Share

7

Pelayan itu mengeryitkan alisnya lalu melirik Panji mengangguk samar. Wanita tersebut mengembuskan napas lalu balik menatap Dewi. Dia masih memeluk nampan di dekapannya, ia sebenarnya sudah kesal dengan ucapan Dewi yang membuat beberapa bawahan Panji meradang karna menghina sang Bos.

"Jika Ibu melaporkan jika Kelurga Pak Panji yang mengaku-ngaku. Tidak salah lagi jika ...," ucapan wanita itu terpotong karena Dewi kembali bersuara.

"Tuh kan, pasti kalian sudah beberapa kali mengaku sebagai bos pada beberapa orang atau mau pamer sama temen kalian," cecar Dewi membuat wanita yang belum menyelesaikan kata-katanya membulat.

"Bu, tolong jangan potong ucapan saya, saya belum selesai bicara lho," kata wanita itu membuat Dewi menatap ke arahnya.

"Silakan lanjutkan, sekalian gak papa kalau kamu mau maki mereka. Biar mereka sadar diri," ucap Dewi membuat ia menjadi pusat perhatian karena ucapannya terus nyaring.

"Pak Panji dan Bu Hana memang pemilik tempat ini, jika anda tak percaya saya bisa panggilan semua karyawan di sini. Dan jawaban mereka akan sama seperti saja," seru wanita itu membuat Dewi bungkam dan menatap wajah perempuan tersebut dengan tatapan menyelidik.

"Sudah sana pergi, kamu sudah tak dibutuhkan di sini lagi," usir Dimas saat mengerti jika wanita yang melahirkannya merasa tersudutkan.

"Sudah sudah, mendingan kita makan aja. Enak lho kuenya," kata Enas membuat semua mengangguk lalu menyantap kue tersebut.

"Nenek bangga kalian punya bisnis yang maju," puji Enas menatap bahagia ke arah keluarga kecil cucunya.

"Allhamdulillah Nek, ini berkat doa istri dan Ibuku," sahut Panji membuat kedua wanita yang disebutkan itu mengulas senyum.

"Dan usaha kalian juga, karena doa harus dibarengi usaha," tutur Enas lalu dibalas anggukan Panji karna setuju.

"Ini beneran punya kalian," seru Dewi yang sejak tadi bungkam yang biasa terus mengeluarkan suara.

"Iya Uni, kan sudah dibilangi dari tadi kalau tempat ini punya Mama sama Ayah." Mawar yang bersuara membuat semua mata menatap gadis kecil itu.

"Iya-iya Uni percaya, kalau gitu semua makanan ini bisa dong gratis. Sekalian Bibi mau bawa beberapa," seru Dewi tanpa tau malu.

Gina yang doyan makanan itupun ikut mengangguk. Ia menatap ke arah Panji dan Hana. Saat hendak mengeluarkan suara, tangannya dipegang oleh Dimas lalu lelaki itu menggeleng tanda melarang.

"Jangan ikut-ikutan Gin," bisik Dimas membuat Gina mempautkan bibirnya lalu mengangguk dan melahap makanannya lagi.

Hana dan Panji saling pandang, mereka seperti berbicara lewat tatapan. Lalu lelaki itu mengangguk dan seperti menyuruh Hana agar yang bersuara. Saat suara Dewi keluar lagi, mereka langsung menatap objek sama.

"Gimana Pan, Han, bisa dong gratis," kata Dewi sekali lagi lalu disambut tepukan sedikit keras di paha wanita itu, membuat sang empu mendelik kesal ke arah sang suami.

"Ada apa sih, Mas," sungut Dewi kesal tapi masih nada pelan.

"Jangan bikin malu," ucap lelaki itu membuat Dewi mendengkus.

"Boleh kok, Bi," ucap Hana membuat semua orang menatap berbinar ke arah mereka, kecuali Dimas yang merasakan terkalahkan.

"Sekalian syukuran, karena sebentar lagi. Restoran yang kami bangun selesai," lanjut Hana membuat semua orang semakin menatap kagum mereka.

"Huh, baru segitu aja sombong," ucap Dewi hanya gerakan bibir tetapi masih terbaca oleh Panji dan lelaki itu menggelengkan kepala.

"Kalau dibungkus gimana, Han. Soalnya kue ini kesukaan aku banget," tutur Gina melupakan perkataan hinaan yang beberapa menit ia layangkan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status