak Panji menarik lengan sang Bapak lalu mereka kerja bersama sambil mengobrol. 

*** 

Waktu berputar begitu cepat, kini hari mulai beranjak sore. Hana menguap lalu melirik jam di handphone yang ternyata sudah jam tiga. Ia bergegas bangun keluar lalu melihat sang mertua tengah memasak. 

"Haduh, maaf Bu. Hana ketiduran," kata Hana membuat Midah menoleh lalu menyambut menantunya dengan senyuman.

"Gak papa, Nak. Ibu mengerti kok, pasti kamu capek," balas Midah membuat Hana merasa nyaman karna mertuanya sangat pengertian.

"Hana bantu ya, Bu," seru Hana lalu lekas mencuci muka lalu mulai ikut berperang dengan peralatan dapur.

*** 

"Mama ...!" teriak balita yang berlari mencari wanita yang melahirkannya.

Hana yang mendengar teriakan anaknya terkejut. Ia segera berlari menuju arah kamar dan menemukan sang buah hati tengah terduduk di lantai sambil menangis. Wanita itu bergegas membawa gadis kecil tersebut dalam dekapan dan berusaha mendiamkan tangisan Mawar. 

"Ada apa, Nak?" tanya Midah terkejut lalu mendekati Hana dan cucunya.

"Gak papa, Bu. Mungkin Mawar hanya terkejut saat bangun gak liat Hana," balas Hana hanya dibalas anggukan Midah, sang mertua mendekat dan mengelus sayang kepala cucunya. 

"Cup, cup, cup. Jangan nangis Sayang, sini sama Emak, gendong. Nanti kalau Ayah kamu pulang minta ngabuburit cari takjil," bujuk Midah membuat Mawar terdiam lalu menatap lamat-lamat yang menyandang sebagai emaknya.

"Bener, Mak. Emang bakal suruh Ayah buat jalan-jalan?" tanya Mawar menoleh menatap Midah dengan mata polosnya membuat wanita itu gemas dan akhirnya mengangguk sebagai jawaban.

"Ahhh ... makasih Mak, mau digendong dong," celoteh Mawar hanya disambut tawa mereka lalu Midah langsung menggendong cucunya dengan sayang. 

"Assalamualaikum." Suara teriakan terdengar dari depan pintu, Hana dan Midah bergegas ke sana untuk membuka pintu. 

"Walaikumsalam," sambut mereka lalu menyuruh Panji dan Hasan masuk agar segera membersihkan diri. 

"Ayah, ayo kita beli takjil, Emak yang nyuruh," pinta Mawar kala sang Ayah telah selesai membersihkan diri dan telah rapi dengan kaos dan celana joger. 

"Iya, Sayang. Sini Ayah gendong," kata Panji mengulurkan tangan lalu menggendong buah hatinya.

Mereka pamit pada kedua orangtua Panji, lalu bergegas pergi dengan berjalan kaki. Celoteh Mawar membuat suasana gembira, teman-teman Panji yang berpapasan beberapa menyapa. Lelaki itu memang terkesan ramah, tetapi banyak juga menghina karna miskin. 

"Ayah, mau beli bubur sumsum," pinta Mawar menunjuk pedagang yang menjual bubur tersebut, Panji langsung mengiyakan dan segera membeli keinginan anaknya. 

Setelah meminta ini dan itu, merasa sudah cukup. Mereka bergegas pulang karna waktu sebentar lagi menunjuk waktu magrib. Baru saja hendak mengetuk pintu rumah, suara Dewi membuat ketiganya menoleh. 

"Beli apaan tuh! Oh takjil, mendingan uang itu ditabung aja, jangan boros, miskin aja belagu beli banyak menu takjil," nyinyir Dewi menatap sinis mereka. 

"Kami pamit masuk ke rumah dulu, Bi," seru Panji mengetuk pintu membuat Dewi mendengkus karna diabaikan.

"Istrimu bisu, kan, semenjak tinggal di jakarta. Kok diam kalau bertemu denganku," ejek Dewi membuat Hana yang mendengar langsung mendongak dan menatap tajam Dewi.

"Apa melotot-melotot! Kamu kira saya takut, cuma orang miskin aja belagu, sana cepat pergi, nanti saya ketularan miskin lagi," cecar Dewi membikin Hana emosi tetapi ditahan Panji kala wanita itu hendak mendekat ke Dewi.

"Tahan, Sayang," bisik Panji pelan, membuat Hana menghela napas lalu mengangguk.

"Saya bisu Bi," kata Hana hanya disambut tatapan sinis Dewi lalu wanita itu pergi masuk ke rumahnya.

"Astagfirullah, kudu banyak istigfar kalau ketemu Bibi," gumam Hana pelan lalu masuk kala pintu sudah terbuka yang ternyata tidak dikunci oleh orang tua Panji. 

Waktu berjalan begitu cepat, kini tinggal besok hari raya idul fitri. Begitu banyak hinaan yang diterima saat berada di sini, lebih tepatnya celaan dari sang Bibi. Jam sudah menunjuk angka sebelas siang, mereka tengah sibuk menyiapkan makanan untuk diantar ke beberapa orang. Memang disini tradisi itu masih ada, Mawar merengek ingin membeli kiner joy untuk buka puasa gadis itu. 

"Ya sudah, ayo kita pergi," ucap Hana menggandeng lengan anaknya lalu berpamitan pada Ibu mertua yang tengah memasak. 

Selepas pulang membeli kiner joy, ia juga menyempatkan membeli takjil lagi. Ia sangat suka nasi bungkus, dicampur sambelnya rasa sangat nikmat dilidah. Saat dijalan raya, mereka berpapasan dengan Dewi yang bersama teman merumpinya, tatapan sinis terpancar kala melihat Mawar memegang dua kiner joy. 

"Duh, gaya-gayaan beliin anak kiner joy. Uang kamu abis baru tau rasa! Bukannya ngumpulin uang buat kasih THR, jangan-jangan gak bisa ngasih THR lagi," sinis Dewi membuat Hana mematung lalu kala mendengar ucapan Dewi yang terdengar oleh telinganya.

"Bukannya dia istri keponakanmu, Dew, yang pergi ngerantau ke jakarta?" tanya temannya melirik Hana ke belakang lalu memilih berhenti.

"Iya, dia istri Panji, dia gaya-gayaan banget. Belanja banyak, palingan di jakarta jadi babu," hina Dewi membuat Hana mengepalkan tangan merasa marah.

"Mah, kenapa berhenti? Ayo kita pulang, sebentar lagi azan, Mah. Aku mau buka puasa," seru Mawar membuat Hana tersadar lalu mengangguk dan menggandeng tangan buah hatinya pulang. 

***

Semua orang baru saja menyelesaikan salat ied, mereka tengah saling maaf-maaffan. Kala netra Dewi melihat Hana, banyak yang memuji pakaiannya bagus membuat wanita itu mendekat. Hana yang melihat Bibi di dekatnya langsung bersalaman.

"Mohon maaf lahir batin, Bi," ucap Hana lalu pamit hendak mencari suaminya. 

"Baju istri ponakan kamu bagus ya, kira-kira beli dimana ya," ucap wanita di samping Dewi membuat wanita itu meliriknya. 

"Palingan itu baju lungsuran dari majikannya, alias barang bekas," seru Dewi masih terdengar oleh Hana, wanita itu memilih pergi karna tak ingin cekcok dengan Dewi di hari raya idul fitri ini. 

*** 

Saat Hana menemukan suaminya, ia bergegas mengajak pulang karna Mawar berada di rumah bersama mertuanya. Ia takut sang anak menangis karna ditinggal lama. Sesampai di rumah benar saja, perempuan tersebut tengah tersedu-sedu. 

"Katanya bentar, Mah, kok lama banget," cerocos Mawar hanya ditanggapi oleh Hana oleh dekapan. 

Setelah berkumpul di rumah, setengah jam kemudian Panji bangkit membuat semua orang menoleh ke arahnya. Ia mendekat ke sang istri lalu mengambil Mawar dalam dekapan Hana. Wanita itu segera merenggangkan badan karena pegal. 

"Kita ke Bi Dewi yuk, Mas belum silaturahmi sama mereka," ujar Panji membuat Hana terdiam sebentar lalu mengangguk.

Mereka segera melangkah menuju kediaman Dewi. Lalu Panji menyuruhnya untuk mengetuk pintu, terlihat sepupu lelaki itu yang membukakan benda persegi panjang tersebut. 

"Eh, ada kamu, ayo masuk!" kata Dimas mempersilakan sepupunya masuk ke rumah dan terlihat banyak orang di sana. 

"Mohon maaf lahir batin, Bi," ucap Panji dan Hana mereka bersalaman pada Dewi dulu lalu yang lain. 

"Kalian ke sini hanya untuk silaturahmi, gak kasih THR gitu," cecar Dimas membuat Hana menoleh menatapnya.

"Eh iya, ini. Sedikit buat Bibi," kata Hana menyodorkan amplop pada Bibi suaminya, lalu Dewi menerima seraya mencibir.

"Duh pasti isinya receh nih." Dewi langsung melihat isi amplop lalu terdiam kala melihat isinya. 

"Gimana Bu, isinya cuma dua puluh ribu apa?" tanya Dimas seraya menghina membuat Hana dan Panji terdiam, mereka memilih berpamitan untuk berkeliling lagi buat silaturahmi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status