Share

Bab 4

Author: Ardiyani
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Heh, Raf! Sebenarnya mama kenapa? Kok bisa sampai begini?" Rifda, si sulung bertanya sambil berkacak pinggang di depan adik bungsunya.

"Ya mana aku tahu, Mbak." Papa dari Nasya belum berani berterus terang.

"La terus, kok bisa darah tingginya kambuh, sampai pingsan juga?" Rifda jelas tidak percaya karena sebelum mendapat kabar Mamanya masuk rumah sakit, dia baru saja melakukan video call.

"Mungkin mama kecapean terus kurang istirahat jadi darahnya naik." Bungsu dari tiga bersaudara itu beralasan.

"Aku gak yakin, pasti kamu nyembunyiin sesuat?" kata Rifda sambil memicingkan mata ke arah adiknya.

Aditya Darmawan merasa jengkel mendengar perdebatan kedua anaknya. Bukannya berdoa agar sang ibu cepat sembuh, malah bertengkar. "Rifda, Rafqi, sudah! Masalah itu bisa di bahas nanti, 'kan?" bentak ayah tiga anak it dan membuat kedua anak itu terdiam.

Tidak lama kemudian seorang dokter keluar dari ruang IGD, mereka bertiga pun langsung mendekat.

"Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Aditya.

"Tekanan darah cukup tinggi dan ada penyumbatan pembuluh darah di kepala membuat Ibu terkena stroke ringan," jawab dokter yang memeriksa.

"Jadi apa tindakan selanjutnya, Dok? Apakah perlu operasi?" tanya Aditya lagi.

"Sepertinya tidak perlu, Ibu hanya perlu dirawat beberapa hari untuk menstabilkan tekanan darahnya." Dokter ber'nametag' Heru itu menjelaskan.

Aditya hanya mengangguk tanda mengerti, begitu juga Rafqi dan Rifda.

"Maaf, Dok, stroke ringan maksudnya gimana, ya?" Rafqi bertanya karena penasaran.

Dokter Heru tersenyum sebelum menjawab, "Ibu Halimah akan mengalami kesulitan menggerakkan tubuh di bagian kiri."

"Hah! Apa tidak bisa di obati, Dok? Berapapun akan kami bayar!" Kaget Rafqi setelah mendengar penjelasan dari dokter.

Dokter Spesialis Saraf itu kembali tersenyum, kemudian menggeleng, "Nanti setelah tekanan darahnya normal, Ibu bisa menjalani fisio terapi agar bisa kembali bergerak normal. Namun tentu saja tidak sekaligus, bertahap."

Rafqi hendak berkata lagi, tetapi dengan cepat Aditya mendahului, "Terima kasih, Dok. Kami boleh masuk ke dalam?"

"Boleh, Pak, tetapi pasien akan segera dipindahkan ke ruang rawat inap." Dokter Heru memberi penjelasan.

"Oh, baiklah, kami tunggu saja kalau begitu," jawab Aditya.

"Kalau begitu, saya permisi. Mari Pak, Bu," pamit Dokter Heru dan diangguki oleh ketiga oang yang ada di sana.

*****

Nazia duduk sambil membaca lagi bekas-berkas yang diberikan oleh Manajer HRD tempat almarhum suaminya berkerja. Kembali satu kenyataan pahit dia ketahui. Bolehkah kalau dia merasa menjadi istri yang paling bodoh sedunia sampai hal seperti ini saja dia tidak tahu? Wanita itu kembali memutar otaknya, mencoba mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Rasanya tidak ada yang aneh dari perilaku sang suami. Sikap Danu biasa saja, lembut, hangat dan perhatian. Tidak ada yang aneh menurutnya, atau dia yang tidak peka? Begitu pintar lelaki yang selama hampir lima tahun ini menemaninya itu menyimpan rahasia sampai dia tidak tahu bahkan curiga sedikit pun.

"Zia."

"Iya, Yah." Dengan susah payah Zia mencoba menormalkan suaranya agar ayahnya tidak tahu kalau dia sedang sedih.

"Kenapa, Nak?" tanya Rahmat sedikit curiga.

"Gak apa-apa, kok, Yah." Zia memaksakan senyum.

"Benarkah?" pancing Rahmat.

Nazia menunduk, dari dulu memang dia tidak pandai berbohong, apalagi di depan ayah dan ibunya.

"Nak?" Rahmat memastikan.

"Sebenarnya tidak ada masalah, Yah. Mas Danu termasuk karyawan teladan malah." Zia menjeda kalimatnya.

"Lalu?"

Zia menunduk, wanita itu bimbang, haruskah dia mnceritakan semuanya? Dia takut jika bercerita hanya akan menambah beban pikiran ayahnya. Namun jika tidak dia takut sang ayah akan tahu dari orang lain.

"Tadi Zia bertemu dengan atasan juga kepala HRD tempat Mas Danu bekerja, dari semua cerita mereka tidak ada hal buruk yang Zia dengar, hanya ...."

"Hanya apa, Zia?" desak Rahmat.

Zia menarik nafas panjang sebelum menjawab, "Ternyata beberapa waktu yang lalu Mas Danu tertipu hingga ratusan juta rupiah, Yah."

"Maksudnya?" penasara Rahmat.

"Jadi Mas Danu tergiur bisnis pengadaan obat-obatan untuk tekstil, tetapi ternyata dia ditipu temannya," jawab Zia dengan kepala semakin menunduk.

"Tertipu? Berapa banyak?" kaget ayh dua anak itu.

"Hampir lima ratus juta,"

"Hah? Lima ratus juta?" Mata Rahmat terbelalak lebar, dia sangat terkejut dan Zia hanya mengangguk lemah.

"Lalu bagaimana?"

"Jadi awalnya Mas Danu meminjam uang dari perusahaan untuk modal, sekitar tiga ratus lima puluh juta karena obat-obatan itu juga akan dipakai oleh perusahaan itu. Namun setelah tahu tertipu, Mas Danu harus mengembalikan uang itu dan semuanya sudah beres."

"Kamu sama sekali tidak tahu?" heran Rahmat.

Zia menggeleng, "Tidak."

"Lalu dari mana Danu mendapatkan uang untuk menggantinya?" selidik Rahmat.

"Zia juga belum tahu, Yah."

"Berarti kita harus bersiap-siap jika ada yang tiba-tiba datang untuk menagih hutang," gumam Rahmat.

Zia mengangguk lemah, "Iya, Yah."

Rahmat mendesah, tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing mendengar hal ini. Bagaimana jika benar ada yang tiba-tiba datang dan menagih hutang dalam jumlah besar itu. Dari mana mereka akan membayarnya?

"Sertifikat rumah ini bagaimana?" Rahmat takut jika menantunya menggadaikan rumah ini.

"Maksudnya?" bingung Zia.

"Apa mungkin Danu menjadikan sertifikat rumah ini sebagai jaminan? Ya, walaupun mungkin harga rumah ini tidak sampai segitu." Rahmat menjelaskan.

"Ah, Zia tidak tahu, Yah. Nanti coba dilihat dulu." Zia menjawab dengan sedikit ragu, perasaannya menjadi tidak enak. Bagaimana jika pendapat ayahnya benar?

"Lalu tentang wanita yang bersama Danu, apa teman kerjanya tidak ada yang kenal? Bukankan jika keluar kota biasanya dia tidak sendiri?"

"Ah, itu ...." Zia menjeda kalimatnya.

Rahmat menatap putrinya tajam, dia ingin melihat ekspresi Zia, takut jika anak sulungnya menyembunyikan sesuatu.

"Kata Mas Reno, wanita itu adalah teman Mas Danu dan salah satu buyer dari perusahaan," terang Zia padahal dia sendiri merasa sedikit janggal.

"Hanya teman?" tanya Rahmat seolah tidak percaya.

"I-iya, Yah," jawab Zia sedikit terbata.

Rahmat hanya menganggukan kepala walau sejujurnya dia tidak begitu percaya. "Ya sudah, kamu istirahat dulu sana. Nggak usah terlalu dipikirkan. kalau pun ada apa-apa nanti Bapak sama Zila pasti membantu, ya?" sebagai ayah, Rahmat tentu merasakan kegundahan hati sang putri.

"Iya, Yah. Kalau begitu Zia masuk kamar dulu, ya," pamit istri almarhum Danu itu.

Rahmat tersenyum sambil mengangguk, "Ya, jangan lupa makan," pesan ayah dua orang putri itu.

Zia mengangguk dan melangkah menuju ke kamarnya untuk membersikan diri dan beristirahat. Dia pun perlu menenangkan diri agar bisa berpikir jernih. Dalam hatinya wanita itu berharap jika tidak ada hubungan antara uang yang dipakai almarhum suaminya untuk membayar hutang ke perusahaan dengan wanita yang ikut tewas dalam kecelakaan tempo hari. Ah, semoga kecurigaannya tidak benar, batin Zia.

Related chapters

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 5

    Sekitar pukul lima sore, Rafqi sampai di kediamannya. Sebenarnya Aditya sudah memintanya pulang sejak siang tadi, tetapi tentu saja dia tidak mau. Dia tentu merasa khawatir dengan keadaan mamanya. Setelah selesai membersihkan diri, Rafqi keluar kamar untuk mencari putri semata wayangnya."Wati!" panggil Rafqi."Ya, Pak," pengasuh dari Nasya itu menjawab."Nasya rewel?" tanya Rafqi sambil meminta putri kecilnya dari gendongan sang pengasuh."Tidak, Pak. Seperti biasa saja," jawab Wati.Rafqi hanya mengangguk, kini Nasya sudah ada dalam gendongannya dan lelaki itu bermaksud beranjak dari sana, tetapi urung saat mendengar suara Wati"Pak, bolehkah meminta waktunya sebentar, ada sesuatu yang ingin saya sampaikan?" pinta pengasuh Nasya iyu.Rafqi menoleh sekilas kemudian mengangguk. Dia mengurungkan niatnya untuk bermain dengan Nasya di gazebo dekat kolam renang karena Wati terlihat ingin menyampaikan hal yang penting. Kemudian dia melangkah ke ruang keluarga yang terletak tidak jauh dari

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 6

    Pagi ini Zia terkejut dengan kedatangan seorang pria yang mengaku orang suruhan dari suami wanita yang tewas di dalam mobil bersama Danu. Apalagi lelaki itu membawa sejumlah bukti transfer dari wanita bernama Anggraeni Puspa Cantika. Bagaimana dia tidak kaget, almarhum suaminya memakai uang wanita itu dengan jumlah yang sangat fantastis. Lima ratus juta rupiah lebih? Untuk apa uang sebanyak itu?"Maaf, Bu Zia, jadi bagaimana? Kira-kira kapan Ibu bisa mengembalikan uang itu?" tanya lelaki bernama David itu.Zia yang masih setengah bingung hanya memandang David dengan tatapan kosong, bahkan suara lelaki itu tidak dia dengar sama sekali."Ekhm ....." David berdehem."Ya? Ba-bagaimana, Pak?" tanya Zia dengan suara sedikit tergagap.David tersenyum rikuh, walaupun dia pernah berada dalam dunia hitam yang keras, tetapi hatinya tidak tega melihat Zia. Ah, seandainya bukan karena tugas dan kewajibannya sebagai anak buah dari Rafqi, sudah pasti dia akan menolak. "Ekhm, kapan Ibu bisa membayar

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 7

    Rafqi menunduk dalam saat Aditya, papanya menatapnya tajam seolah meminta penjelasan. Rupanya lelaki yang menjadi panutannya selama ini itu sudah mengetahui semua rahasia yang dia sembunyikan dengan Puspa."Jadi kamu sudah tahu sejak kapan?" tanya Aditya."Sudah lama, Pah." jawab Rafqi singkat."Keluarga Puspa tahu tentang laki-laki itu?"Rafqi menggeleng, "Kalau itu, Rafqi nggak tahu, Pa."Aditya mendesah, seolah mencoba melepaskan beban yang ada di hatinya. Mata tuanya menerawang jauh, ada sorot kekecewaan di sana."Seandainya kecelakaan ini tidak terjadi, mau sampai kapan kalian akan bermain sandiwara?" tanya Additya lagi.Rafqi menggaruk lehernya yang tentu saja tidak gatal sama sekali. Lelaki itu tidak tahu akan menjawab apa."Papa akui, akting kalian sangat bagus, drama yang kalian buat benar-benar sempurna telah menipu kami!""Pa ... ""Sudahlah, toh semua sudah berakhir, walau dengan tragis. Lalu untuk apa kamu meminta wanita itu untuk mengembalikan uang yang sudah diberikan P

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 8

    "Astagfirullahal'adzim," pekik Zia saat membaca pesan dari ponselnya."Kenapa Zi?" tanya Rahmat penasaran karena melihat ekspresi anak sulungnya."Mama masuk rumah sakit, Yah.""Mama?" "Iya, Mama, Yah. Mamanya Mas Danu," terang Zia."Lho, kenapa? Sakitnya kambuh?""Nggak tahu, Pa. Dani cuma bilang kalau Mama masuk rumah sakit semalam.""Terus kamu mau ke sana, Nak?"Zia mengangguk, "Iya, Pa. Kasihan mama. Walaupun Mas Danu udah nggak ada bukan berarti hubungan kami putus begitu saja, kan, Yah?"Rahmat tersenyum memdengar jawaban anak perempuannya. Di dalam hati lelaki itu merasa bangga dengan sikap Zia yang tidak berubah kepada ibu mertuanya itu."Iya, Nak, kita tetap harus menjaga tali silaturahmi bagaimanapun keadaannya.""Iya, Yah," jawab Zia sambil mengangguk.***Nazia masih duduk di kursi samping ranjang pasien. Di atas tempat tidur seorang wanita yang terlihat kurus dengan rambut yang telah berubah warna tampak memejamkan mata. Ya, dia adalah Laela, ibu dari Danu.Nazia masih m

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 9

    Rafqi dan David tiba di teras rumah Zia dan langsung menuju ke pintu rumah. Tanpa menunggu perintah dari bosnya, David segera mengetuk pintu. Beberapa kali mengetuk dan tidak ada jawaban membuat kedua lelaki itu saling pandang."Kamu udah kasih tahu dia kalau mau ke sini, 'kan, Vid?" tanya Rafqi."Sudah, kemarin 'kan aku udah ngomong langsung ke dia kalau mau ke sini sama Bos," jelas David."Kok kelihatannya rumahnya kosong?""Sepertinya begitu.""Kemarin kamu bilang nggak mau ke sini jam berapa?" tanya Rafqi lagi. David hanya menggeleng."Huh! Kamu kaya bukan profesional aja, sih, Vid! Harusnya kamu bilang ke dia, kita mau ke sini jam berapa!""Lah, bukannya Bos kemarin belum bisa mastiin mau ke sini jam berapa?""Ya maklumlah aku kan orang sibuk, Vid!" jawab Rafqi tidak mau kalah.David mendengkus pelan mendengar jawaban dari bosnya."Yaudah ngapain diem aja! Coba kamu telpon atau chat!" perintah Rafqi.David tidak menjawab, lelaki itu kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya. Men

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 10

    Tergopoh, Zia segera menghampiri dua orang itu, bahkan wanita itu sampai lupa membuka dan mengembalikan helm milik ojeg yang baru saja dia tumpangi. Istri mendiang Danu itu baru saja akan menyapa Rafqi dan David, tetapi urung ketika mendengar sebuah suara."Mba! Tunggu! Ongkosnya belum, main pergi aja!" seru pengemudi ojeg online.Seketika Zia menepuk jidat yang masih tertutup helm, kemudian wanita itu membalikkan Badan, melepas helm lalu mengembalikannya kepada driver ojek online tadi."Aduh, maaf, Mas, saya buru-buru sampai lupa. Ini helm sama ongkosnya. Terima kasih," ucap Zia terburu-buru dan sedikit malu karena dari ekor matanya dia bisa melihat David dan Rafqi memperhatikannya."Iya, sama-sama, Mba." Setelah menerima helm dan uang dari Zia, pengemudi ojeg online langsung menstarter motornya dan meninggalkan halaman rumah Zia.Perlahan Zia kembali membalikkan badan dan melangkah ke arah dua lelaki yang telah menunggunya kini. Dadanya sedikit berdebar karena sekilas dia sudah mel

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 11

    Suasana di ruangan itu mendadak sunyi setelah kehadiran lelaki yang tidak lain adalah ayah dari Zia."Maaf Pak Rafqi, jika jumlahnya sebanyak itu kami tidak bisa lgs mengembalikannya." Suara Rahmat tiba-tiba terdengar di tengah kesunyian.Rafqi pura-pura berpikir sebelum menjawab, hal itu tentu membuat David sedikit jengah."Ekhm," dehem David."Saya paham akan hal itu, Pak," kata Rafqi"Jadi, bagaimana kami harus membayarnya?" tanya Rahmat kemudian."Begini, saya punya penawaran untuk Bu Zia, Pak.""Penawaran?" Zia dan ayahnya bertanya bersamaan."Ekhm, jadi aya ingin menawarkan pekerjaan untuk Bu Zia.""Pekerjaan?" heran Zia dan Rahmat bersamaan."Iya, pekerjaan. Saya tahu Bu Zia membutuhkannya saat ini bukan?" tanya Rafqi penuh keyakinan.Zia mengangguk, sementara ayahnya hanya memandang Rafqi dengan penuh kecurigaan."Saat ini saya sedang membutuhkan seorang pengasuh untuk menjaga putri saya." Rafqi sengaja menjeda kalimatnya untuk melihat reaksi Zia. Wanita itu terlihat diam dan

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 12

    Dalam perjalanan dari rumah Zia menuju rumah sakit, Rafqi dan David sama-sama terdiam. Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing."Kamu lagi mikirin apa, Vid?" Akhirnya Rafqi tidak tahan. Tidak biasanya mereka berdua saling diam saat bersama seperti ini. Jika hanya berdua atau hanya bersama supir Rafqi tidak pernah bersikap seperti Bos karena dia menganggap David adalah sahabtanya. Hanya saat di kantor atau bertemu dengan klien meraka berdua terlihat seperti atasan dan bawahan."Nggak mikir apa-apa." jawab David."Terus kenapa kamu diam saja dari tadi? Sariawan?"Mendengar pertanyaan Rafq, David hanya menggeleng."Nggak usah bohong, Vid!"Walaupun sudah dipaksa oleh Rafqi tetapi David tetap bungkam. Lelaki itu hanya fokus pada kemudi dan jalan yang sedikit macet siang ini."Apa ada hubungannya dengan Zia?" tebak Rafqi to the point.David tetap terdiam. Entah mengapa dia tidak ingin membahas hal terrsebut saat ini."Kenapa kamu begitu mencemaskan wanita itu?" Walaupun David tidak

Latest chapter

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 14

    Suasana ruang inap Halimah mendadak menjadi tegang setelah kehadiran dua orang yang tak lain adalah Papa dan Mama almarhum Puspa. Mereka berdua berencana menjenguk Halimah setelah mendengar kabar jika perempuan itu sakit. Namun saat secara tidak sengaja mendengar pembicaraan antara Rafqi dan papanya, mereka menjadi penasaran dan curiga. Mengapa Rafqi mengenal bahkan mendatangi istri dari lelaki yang tewas bersama almarhum putri mereka yaitu Puspa? Apakah mereka memang saling kenal sebelumnya? Atau bahkan mungkin mereka mempunyai hubungan khusus?Otak tua Gunawan, papa dari almarhum Puspa mendadak dipenuhi dengan berbagai pertanyaan dan kecurigaan. Mungkinkah apa yang menimpa Puspa merupakan sebuah kesengajaan? Bagian dari rencana seseorang yang tidak suka dengan anaknya itu? Ah! Gunawan benar-benar penasaran dan tidak sabar untuk menanyakan kepada menantunya itu."Sebenarnya kamu kenal sama lelaki yang bernama Danu itu, Raf?" tanya Gunawan.Rafqi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 13

    Zia memutuskan untuk kembali ke rumah sakit, menengok Laila, ibu mertuanya. Dia takut jika tiba-tiba Rafqi menyuruhnya segera bekerja esok hari. Wanita itu melangkah pelan menuju ruang perawatan sambil berfikir bagaimana cara menjelaskan kepada Dani tentang pekerjaannya, juga tentang Rafqi."Lo, Mbak Zia balik lagi?" "Eh! Iya, kan tadi belum sempet ngobrol plus pamitan sama mama," jawab Zia sedikit terbata karena kaget."Ya ampun, kan bisa besok. Mbak 'kan jadi cape bolak-balik.""Nggak cape, lah, Dan. Emang aku jalan apa dari rumah!" Zia mencoba bercanda.Dani terkekeh mendengar jawaban Zia, "Duh, nggak kebayang kalau Mbak jalan dari rumah kesini."Zia hanya menanggapi perkataan Dani dengan senyuman sambil terus memasuki ruang rawat inap ibu dari Danu, almarhum suaminya."Kamu dari mana, Dan?" Dani memperlihatkan keresek berisi makanan dan minuman yang baru saja dia beli, "Baru beli ini di depan, Mbak.""Loh, kamu belum makan?" kaget Zia."Hehehe, belum Mbak."Sampai di ranjang tem

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 12

    Dalam perjalanan dari rumah Zia menuju rumah sakit, Rafqi dan David sama-sama terdiam. Mereka berdua larut dalam pikiran masing-masing."Kamu lagi mikirin apa, Vid?" Akhirnya Rafqi tidak tahan. Tidak biasanya mereka berdua saling diam saat bersama seperti ini. Jika hanya berdua atau hanya bersama supir Rafqi tidak pernah bersikap seperti Bos karena dia menganggap David adalah sahabtanya. Hanya saat di kantor atau bertemu dengan klien meraka berdua terlihat seperti atasan dan bawahan."Nggak mikir apa-apa." jawab David."Terus kenapa kamu diam saja dari tadi? Sariawan?"Mendengar pertanyaan Rafq, David hanya menggeleng."Nggak usah bohong, Vid!"Walaupun sudah dipaksa oleh Rafqi tetapi David tetap bungkam. Lelaki itu hanya fokus pada kemudi dan jalan yang sedikit macet siang ini."Apa ada hubungannya dengan Zia?" tebak Rafqi to the point.David tetap terdiam. Entah mengapa dia tidak ingin membahas hal terrsebut saat ini."Kenapa kamu begitu mencemaskan wanita itu?" Walaupun David tidak

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 11

    Suasana di ruangan itu mendadak sunyi setelah kehadiran lelaki yang tidak lain adalah ayah dari Zia."Maaf Pak Rafqi, jika jumlahnya sebanyak itu kami tidak bisa lgs mengembalikannya." Suara Rahmat tiba-tiba terdengar di tengah kesunyian.Rafqi pura-pura berpikir sebelum menjawab, hal itu tentu membuat David sedikit jengah."Ekhm," dehem David."Saya paham akan hal itu, Pak," kata Rafqi"Jadi, bagaimana kami harus membayarnya?" tanya Rahmat kemudian."Begini, saya punya penawaran untuk Bu Zia, Pak.""Penawaran?" Zia dan ayahnya bertanya bersamaan."Ekhm, jadi aya ingin menawarkan pekerjaan untuk Bu Zia.""Pekerjaan?" heran Zia dan Rahmat bersamaan."Iya, pekerjaan. Saya tahu Bu Zia membutuhkannya saat ini bukan?" tanya Rafqi penuh keyakinan.Zia mengangguk, sementara ayahnya hanya memandang Rafqi dengan penuh kecurigaan."Saat ini saya sedang membutuhkan seorang pengasuh untuk menjaga putri saya." Rafqi sengaja menjeda kalimatnya untuk melihat reaksi Zia. Wanita itu terlihat diam dan

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 10

    Tergopoh, Zia segera menghampiri dua orang itu, bahkan wanita itu sampai lupa membuka dan mengembalikan helm milik ojeg yang baru saja dia tumpangi. Istri mendiang Danu itu baru saja akan menyapa Rafqi dan David, tetapi urung ketika mendengar sebuah suara."Mba! Tunggu! Ongkosnya belum, main pergi aja!" seru pengemudi ojeg online.Seketika Zia menepuk jidat yang masih tertutup helm, kemudian wanita itu membalikkan Badan, melepas helm lalu mengembalikannya kepada driver ojek online tadi."Aduh, maaf, Mas, saya buru-buru sampai lupa. Ini helm sama ongkosnya. Terima kasih," ucap Zia terburu-buru dan sedikit malu karena dari ekor matanya dia bisa melihat David dan Rafqi memperhatikannya."Iya, sama-sama, Mba." Setelah menerima helm dan uang dari Zia, pengemudi ojeg online langsung menstarter motornya dan meninggalkan halaman rumah Zia.Perlahan Zia kembali membalikkan badan dan melangkah ke arah dua lelaki yang telah menunggunya kini. Dadanya sedikit berdebar karena sekilas dia sudah mel

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 9

    Rafqi dan David tiba di teras rumah Zia dan langsung menuju ke pintu rumah. Tanpa menunggu perintah dari bosnya, David segera mengetuk pintu. Beberapa kali mengetuk dan tidak ada jawaban membuat kedua lelaki itu saling pandang."Kamu udah kasih tahu dia kalau mau ke sini, 'kan, Vid?" tanya Rafqi."Sudah, kemarin 'kan aku udah ngomong langsung ke dia kalau mau ke sini sama Bos," jelas David."Kok kelihatannya rumahnya kosong?""Sepertinya begitu.""Kemarin kamu bilang nggak mau ke sini jam berapa?" tanya Rafqi lagi. David hanya menggeleng."Huh! Kamu kaya bukan profesional aja, sih, Vid! Harusnya kamu bilang ke dia, kita mau ke sini jam berapa!""Lah, bukannya Bos kemarin belum bisa mastiin mau ke sini jam berapa?""Ya maklumlah aku kan orang sibuk, Vid!" jawab Rafqi tidak mau kalah.David mendengkus pelan mendengar jawaban dari bosnya."Yaudah ngapain diem aja! Coba kamu telpon atau chat!" perintah Rafqi.David tidak menjawab, lelaki itu kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya. Men

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 8

    "Astagfirullahal'adzim," pekik Zia saat membaca pesan dari ponselnya."Kenapa Zi?" tanya Rahmat penasaran karena melihat ekspresi anak sulungnya."Mama masuk rumah sakit, Yah.""Mama?" "Iya, Mama, Yah. Mamanya Mas Danu," terang Zia."Lho, kenapa? Sakitnya kambuh?""Nggak tahu, Pa. Dani cuma bilang kalau Mama masuk rumah sakit semalam.""Terus kamu mau ke sana, Nak?"Zia mengangguk, "Iya, Pa. Kasihan mama. Walaupun Mas Danu udah nggak ada bukan berarti hubungan kami putus begitu saja, kan, Yah?"Rahmat tersenyum memdengar jawaban anak perempuannya. Di dalam hati lelaki itu merasa bangga dengan sikap Zia yang tidak berubah kepada ibu mertuanya itu."Iya, Nak, kita tetap harus menjaga tali silaturahmi bagaimanapun keadaannya.""Iya, Yah," jawab Zia sambil mengangguk.***Nazia masih duduk di kursi samping ranjang pasien. Di atas tempat tidur seorang wanita yang terlihat kurus dengan rambut yang telah berubah warna tampak memejamkan mata. Ya, dia adalah Laela, ibu dari Danu.Nazia masih m

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 7

    Rafqi menunduk dalam saat Aditya, papanya menatapnya tajam seolah meminta penjelasan. Rupanya lelaki yang menjadi panutannya selama ini itu sudah mengetahui semua rahasia yang dia sembunyikan dengan Puspa."Jadi kamu sudah tahu sejak kapan?" tanya Aditya."Sudah lama, Pah." jawab Rafqi singkat."Keluarga Puspa tahu tentang laki-laki itu?"Rafqi menggeleng, "Kalau itu, Rafqi nggak tahu, Pa."Aditya mendesah, seolah mencoba melepaskan beban yang ada di hatinya. Mata tuanya menerawang jauh, ada sorot kekecewaan di sana."Seandainya kecelakaan ini tidak terjadi, mau sampai kapan kalian akan bermain sandiwara?" tanya Additya lagi.Rafqi menggaruk lehernya yang tentu saja tidak gatal sama sekali. Lelaki itu tidak tahu akan menjawab apa."Papa akui, akting kalian sangat bagus, drama yang kalian buat benar-benar sempurna telah menipu kami!""Pa ... ""Sudahlah, toh semua sudah berakhir, walau dengan tragis. Lalu untuk apa kamu meminta wanita itu untuk mengembalikan uang yang sudah diberikan P

  • Ketika Cinta Telah Memilih   Bab 6

    Pagi ini Zia terkejut dengan kedatangan seorang pria yang mengaku orang suruhan dari suami wanita yang tewas di dalam mobil bersama Danu. Apalagi lelaki itu membawa sejumlah bukti transfer dari wanita bernama Anggraeni Puspa Cantika. Bagaimana dia tidak kaget, almarhum suaminya memakai uang wanita itu dengan jumlah yang sangat fantastis. Lima ratus juta rupiah lebih? Untuk apa uang sebanyak itu?"Maaf, Bu Zia, jadi bagaimana? Kira-kira kapan Ibu bisa mengembalikan uang itu?" tanya lelaki bernama David itu.Zia yang masih setengah bingung hanya memandang David dengan tatapan kosong, bahkan suara lelaki itu tidak dia dengar sama sekali."Ekhm ....." David berdehem."Ya? Ba-bagaimana, Pak?" tanya Zia dengan suara sedikit tergagap.David tersenyum rikuh, walaupun dia pernah berada dalam dunia hitam yang keras, tetapi hatinya tidak tega melihat Zia. Ah, seandainya bukan karena tugas dan kewajibannya sebagai anak buah dari Rafqi, sudah pasti dia akan menolak. "Ekhm, kapan Ibu bisa membayar

DMCA.com Protection Status