"Palingan taksi, Bu," ucap Dewi, wanita itu menyahuti padahal Midah yang ditanya. "Ha! Masa sih, mobil sebagus ini cuma taksi," ucap wanita itu hanya dibalas anggukan cepat oleh Dewi. "Ini bukan taksi, Bu. Ini mobil saya, ini buktinya," seru Hana mendekati mereka yang tangannya sudah memegang BPKBl dan menyodorkan pada Ibu itu dan dirampas Dewi. "Huh, padahal saya mau liat lho, Bu," kata wanita itu mempautkan bibirnya kesal dengan tingkah Dewi. "Bentar, saya cek dulu. Bener atau enggak ini mobil punya mereka," ujar Dewi lalu terdiam kala melihat nama Hana tertera di sana, ia segera menyodorkan buku itu ke sang pemilik lalu menatap Midah. "Jangan lupa ke rumah aku, Mbak, jangan sampe Ibu ngoceh karena gak ngundangan kalian," tutur Dewi lalu berlalu begitu saja kala selesai berbicara."Wah keren kamu punya Mobil, Han," puji beberapa tetangga hanya dibalas senyuman Hana."Maaf ya Bu, kami pamit ke dalam rumah dulu," ucap Panji dibalas anggukan semua, lalu perlahan sekeluarga itu ma
Jam sudah menunjuk angka enam sore, keluarga Midah datang terlebih dahulu karena rumah mereka berdekatan. Dewi yang melihat mereka langsung menarik Mbak dan istri keponakannya buat membantu menyiapkan makan malam. Berlaga seperti Nyonya, Dewi memerintah ini itu. "Cepat bawakan ini, Mbak," perintah Dewi menyodorkan cobek dan Midah menerimanya. "Cepat bawa, takut mereka keburu datang," seru Dewi sekali lagi dibalas anggukan Midah, wanita itu melangkah sembari membawa cobek lalu Dewi menyeringai menatap kepergian sang kakak. "Yah, kok kotor," ujar Midah lalu meletakan cobek itu di tempatnya lalu ia memandang nanar gamis yang dibelikan sang menantu."Ada apa, Wa?" tanya Gina sambil membawa lap di tangan."Ini, baju Uwa kotor. Duh apalagi ini gamis yang dibelikan Hana lagi," ujar Midah membuat Gina menyeringai. "Duh, gimana dong. Hana pasti kecewa," tutur Gina membuat Midah mengangguk pelan."Gimana kalau aku elap aja, Wa," se
"Emang menurut Bibi, baju yang Ibu pakai itu berapa harganya?" tanya Hana menatap kesal ke arah Dewi. "Palingan sekitar lima puluh ribuan, paling mahal palingan seratus ribu," balas Dewi angkuh membuat Hana terkekeh Lalu mengeluarkan ponselnya."Duh, maaf. Buat Bibi kecewa, karna harga yang Bibi sebutkan itu salah," ucap Hana lalu memainkan ponselnya. "Huh, terus berapa! Apa jangan-jangan dibawah lima puluh ribu. Duh malu-maluin banget, punya mobil tapi cuma bisa beliin gamis ke mertua harga segitu," hina Dewi membuat Panji menggelengkan kepalanya."Harganya itu enam ratus dua puluh lima ribu, itupun belum termasuk ongkir," ujar Hana membuat Dewi Dan Gina tertawa. "Hahaha ... jangan kejauhan halunya, masa gamis gini doang harganya sampe segitu," cibir Dewi hanya disambut seringai Hana."Gak percaya? Ini buktinya," kata Hana menyodorkan handphone yang menampilkan barang telah sampai ditangannya.
Makasih yang udah unlock, semoga rezeki kalian terus dilancarkan agar terus mengikuti karyaku. Suara deru mobil terdengar di kediaman Panji, membuat beberapa orang melihat karena kepo. Dewi yang ikut memandang juga mengeryit heran, karena ada beberapa kendaraan roda empat yang bagus parkir di depan rumah sang kakak. "Mereka siapa ya? Mobilnya bagus-bagus banget. Apa orang nyasar ya, tapi gak papa deh, moga sampe pagi diem disitu. Biar bisa selfi sama mobil-mobil keren itu," gumam Dewi lalu mengulas senyum senang, ia memilih pergi ke kamar untuk tidur lagi.Waktu akhirnya masuk ke pukul 05:30 WIB, Dewi telah rapi. Ia bergegas mengajak sang menantu untuk keluar, membuat wanita itu bingung. Saat sampai di luar, Dewi langsung menunjukan ke arah kendaraan roda empat yang sangat bagus. "Lihat, beruntung mobil-mobil itu masih ada disini," ucap Dewi menunjuk beberapa kendaraan roda empat tersebut, membuat Gina mengikuti arah tujuan itu. "Wah
"Wow, besar banget rumah ini," ungkap Gina kagum dengan netra berbinar."Jangan norak, kamu!" geram Dimas dengan nada pelan hanya terdengar oleh keluarganya saja."Apaan sih, Mas! Akukan cuma mengungkapkan rasa kagum aja, kali aja Mas mau bikinin aku rumah kaya gini," celetuk Gina membuat Dimas mendengkus. "Huh, uang Mas tidak sebanyak itu, apalagi, kan, kita punya pembantu buat dibayar. Mana bisa kekumpul buat bikin rumah sebesar ini, udah bersyukur aja, Mas bisa buat rumah juga," ujar Dimas membuat Gina mempautkan bibirnya beberapa centi. "Kenapa kalian jadi ribut sih, udah deh," seru suami Dewi membuat anak dan menantunya terdiam."Iya, dan kenapa kita berhenti disini. Bukannya kita mau ke rumah Panji," ujar Dewi dibalas anggukan semua, mereka menoleh saat Midah memanggil. "Kalian ... kenapa diam saja disitu, ayo kesini!" teriak Midah membuat mereka saling pandang lalu melangkah mendekat. "Ada apa? Kenapa teriak-teriak, apa mobil yang kalian kendarain mogok," ujar Dewi seraya m
Jangan lupa tap love dan coment biar smngt. Allhamdulillah hari ini double update"Kamu jahat, masa punya rumah bagus, enak-enak sendiri. Mertuamu malah rumahnya jelek banget bahkan sampe banyak yang bocor," cecar Gina membuat Hana menatapnya. "Kamu gak perlu ikut campur, Gin. Terserah aku dong mau gimana," balas Hana kesal dengan ucapan Gina yang terlalu ikut campur dan terus menghina. "Duh dasar orang kaya baru, sombong bener," cibir Dewi membuat Hana mendengkus."Kalian ngapa sih," tegur Midah yang mendekat dan berdiri di sisi menantunya. "Itu, menantumu biadap banget. Masa di sini enak-enak sedangkan gak mikirin kamu sebagai mertuanya yang hidup serba kekurangan," ujar Dewi menatap kakaknya. "Sudah-sudah, tenang aja. Menantu dan anakku bakal renovasi rumah kami kok, nanti kalau toko bangunan udah buka, bahkan menantuku yang meminta," jelas Midah membuat keduanya terdiam."Huh, kamu ini selalu membela menantumu," geram Dewi lalu melangkah pergi meninggalkan mereka. "Kamu sabar
"Bibi jangan asal nuduh, istriku gak mungkin begitu," ucap Panji dengan nada ketus ia sedikit terpancing oleh perkataan Dewi."Nyatanya istrimu begitu, Pan," seru Dewi membuat Panji mendengkus."Buktinya apa, Bi!" kata Panji membuat Dewi menyeringai lalu menyodorkan handphonenya."Dengarkan percakapan ini, mereka sangat mesra bersenda gurau," ujar Dewi membuat Panji mengernyitkan kening lalu mulai mendengar rekaman suara tersebut."Ini Hana lagi ngobrol sama Ajis, Bi." Panji menyodorkan handphone milik sang Bibi dengan tenang, tak ada riak kesal lagi di wajahnya. "Iya, Pan. Benerkan kata, Bibi, mereka itu pasti main serong, kamu harus marahin dia, atau talak sekalian," ujar Dewi dengan nada menggebu."Ihh ... Bibi ngomong apa sih, gak boleh menjerumuskan gitu Bi. Mereka itu udah kaya kakak, adik, jadi Bibi gak perlu khawatir. Udah ya, Panji mau pergi dulu," ujar Panji lalu melangkah pergi tanpa menunggu jawaban Dewi."Siapa yang mau ngejerumusin, main fitnah aja. Orang Bibi baik, ma
"Akutuh bukan gak mau ngurusin, Ibu kan masih punya suami, biar bapak yang ngurus Ibu. Biar romantis kaya di film atau novel gitu," jelas Gina tak mau disalahkan, padahal memang dia malas merawat sang mertua. "Sudah-sudah, mendingan kita abisin aja sarapan, terus berangkat ke resto Panji," lerai Enas dibalas anggukan semua lalu hanya ada denting sendok yang beradu dengan piring. Selesai sarapan, mereka memilih duduk-duduk sebentar di ruang tamu. Anak-anak memilih ke tempat main milik Mawar, gadis kecil itu memilih terlelap dulu paha sang Mama. Setengah jam kemudian, mulai mendekati acara peresmian, semua mulai memasuki mobil dan kendaraan roda empat tersebut melaju. "Kok lama bener sih sampenya, emang di mana lokasi restonya," keluh Dewi karena mereka duduk berdempetan. "Sabar Bu, ini macet banget. Sebentar lagi juga sampe," balas yang menyupiri keluarga Dewi membuat wanita itu mendengkus. "Ibu, Ibu. Emang aku Ibumu," seru Dewi membuat karyawan yang mendadak jadi supir itu menole