Share

Ketika Cinta Telah Memilih
Ketika Cinta Telah Memilih
Penulis: Ardiyani

Bab 1

Penulis: Ardiyani
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-19 12:49:54

Nazia masih terduduk di ruang tamu rumahnya yang masih ramai oleh saudara dan tetangga. Prosesi pemakaman Danu Baskara, suaminya, telah selesai siang tadi. Wajah perempuan berusia dua puluh sembilan tahun itu terlihat menyimpan kesedihan yang begitu dalam. Bagaimana tidak, tiga hari yang lalu suaminya berpamitan untuk bekerja ke luar kota seperti biasa. Seharusnya tadi pagi lelaki itu pulang dan suaminya benar-benar pulang dengan keadaan yang berbeda. Bahkan sampai detik ini dia masih tidak percaya jika sang suami tidak akan pernah kembali lagi.

"Mba Zia, istirahat di kamar saja, yuk!" ajak Zila, adik perempuan Zia.

Wanita itu hanya mengangguk kaku, tetapi tidak beranjak sedikitpun dari tempat duduknya.

"Mba!" kembali Fazila bersuara.

"Iya, Dik. Sebentar lagi," jawab Zia.

Zila kemudian ikut duduk di sofa yang berada di dekat Zia. Wanita itu tahu apa yang dirasakan kakak perempuan satu-satunya itu, tetapi dia juga takut jika Zia terus seperti ini akan sakit nanti. Sejak semalam dia tahu jika kakaknya belum tidur sama sekali. Tepatnya sejak mendapat kabar dari kepolisian jika suaminya mengalami kecelakaan. Apalagi kenyataan lain yang membuat perempuan itu bertambah syok.

"Mba, jangan terlalu dipikirkan, ya!" Zila kembali berkata dengan lembut.

"Iya, Dek. Mba cuma masih belum percaya aja kalau Mas Danu pergi secepat ini," lirih Zia.

Zila mengangguk, "Sama, Zila juga belum percaya, tetapi dari semalam Mba Zia belum tidur sama sekali. Nanti kalau sakit bagaimana?" bujuk si bungsu.

Zia terdiam, dia tidak tahu akan berkata apalagi. Pikirannya sekarang sedang dipenuhi tanya, siapa wanita yang ikut tewas di dalam mobil bersama suaminya? Dari namanya saja Zia merasa asing, Anggraeni Puspa Cantika. Siapa dia? Ada hubungan apa wanita itu dengan Danu Baskara, almarhum suaminya?

"Zila, ajak Mbakmu ke kamar, lalu ambilkan makanan. Ayah belum melihatnya memakan apapun!" Rahmat ayah dari Zia dan Zila sudah berdiri di samping kedua putrinya yang sedang duduk di sofa.

Sungguh hatinya pilu hanya dengan melihat wajah Zia yang terlihat pucat, mata yang memerah dan bengkak. Sebagai ayah dia bisa merasakan apa yang sekarang putrinya alami. Dulu dia juga merasakan hal yang sama saat Suryani, ibu dari kedua putrinya dipanggil menghadap sang Maha Kuasa lima tahun lalu. Dia pun merasakan kehilangan yang begitu dalam.

"Mba Zia-nya belum mau, Yah," jawab Zila.

Rahmat berjalan mendekat, tangan tuanya membelai lembut pucuk kepala Zia yang tertutup kerudung hitam, "Istirahat dulu, Nak. Masih banyak yang harus kamu urus setelah ini. Kamu harus kuat!" ucap lelaki itu.

Mendengar ucapan sany ayah, Zia tidak bisa lagi mencegah tangis yang sedari tadi sudah berusaha dia tahan. Air matanya pun tumpah tak terbendung. Namun, tadi di hadapan semua orang dia berusaha terlihat tegar, tetapi tidak kali ini saat berada di dekat ayahnya. Dia sudah tidak bisa lagi menahan semua yang sedang ia rasakan kini. Dadanya sesak, pikirannya kalut seakan semua ingin dia keluarkan, tetapi kepada siapa?

"Menangislah jika itu bisa melegakan hatimu, tetapi jangan jadikan tangis sebagai teman hidupmu berusahalah menjadi kuat, Nak." Rahmat memberi sedikit nasihat.

Zia semakin tergugu, entah bagaimana dia harus mengungkapkan semua perasaan yang ada di hatinya saat ini. Sedih sudah tentu tetapi ada juga rasa sakit dan kecewa.

Hati Rahmat dan Zila semakin teriris melihat air mata Zia. Ayah dan anak itu tidak tahu harus menghibur dengan cara bagaimana. Yang bisa mereka lakukan hanya menemani dan selalu menyediakan bahu jika wanita yang sedang menangis itu membutuhkan sandaran.

"Mba, ayo ke kamar!" Sekali lagi Zila mengajak sang kakak.

Akhirnya Zia mau berdiri dan berjalan tertatih. Langkahnya terasa berat, kepalanya pun tidak kalah berat. Baru beberapa langkah, tubuh mungil itu limbung, untung saja dengan sigap Rahmat dan Zila menangkap sebelum tubuh itu jatuh ke lantai.

"Zia!"

"Mba Zia!"

Teriak Rahmat dan Fazila bersamaan juga beberapa tetangga serta saudara yang sedang membantu membereskan rumah. Mereka ikut berteriak saat melihat Zia pingsan dan hampir terjatuh barusan.

Dengan cepat Rahmat mengangkat tubuh lemah Zia menuju kamar diikuti Zila dan beberapa saudara perempuan lain.

Kini Zia sudah terbaring di ranjang kamar pribadinya, wajahnya terlihat sangat pucat membuat Rahmat bertambah khawatir lelaki itu memikih keluar kamar karena tidak tega melihat keadaan buah hatinya.

Mata Zia sudah mulai mengerjap perlahan setelah beberapa saat tadi terpejam karena pingsan.

"Mba," panggil Zila sambil mendekatkan botol minyak kayu putih ke hidung Zia sebagai usaha agar kakaknya itu sadar.

Zia mengerjapkan matanya, kali ini lebih jelas, lalu wanita memandang ke arah Zila dengan tatapan kosong. Siapa pun yang melihat keadaan Zia saat ini pasti akan iba.

"Makan dulu, ya. Sedikit aja biar nggak sakit." Zila yang sedari tadi sudah duduk di tepi ranjang kembali membujuk. Bahkan wanita itu sudah memgang piring lengkap dengan nasi dan lauk yang di siapkan oleh saudaranya tadi.

Zia menggeleng. "Mba nggak laper," jawab wanita itu singkat.

"Mba belum makan dari semalam, nanti sakit, lho. Nggak kasihan sama ayah?" rayu sang adik.

Setitik bening kembali membasahi kedua tebing pipinya. Perlahan walau dengan sangat terpaksa wanita itu membuka mulutnya dan menerima suapan dari Zila. Dia tidak ingin sakit dan membuat ayahnya khawatir. Hanya lima suapan yang mampu Zia telan, itupun dengan susah payah, tetapi setidaknya sudah ada yang masuk ke perutnya saat ini.

"Udah, Dek!" tolak Zia saat Zila kembali akan menyuapkan makanan. Zila pun mengerti dan tidak memaksa kakanya untuk makan lagi.

Setelah itu, dia hendak pamit keluar kamar sebentar untuk meihat keadaan buah hatinya yang masih balita yang kini sedang ada dalam buaian sang papa. Untunglah balita itu tidak rewel sama sekali saat di tinggal oleh mamanya

"Mba, Zila keluar sebentar, ya. Mau lihat keadaan Yara dulu," pamitnya.

Zia mengangguk, "Iya, udah sana kasihan Yara, aku nggak apa-apa kok, Zil."

"Kalau ada apa-apa, panggil aja, ya," kata Zila sambil berdiri dan bersiap keluar dari kamar.

Sebenarnya dia tidak tega meninggalkan kakaknya seorang diri, tetapi dia juga kasihan pada Yara, putrinya yang masih balita.

Kembali Zia mengangguk. Dia menatap punggung adiknya yang menjauh. Ada rasa bersalah karena telah membuat Zila mengabaikan anaknya yang masih balita demi menemaninya.

Kamar menjadi sunyi kembali karena Zia hanya sendiri di sini. Dia memandang sekeliling kamar. Ingatan tentang Danu Baskara, almarhum suaminya, kembali melintas dalam benaknya. Air mata kembali keluar dari telaga beningnya. Mengapa kenyataan ini terjadi padanya. Bagaimana dia sanggup menjalani hari-hari ke depan tanpa belahan jiwanya itu. Di tambah rasa penasaran tentang wanita yang bersama suaminya yang ikut tewas di dalam mobil. Siapa wanita itu? Mengapa kecelakaan itu terjadi di puncak Bogor, sedangkan suaminya pamit untuk pergi ke Jakarta? Semua tanya kembali berputar di kepala Zia dan membuat wanita itu semakin bertambah pusing.

Mungkin karena terlalu lelah, perlahan mata indah Zia mulai terpejam, juga karena belum terpejam sejak semalam. Mungkin dia memang butuh istirahat dan tidur barang sejenak.

Siapa tahu saat bangun nanti, Danu, sang suami akan pulang dan semua yang terjadi ini hanyalah sebuah mimpi, batin Zia.

Bab terkait

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 2

    Seorang lelaki sedang menatap prosesi pemakaman mendiang istrinya yang sudah hampir selesai dengan wajah tanpa ekspresi, bahkan rahangnya terlihat mengeras seperti orang yang sedang menahan amarah. Dia juga terlihat sedikit melamun hingga tidak menyadari jika proses pemakaman sudah selesai, hanya tinggal pembacaan doa oleh ustaz dan menabur bunga di atas makam bagi keluarga atau teman dekat."Raf, ayo!" Halimah, ibu dari lelaki itu menepuk pelan bahu anak lelakinya.Rafqi tersadar dari lamunannya, "Iya, Ma." jawabnya singkat. Kemudian berjalan mendekat ke gundukan tanah merah yang berada tidak jauh dari tempatnya bediri tadi.Kini mereka yang hadir berdiri mengelilingi makam dan mendengarkan serta mengaminkan do'a yang dibacakan oleh seorang ustaz. Sebelumnya Rafqi juga menyampaikan permintaan maaf atas nama Puspa, almarhumah istrinya, jika semasa hidup pernah melakukan kekhilafan. Setelah itu satu per satu keluarga dan teman dekat bergantian menaburkan bunga di atas tanah pemakaman y

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 3

    Tujuh hari sudah berlalu, sebenarnya Zia masih belum bisa percaya dengan kenyataan ini. Terkadang dia masih menganggap Danu hanya pergi ke luar kota untuk bekerja dan akan pulang besok atau lusa. Selama tujuh hari ini, ayah dan adiknya masih setia menemani. Mereka takut kalau di tinggal sendirian Zia akan merasa kesepian dan sangat sedih atau bahkan melakukan hal yang tidak terduga."Zia, kapan kamu akan datang ke kantor almarhum Danu?" tanya Ramat."Mungkin besok, Yah. Kemarin bagian HRD kantor sudah telepon dan berkata jika ada beberapa dokumen yang memerlukan tanda tangan Zia," jawab putri sulung dari Rahmat."Mau Ayah temani?" tawar Rahmat."Tidak usah, Zia bisa sendiri, Yah," tolak Zia, dia tidak mau merepotkan sang ayah."Lalu tentang wanita yang bersama Danu di dalam mobil itu, apa ada pihak keluarga yang menghubungi kamu, Zi?" tanya Rahmat hati-hati, takut menyinggung perasaan putri sulungnya.Zia menggeleng, "Tidak, Yah. Dari pihak kepolisian hanya menjelaskan kalau wanita te

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-21
  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 4

    "Heh, Raf! Sebenarnya mama kenapa? Kok bisa sampai begini?" Rifda, si sulung bertanya sambil berkacak pinggang di depan adik bungsunya."Ya mana aku tahu, Mbak." Papa dari Nasya belum berani berterus terang."La terus, kok bisa darah tingginya kambuh, sampai pingsan juga?" Rifda jelas tidak percaya karena sebelum mendapat kabar Mamanya masuk rumah sakit, dia baru saja melakukan video call."Mungkin mama kecapean terus kurang istirahat jadi darahnya naik." Bungsu dari tiga bersaudara itu beralasan."Aku gak yakin, pasti kamu nyembunyiin sesuat?" kata Rifda sambil memicingkan mata ke arah adiknya.Aditya Darmawan merasa jengkel mendengar perdebatan kedua anaknya. Bukannya berdoa agar sang ibu cepat sembuh, malah bertengkar. "Rifda, Rafqi, sudah! Masalah itu bisa di bahas nanti, 'kan?" bentak ayah tiga anak it dan membuat kedua anak itu terdiam.Tidak lama kemudian seorang dokter keluar dari ruang IGD, mereka bertiga pun langsung mendekat."Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Adity

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23
  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 5

    Sekitar pukul lima sore, Rafqi sampai di kediamannya. Sebenarnya Aditya sudah memintanya pulang sejak siang tadi, tetapi tentu saja dia tidak mau. Dia tentu merasa khawatir dengan keadaan mamanya. Setelah selesai membersihkan diri, Rafqi keluar kamar untuk mencari putri semata wayangnya."Wati!" panggil Rafqi."Ya, Pak," pengasuh dari Nasya itu menjawab."Nasya rewel?" tanya Rafqi sambil meminta putri kecilnya dari gendongan sang pengasuh."Tidak, Pak. Seperti biasa saja," jawab Wati.Rafqi hanya mengangguk, kini Nasya sudah ada dalam gendongannya dan lelaki itu bermaksud beranjak dari sana, tetapi urung saat mendengar suara Wati"Pak, bolehkah meminta waktunya sebentar, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan?" pinta pengasuh Nasya iyu.Rafqi menoleh sekilas kemudian mengangguk. Dia mengurungkan niatnya untuk bermain dengan Nasya di gazebo dekat kolam renang karena Wati terlihat ingin menyampaikan hal yang penting. Kemudian dia melangkah ke ruang keluarga yang terletak tidak jauh dari

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23
  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 6

    Pagi ini Zia terkejut dengan kedatangan seorang pria yang mengaku orang suruhan dari suami wanita yang tewas di dalam mobil bersama Danu. Apalagi lelaki itu membawa sejumlah bukti transfer dari wanita bernama Anggraeni Puspa Cantika. Bagaimana dia tidak kaget, almarhum suaminya memakai uang wanita itu dengan jumlah yang sangat fantastis. Lima ratus juta rupiah lebih? Untuk apa uang sebanyak itu?"Maaf, Bu Zia, jadi bagaimana? Kira-kira kapan Ibu bisa mengembalikan uang itu?" tanya lelaki bernama David itu.Zia yang masih setengah bingung hanya memandang David dengan tatapan kosong, bahkan suara lelaki itu tidak dia dengar sama sekali."Ekhm ....." David berdehem."Ya? Ba-bagaimana, Pak?" tanya Zia dengan suara sedikit tergagap.David tersenyum rikuh, walaupun dia pernah berada dalam dunia hitam yang keras, tetapi hatinya tidak tega melihat Zia. Ah, seandainya bukan karena tugas dan kewajibannya sebagai anak buah dari Rafqi, sudah pasti dia akan menolak. "Ekhm, kapan Ibu bisa membayar

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-25
  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 7

    Rafqi menunduk dalam saat Aditya, papanya menatapnya tajam seolah meminta penjelasan. Rupanya lelaki yang menjadi panutannya selama ini itu sudah mengetahui semua rahasia yang dia sembunyikan dengan Puspa."Jadi kamu sudah tahu sejak kapan?" tanya Aditya."Sudah lama, Pah." jawab Rafqi singkat."Keluarga Puspa tahu tentang laki-laki itu?"Rafqi menggeleng, "Kalau itu, Rafqi nggak tahu, Pa."Aditya mendesah, seolah mencoba melepaskan beban yang ada di hatinya. Mata tuanya menerawang jauh, ada sorot kekecewaan di sana."Seandainya kecelakaan ini tidak terjadi, mau sampai kapan kalian akan bermain sandiwara?" tanya Additya lagi.Rafqi menggaruk lehernya yang tentu saja tidak gatal sama sekali. Lelaki itu tidak tahu akan menjawab apa."Papa akui, akting kalian sangat bagus, drama yang kalian buat benar-benar sempurna telah menipu kami!""Pa ... ""Sudahlah, toh semua sudah berakhir, walau dengan tragis. Lalu untuk apa kamu meminta wanita itu untuk mengembalikan uang yang sudah diberikan P

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-28
  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 8

    "Astagfirullahal'adzim," pekik Zia saat membaca pesan dari ponselnya."Kenapa Zi?" tanya Rahmat penasaran karena melihat ekspresi anak sulungnya."Mama masuk rumah sakit, Yah.""Mama?" "Iya, Mama, Yah. Mamanya Mas Danu," terang Zia."Lho, kenapa? Sakitnya kambuh?""Nggak tahu, Pa. Dani cuma bilang kalau Mama masuk rumah sakit semalam.""Terus kamu mau ke sana, Nak?"Zia mengangguk, "Iya, Pa. Kasihan mama. Walaupun Mas Danu udah nggak ada bukan berarti hubungan kami putus begitu saja, kan, Yah?"Rahmat tersenyum memdengar jawaban anak perempuannya. Di dalam hati lelaki itu merasa bangga dengan sikap Zia yang tidak berubah kepada ibu mertuanya itu."Iya, Nak, kita tetap harus menjaga tali silaturahmi bagaimanapun keadaannya.""Iya, Yah," jawab Zia sambil mengangguk.***Nazia masih duduk di kursi samping ranjang pasien. Di atas tempat tidur seorang wanita yang terlihat kurus dengan rambut yang telah berubah warna tampak memejamkan mata. Ya, dia adalah Laela, ibu dari Danu.Nazia masih m

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-16
  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 9

    Rafqi dan David tiba di teras rumah Zia dan langsung menuju ke pintu rumah. Tanpa menunggu perintah dari bosnya, David segera mengetuk pintu. Beberapa kali mengetuk dan tidak ada jawaban membuat kedua lelaki itu saling pandang."Kamu udah kasih tahu dia kalau mau ke sini, 'kan, Vid?" tanya Rafqi."Sudah, kemarin 'kan aku udah ngomong langsung ke dia kalau mau ke sini sama Bos," jelas David."Kok kelihatannya rumahnya kosong?""Sepertinya begitu.""Kemarin kamu bilang nggak mau ke sini jam berapa?" tanya Rafqi lagi. David hanya menggeleng."Huh! Kamu kaya bukan profesional aja, sih, Vid! Harusnya kamu bilang ke dia, kita mau ke sini jam berapa!""Lah, bukannya Bos kemarin belum bisa mastiin mau ke sini jam berapa?""Ya maklumlah aku kan orang sibuk, Vid!" jawab Rafqi tidak mau kalah.David mendengkus pelan mendengar jawaban dari bosnya."Yaudah ngapain diem aja! Coba kamu telpon atau chat!" perintah Rafqi.David tidak menjawab, lelaki itu kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya. Men

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-17

Bab terbaru

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 14

    Suasana ruang inap Halimah mendadak menjadi tegang setelah kehadiran dua orang yang tak lain adalah Papa dan Mama almarhum Puspa. Mereka berdua berencana menjenguk Halimah setelah mendengar kabar jika perempuan itu sakit. Namun saat secara tidak sengaja mendengar pembicaraan antara Rafqi dan papanya, mereka menjadi penasaran dan curiga. Mengapa Rafqi mengenal bahkan mendatangi istri dari lelaki yang tewas bersama almarhum putri mereka yaitu Puspa? Apakah mereka memang saling kenal sebelumnya? Atau bahkan mungkin mereka mempunyai hubungan khusus?Otak tua Gunawan, papa dari almarhum Puspa mendadak dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan kecurigaan. Mungkinkah apa yang menimpa Puspa merupakan sebuah kesengajaan? Bagian dari rencana seseorang yang tidak suka dengan anaknya itu? Ah! Gunawan benar-benar penasaran dan tidak sabar untuk menanyakan kepada menantunya itu."Sebenarnya kamu kenal sama lelaki yang bernama Danu itu, Raf?" tanya Gunawan.Rafqi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 13

    Zia memutuskan untuk kembali ke rumah sakit, menengok Laila, ibu mertuanya. Dia takut jika tiba-tiba Rafqi menyuruhnya segera bekerja esok hari. Wanita itu melangkah pelan menuju ruang perawatan sambil berfikir bagaimana cara menjelaskan kepada Dani tentang pekerjaannya, juga tentang Rafqi."Lo, Mbak Zia balik lagi?" "Eh! Iya, kan tadi belum sempet ngobrol plus pamitan sama mama," jawab Zia sedikit terbata karena kaget."Ya ampun, kan bisa besok. Mbak 'kan jadi cape bolak-balik.""Nggak cape, lah, Dan. Emang aku jalan apa dari rumah!" Zia mencoba bercanda.Dani terkekeh mendengar jawaban Zia, "Duh, nggak kebayang kalau Mbak jalan dari rumah kesini."Zia hanya menanggapi perkataan Dani dengan senyuman sambil terus memasuki ruang rawat inap ibu dari Danu, almarhum suaminya."Kamu dari mana, Dan?" Dani memperlihatkan keresek berisi makanan dan minuman yang baru saja dia beli, "Baru beli ini di depan, Mbak.""Loh, kamu belum makan?" kaget Zia."Hehehe, belum Mbak."Sampai di ranjang tem

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 12

    Dalam perjalanan dari rumah Zia menuju rumah sakit, Rafqi dan David sama-sama terdiam. Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing."Kamu lagi mikirin apa, Vid?" Akhirnya Rafqi tidak tahan. Tidak biasanya mereka berdua saling diam saat bersama seperti ini. Jika hanya berdua atau hanya bersama supir Rafqi tidak pernah bersikap seperti Bos karena dia menganggap David adalah sahabtanya. Hanya saat di kantor atau bertemu dengan klien meraka berdua terlihat seperti atasan dan bawahan."Nggak mikir apa-apa." jawab David."Terus kenapa kamu diam saja dari tadi? Sariawan?"Mendengar pertanyaan Rafq, David hanya menggeleng."Nggak usah bohong, Vid!"Walaupun sudah dipaksa oleh Rafqi tetapi David tetap bungkam. Lelaki itu hanya fokus pada kemudi dan jalan yang sedikit macet siang ini."Apa ada hubungannya dengan Zia?" tebak Rafqi to the point.David tetap terdiam. Entah mengapa dia tidak ingin membahas hal terrsebut saat ini."Kenapa kamu begitu mencemaskan wanita itu?" Walaupun David tidak

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 11

    Suasana di ruangan itu mendadak sunyi setelah kehadiran lelaki yang tidak lain adalah ayah dari Zia."Maaf Pak Rafqi, jika jumlahnya sebanyak itu kami tidak bisa lgs mengembalikannya." Suara Rahmat tiba-tiba terdengar di tengah kesunyian.Rafqi pura-pura berpikir sebelum menjawab, hal itu tentu membuat David sedikit jengah."Ekhm," dehem David."Saya paham akan hal itu, Pak," kata Rafqi"Jadi, bagaimana kami harus membayarnya?" tanya Rahmat kemudian."Begini, saya punya penawaran untuk Bu Zia, Pak.""Penawaran?" Zia dan ayahnya bertanya bersamaan."Ekhm, jadi aya ingin menawarkan pekerjaan untuk Bu Zia.""Pekerjaan?" heran Zia dan Rahmat bersamaan."Iya, pekerjaan. Saya tahu Bu Zia membutuhkannya saat ini bukan?" tanya Rafqi penuh keyakinan.Zia mengangguk, sementara ayahnya hanya memandang Rafqi dengan penuh kecurigaan."Saat ini saya sedang membutuhkan seorang pengasuh untuk menjaga putri saya." Rafqi sengaja menjeda kalimatnya untuk melihat reaksi Zia. Wanita itu terlihat diam dan

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 10

    Tergopoh, Zia segera menghampiri dua orang itu, bahkan wanita itu sampai lupa membuka dan mengembalikan helm milik ojeg yang baru saja dia tumpangi. Istri mendiang Danu itu baru saja akan menyapa Rafqi dan David, tetapi urung ketika mendengar sebuah suara."Mba! Tunggu! Ongkosnya belum, main pergi aja!" seru pengemudi ojeg online.Seketika Zia menepuk jidat yang masih tertutup helm, kemudian wanita itu membalikkan Badan, melepas helm lalu mengembalikannya kepada driver ojek online tadi."Aduh, maaf, Mas, saya buru-buru sampai lupa. Ini helm sama ongkosnya. Terima kasih," ucap Zia terburu-buru dan sedikit malu karena dari ekor matanya dia bisa melihat David dan Rafqi memperhatikannya."Iya, sama-sama, Mba." Setelah menerima helm dan uang dari Zia, pengemudi ojeg online langsung menstarter motornya dan meninggalkan halaman rumah Zia.Perlahan Zia kembali membalikkan badan dan melangkah ke arah dua lelaki yang telah menunggunya kini. Dadanya sedikit berdebar karena sekilas dia sudah mel

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 9

    Rafqi dan David tiba di teras rumah Zia dan langsung menuju ke pintu rumah. Tanpa menunggu perintah dari bosnya, David segera mengetuk pintu. Beberapa kali mengetuk dan tidak ada jawaban membuat kedua lelaki itu saling pandang."Kamu udah kasih tahu dia kalau mau ke sini, 'kan, Vid?" tanya Rafqi."Sudah, kemarin 'kan aku udah ngomong langsung ke dia kalau mau ke sini sama Bos," jelas David."Kok kelihatannya rumahnya kosong?""Sepertinya begitu.""Kemarin kamu bilang nggak mau ke sini jam berapa?" tanya Rafqi lagi. David hanya menggeleng."Huh! Kamu kaya bukan profesional aja, sih, Vid! Harusnya kamu bilang ke dia, kita mau ke sini jam berapa!""Lah, bukannya Bos kemarin belum bisa mastiin mau ke sini jam berapa?""Ya maklumlah aku kan orang sibuk, Vid!" jawab Rafqi tidak mau kalah.David mendengkus pelan mendengar jawaban dari bosnya."Yaudah ngapain diem aja! Coba kamu telpon atau chat!" perintah Rafqi.David tidak menjawab, lelaki itu kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya. Men

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 8

    "Astagfirullahal'adzim," pekik Zia saat membaca pesan dari ponselnya."Kenapa Zi?" tanya Rahmat penasaran karena melihat ekspresi anak sulungnya."Mama masuk rumah sakit, Yah.""Mama?" "Iya, Mama, Yah. Mamanya Mas Danu," terang Zia."Lho, kenapa? Sakitnya kambuh?""Nggak tahu, Pa. Dani cuma bilang kalau Mama masuk rumah sakit semalam.""Terus kamu mau ke sana, Nak?"Zia mengangguk, "Iya, Pa. Kasihan mama. Walaupun Mas Danu udah nggak ada bukan berarti hubungan kami putus begitu saja, kan, Yah?"Rahmat tersenyum memdengar jawaban anak perempuannya. Di dalam hati lelaki itu merasa bangga dengan sikap Zia yang tidak berubah kepada ibu mertuanya itu."Iya, Nak, kita tetap harus menjaga tali silaturahmi bagaimanapun keadaannya.""Iya, Yah," jawab Zia sambil mengangguk.***Nazia masih duduk di kursi samping ranjang pasien. Di atas tempat tidur seorang wanita yang terlihat kurus dengan rambut yang telah berubah warna tampak memejamkan mata. Ya, dia adalah Laela, ibu dari Danu.Nazia masih m

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 7

    Rafqi menunduk dalam saat Aditya, papanya menatapnya tajam seolah meminta penjelasan. Rupanya lelaki yang menjadi panutannya selama ini itu sudah mengetahui semua rahasia yang dia sembunyikan dengan Puspa."Jadi kamu sudah tahu sejak kapan?" tanya Aditya."Sudah lama, Pah." jawab Rafqi singkat."Keluarga Puspa tahu tentang laki-laki itu?"Rafqi menggeleng, "Kalau itu, Rafqi nggak tahu, Pa."Aditya mendesah, seolah mencoba melepaskan beban yang ada di hatinya. Mata tuanya menerawang jauh, ada sorot kekecewaan di sana."Seandainya kecelakaan ini tidak terjadi, mau sampai kapan kalian akan bermain sandiwara?" tanya Additya lagi.Rafqi menggaruk lehernya yang tentu saja tidak gatal sama sekali. Lelaki itu tidak tahu akan menjawab apa."Papa akui, akting kalian sangat bagus, drama yang kalian buat benar-benar sempurna telah menipu kami!""Pa ... ""Sudahlah, toh semua sudah berakhir, walau dengan tragis. Lalu untuk apa kamu meminta wanita itu untuk mengembalikan uang yang sudah diberikan P

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 6

    Pagi ini Zia terkejut dengan kedatangan seorang pria yang mengaku orang suruhan dari suami wanita yang tewas di dalam mobil bersama Danu. Apalagi lelaki itu membawa sejumlah bukti transfer dari wanita bernama Anggraeni Puspa Cantika. Bagaimana dia tidak kaget, almarhum suaminya memakai uang wanita itu dengan jumlah yang sangat fantastis. Lima ratus juta rupiah lebih? Untuk apa uang sebanyak itu?"Maaf, Bu Zia, jadi bagaimana? Kira-kira kapan Ibu bisa mengembalikan uang itu?" tanya lelaki bernama David itu.Zia yang masih setengah bingung hanya memandang David dengan tatapan kosong, bahkan suara lelaki itu tidak dia dengar sama sekali."Ekhm ....." David berdehem."Ya? Ba-bagaimana, Pak?" tanya Zia dengan suara sedikit tergagap.David tersenyum rikuh, walaupun dia pernah berada dalam dunia hitam yang keras, tetapi hatinya tidak tega melihat Zia. Ah, seandainya bukan karena tugas dan kewajibannya sebagai anak buah dari Rafqi, sudah pasti dia akan menolak. "Ekhm, kapan Ibu bisa membayar

DMCA.com Protection Status