Share

4

"Wah ...." Dewi terpaku melihat pemandangan sekitar. 

"Bagus kan tempatnya, Bu," seru Gina kala melihat pandangan kagum dari sorot sang mertua. 

"Iya, Sayang. Ayo kita ke sana," ajak Dewi menarik lengan anaknya tetapi terhenti kala Enas memanggil.

"Dewi! Kita cari tempat bersama, jangan berpencar," sembur Enas membuat Dewi mengangguk pasrah lalu menghentakkan kaki karena kesal.

"Nek ... kesitu yuk, di sana seru lho." Ucapan Mawar membuat semua orang menoleh.

"Kecil-kecil sok tau deh," cibir Dewi pada Mawar membuat gadis kecil itu mengerucutkan bibir. 

"Jaga ucapanmu, Dew, kamu sudah besar harusnya kasih contoh yang baik," tegur Enas hanya disambut lengosan wanita itu. 

"Cepat kasih cucu buat Ibu, Gin. Biar Nenek nanti perhatian juga sama anak kamu," seru Dewi menatap menantunya yang langsung disambut tundukan kepala Gina. 

"Ihh ... Ibu ini gimana sih, kami juga lagi usaha," geram Dimas lalu mendekati sang istri dan menepuk-nepuk bahu Gina.

"Udah jangan bertengkar, kita lagi jalan-jalan lho, malu diliatin," sela suami Dewi membuat wanita itu mendelik sebagai jawaban. 

"Kamu tau di sana bagus dari siapa?" tanya Enas lembut menatap sayang sang cicit.

"Iya Nek, aku kan sering ke sini bareng Ibu, Ayah," sahut Mawar dengan ceria membuat Enas menatap cucunya menaikan sebelah alis.

"Ha, main ke sini ngapain?" tanya Gina terkejut kala mendengar ucapan Mawar membuat sekali lagi dia menjadi pusat perhatian. 

"Biasa aja kali, Gin. Paling juga dagang asongan," sembur Dewi membuat Enas melotot karena sang anak terus menghina cucunya.

"Bisa gak sih Bi, kalau sehari aja gak menghina,"  geram Hana menatap kesal ke arah Dewi. 

"Huh, kalian memang pantas dihina bukan," balas Dewi tak mau kalah.

"Sudah, sudah, ayo Panji antarkan kami ke tempat yang Mawar sebut," lerai Enas lalu memerintah sang cucu, Panji mengangguk mengerti lalu jalan duluan bersama anak dan istrinya.

"Wah indah banget dan tempatnya nyaman," tutur Enas menatap sekeliling.

"Mas ke toilet dulu ya, kebelet," ucap suami Dewi lalu berlalu tanpa menunggu jawaban wanita itu.

"Ayo Mas, kita ke sana," ajak Gina dengan girang menggandeng lengan suaminya.

"Hey, tunggu Ibu," pekik Dewi kala ditinggal anak dan menantunya membuat mereka langsung menoleh. 

"Ihhh ... Bu, jangan ikut kami dong, kamikan mau pacaran," sembur Gina mempautkan bibirnya menatap kesal ke arah sang mertua. 

"Iya Bu, Ibu sama Bapak aja. Jangan ganggu kami," lanjut Dimas membuat Dewi menghentakan kakinya kesal tetapi tersenyum saat ide melintas di otaknya. 

"Tapi nanti kamu bayarin enam cake buat Ibu," kata Dewi mengajukan syarat hanya dibalas anggukan keduanya lalu pergi. 

Mereka sangat bersenang-senang, bahkan Mawar langsung menarik baju sang Ibu karna menginginkan jajan. Hana mengangguk mengiyakan lalu mengajak mertuanya untuk pergi ke tempat yang berjualan es kelapa. Midah dan Hasan memang haus, lekas mengangguk mengikuti langkah sang menantu. 

"Eh, Mawar. Ayo sini duduk," tawar pedagang es kelapa yang memang mengenal keluarga kecil Panji.

"Iya Bi, Bagas mana?" tanya Mawar celingak-celinguk.

"Oh dia, itu di sana lagi anterin es kepala ke pembeli," balas wanita itu menunjuk di mana Bagas berada. 

"Mah, Mawar ke Bagas ya," kata Mawar meminta izin tapi disambut gelengan wanita yang melahirkannya itu. 

"Jangan, mendingan kamu duduk di sini aja, tunggu Bagas," larang Hana membuat Mawar mengerucutkan bibirnya.

"Es kelapa lima ya," pinta Hana.

"Di gelas atau di kelapanya?" tanya wanita Ibunya Bagas itu. 

"Di kelapa aja," balas Hana membuat ia mengangguk lalu segera melakukan tugas. 

"Ternyata kalian di sini, Bu ... keluarga Mbak Midah ada di sini," pekik Dewi seraya menatap kesal Panji dan Hana yang tak peduli sampai tidak menoleh menatapnya. 

"Ternyata kalian ada di sini," kata Enas kala melihat mereka tengah duduk di kursi, ia langsung mendekat dan ikut mendaratkan bokong.

"Iya nih, gak bilang-bilang kita. Mungkin takut minta traktir," cecar Dewi ikut mendaratkan bokong di kursi karena letih berdiri.

"Gak kok, Bi, Hana kita kalian ingin bersenang-senang dulu," sahut Hana melirik kesal ke arah Dewi.

"Huh, gak usah ngeles, bilang aja gak mau traktir," sungut Dewi membuat Hana geram lalu Panji mengusap lengan sang istri agar sabar.

"Sudahlah, Han," tegur Panji pelan dibalas dengkusan oleh sang istri.

"Tuh liat, suami kamu aja tau diri," sembur Dewi senang kala melihat wajah kesal Hana.

"Liat Mas, Bi Dewi makin ngelunjak kalau kita tak balas," gerutu Hana dalam hati lalu memalingkan wajahnya memilih menyeruput es kelapa.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status