Jam sudah menunjuk angka enam sore, keluarga Midah datang terlebih dahulu karena rumah mereka berdekatan. Dewi yang melihat mereka langsung menarik Mbak dan istri keponakannya buat membantu menyiapkan makan malam. Berlaga seperti Nyonya, Dewi memerintah ini itu.
"Cepat bawakan ini, Mbak," perintah Dewi menyodorkan cobek dan Midah menerimanya."Cepat bawa, takut mereka keburu datang," seru Dewi sekali lagi dibalas anggukan Midah, wanita itu melangkah sembari membawa cobek lalu Dewi menyeringai menatap kepergian sang kakak."Yah, kok kotor," ujar Midah lalu meletakan cobek itu di tempatnya lalu ia memandang nanar gamis yang dibelikan sang menantu."Ada apa, Wa?" tanya Gina sambil membawa lap di tangan."Ini, baju Uwa kotor. Duh apalagi ini gamis yang dibelikan Hana lagi," ujar Midah membuat Gina menyeringai."Duh, gimana dong. Hana pasti kecewa," tutur Gina membuat Midah mengangguk pelan."Gimana kalau aku elap aja, Wa," se"Emang menurut Bibi, baju yang Ibu pakai itu berapa harganya?" tanya Hana menatap kesal ke arah Dewi. "Palingan sekitar lima puluh ribuan, paling mahal palingan seratus ribu," balas Dewi angkuh membuat Hana terkekeh Lalu mengeluarkan ponselnya."Duh, maaf. Buat Bibi kecewa, karna harga yang Bibi sebutkan itu salah," ucap Hana lalu memainkan ponselnya. "Huh, terus berapa! Apa jangan-jangan dibawah lima puluh ribu. Duh malu-maluin banget, punya mobil tapi cuma bisa beliin gamis ke mertua harga segitu," hina Dewi membuat Panji menggelengkan kepalanya."Harganya itu enam ratus dua puluh lima ribu, itupun belum termasuk ongkir," ujar Hana membuat Dewi Dan Gina tertawa. "Hahaha ... jangan kejauhan halunya, masa gamis gini doang harganya sampe segitu," cibir Dewi hanya disambut seringai Hana."Gak percaya? Ini buktinya," kata Hana menyodorkan handphone yang menampilkan barang telah sampai ditangannya.
Makasih yang udah unlock, semoga rezeki kalian terus dilancarkan agar terus mengikuti karyaku. Suara deru mobil terdengar di kediaman Panji, membuat beberapa orang melihat karena kepo. Dewi yang ikut memandang juga mengeryit heran, karena ada beberapa kendaraan roda empat yang bagus parkir di depan rumah sang kakak. "Mereka siapa ya? Mobilnya bagus-bagus banget. Apa orang nyasar ya, tapi gak papa deh, moga sampe pagi diem disitu. Biar bisa selfi sama mobil-mobil keren itu," gumam Dewi lalu mengulas senyum senang, ia memilih pergi ke kamar untuk tidur lagi.Waktu akhirnya masuk ke pukul 05:30 WIB, Dewi telah rapi. Ia bergegas mengajak sang menantu untuk keluar, membuat wanita itu bingung. Saat sampai di luar, Dewi langsung menunjukan ke arah kendaraan roda empat yang sangat bagus. "Lihat, beruntung mobil-mobil itu masih ada disini," ucap Dewi menunjuk beberapa kendaraan roda empat tersebut, membuat Gina mengikuti arah tujuan itu. "Wah
"Wow, besar banget rumah ini," ungkap Gina kagum dengan netra berbinar."Jangan norak, kamu!" geram Dimas dengan nada pelan hanya terdengar oleh keluarganya saja."Apaan sih, Mas! Akukan cuma mengungkapkan rasa kagum aja, kali aja Mas mau bikinin aku rumah kaya gini," celetuk Gina membuat Dimas mendengkus. "Huh, uang Mas tidak sebanyak itu, apalagi, kan, kita punya pembantu buat dibayar. Mana bisa kekumpul buat bikin rumah sebesar ini, udah bersyukur aja, Mas bisa buat rumah juga," ujar Dimas membuat Gina mempautkan bibirnya beberapa centi. "Kenapa kalian jadi ribut sih, udah deh," seru suami Dewi membuat anak dan menantunya terdiam."Iya, dan kenapa kita berhenti disini. Bukannya kita mau ke rumah Panji," ujar Dewi dibalas anggukan semua, mereka menoleh saat Midah memanggil. "Kalian ... kenapa diam saja disitu, ayo kesini!" teriak Midah membuat mereka saling pandang lalu melangkah mendekat. "Ada apa? Kenapa teriak-teriak, apa mobil yang kalian kendarain mogok," ujar Dewi seraya m
Jangan lupa tap love dan coment biar smngt. Allhamdulillah hari ini double update"Kamu jahat, masa punya rumah bagus, enak-enak sendiri. Mertuamu malah rumahnya jelek banget bahkan sampe banyak yang bocor," cecar Gina membuat Hana menatapnya. "Kamu gak perlu ikut campur, Gin. Terserah aku dong mau gimana," balas Hana kesal dengan ucapan Gina yang terlalu ikut campur dan terus menghina. "Duh dasar orang kaya baru, sombong bener," cibir Dewi membuat Hana mendengkus."Kalian ngapa sih," tegur Midah yang mendekat dan berdiri di sisi menantunya. "Itu, menantumu biadap banget. Masa di sini enak-enak sedangkan gak mikirin kamu sebagai mertuanya yang hidup serba kekurangan," ujar Dewi menatap kakaknya. "Sudah-sudah, tenang aja. Menantu dan anakku bakal renovasi rumah kami kok, nanti kalau toko bangunan udah buka, bahkan menantuku yang meminta," jelas Midah membuat keduanya terdiam."Huh, kamu ini selalu membela menantumu," geram Dewi lalu melangkah pergi meninggalkan mereka. "Kamu sabar
"Bibi jangan asal nuduh, istriku gak mungkin begitu," ucap Panji dengan nada ketus ia sedikit terpancing oleh perkataan Dewi."Nyatanya istrimu begitu, Pan," seru Dewi membuat Panji mendengkus."Buktinya apa, Bi!" kata Panji membuat Dewi menyeringai lalu menyodorkan handphonenya."Dengarkan percakapan ini, mereka sangat mesra bersenda gurau," ujar Dewi membuat Panji mengernyitkan kening lalu mulai mendengar rekaman suara tersebut."Ini Hana lagi ngobrol sama Ajis, Bi." Panji menyodorkan handphone milik sang Bibi dengan tenang, tak ada riak kesal lagi di wajahnya. "Iya, Pan. Benerkan kata, Bibi, mereka itu pasti main serong, kamu harus marahin dia, atau talak sekalian," ujar Dewi dengan nada menggebu."Ihh ... Bibi ngomong apa sih, gak boleh menjerumuskan gitu Bi. Mereka itu udah kaya kakak, adik, jadi Bibi gak perlu khawatir. Udah ya, Panji mau pergi dulu," ujar Panji lalu melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Dewi."Siapa yang mau ngejerumusin, main fitnah aja. Orang Bibi baik, ma
"Akutuh bukan gak mau ngurusin, Ibu kan masih punya suami, biar bapak yang ngurus Ibu. Biar romantis kaya di film atau novel gitu," jelas Gina tak mau disalahkan, padahal memang dia malas merawat sang mertua. "Sudah-sudah, mendingan kita abisin aja sarapan, terus berangkat ke resto Panji," lerai Enas dibalas anggukan semua lalu hanya ada denting sendok yang beradu dengan piring. Selesai sarapan, mereka memilih duduk-duduk sebentar di ruang tamu. Anak-anak memilih ke tempat main milik Mawar, gadis kecil itu memilih terlelap dulu paha sang Mama. Setengah jam kemudian, mulai mendekati acara peresmian, semua mulai memasuki mobil dan kendaraan roda empat tersebut melaju. "Kok lama bener sih sampenya, emang di mana lokasi restonya," keluh Dewi karena mereka duduk berdempetan. "Sabar Bu, ini macet banget. Sebentar lagi juga sampe," balas yang menyupiri keluarga Dewi membuat wanita itu mendengkus. "Ibu, Ibu. Emang aku Ibumu," seru Dewi membuat karyawan yang mendadak jadi supir itu menole
"Ngapain kita cek rekaman CCTV, gak guna tau gak. Inikan masalah keteledoran karyawan kamu," seru Dewi menatap tajam ke arah Panji, kala mengetahui jika Gina menegang."Iya gak nyambung banget sih," lanjut Gina dengan suara gugup membuat Panji mengeryitkan kening lalu menyeringai."Nyambung kok, Gin. Kan kita bisa tau jawaban itu dari CCTV, ayo kita liat," tutur Hana semangat kala melihat gelagat gelisah dari Gina."Ayoo ...," seru salah satu keluarga itu, lalu mereka berdiri dan mengikuti langkah Panji."Haduh ... aku gimana nih, Bu," lirih Gina pelan, ia berjalan paling belakang. "Memang kamu kenapa, Gin. Apa ini kerjaan kamu?" tanya Dimas kala mendengar ucapan Gina pada Dewi."Entahlah, Mas juga bingung. Makanya kalau buat sesuatu itu harus mikir resikonya gimana dan keadannya juga ginana, kamu emang gak mikir resto segede ini gak ada CCTV," seru Dimas pelan menceramahi sang istri membuat Gina mempautkan bibirnya."Aku harus bagaimana, Mas ...," lirih Gina pelan membuat Dimas terd
"Mohon perhatiannya semua. A--aku pengen ngomong sesuatu," ucap Gina dengan suara gemetar dan suara dia membuat semua orang menatap dirinya."Katanya mau ngomong, kok diem aja. Ayo dong cepat! Kami tak punya waktu banyak buat dengerin kamu," cecar salah satu pelanggan yang pasti tingkat ke kepoannya tinggi. "Huh, aku harus mempersiapkan diri juga kali. Jadi sabar aja! Main suruh-suruh aja, emang aku babu kamu," balas Gina sengit membuat pelanggan itu mendengkus. "Ayolah cepat! Gin. Bener kata dia, ayo cepat ngomong! Atau enggak ...," ucapan Hana terpotong karna Gina langsung berseru. "Iya-iya, ini aku bicara," sahut Gina dengan nada ketus lalu terlihat ia menarik dan mengembuskan napas dengan kasar. "Aku mau minta maaf atas keributanku tadi, itu sebenernya ...." Gina malah mengantung ucapannya membuat semua pelanggan menatap ia serius."Bi, cepat suruh menantumu bicara! Kalau enggak aku akan lapor polisi," ancam Hana kesal Gina yang menggantung ucapannya, Dewi yang mendengar lan