Ketika laki-laki itu tengah memperhatikan keakraban mereka berdua, tiba-tiba ponselnya berbunyi nyaring. Laki-laki itu segera menerima panggilan yang masuk ke ponselnya.“Aku harus bicara apa?” gumam Fazli sambil menggenggam erat ponsel yang terus berbunyi di tangannya.Cukup lama Fazli membiarkan ponselnya terus-menerus berdering sehingga menarik perhatian putrinya.“Ayah, siapa yang menelepon Ayah? Apa dia bunda?” tanya Shera dengan tatapan penuh harap. Anak itu masih terus berharap kalau keajaiban terjadi kepada ibunya.Fazli tampak tergagap dan segera menerima panggilan yang masuk ke ponselnya. Laki-laki itu segera menerima panggilan dari ibunya.“Assalamualaikum, Fazli. Bagaimana dengan rencana pernikahan kalian? Apa Nadia sudah memberitahu, kalau Ibu sudah tidak sabar melihat kalian bersama di pelaminan?” Bu Hanifa berbicara dengan nada penuh harap. Wanita itu bahkan sudah tidak sabar ingin melihat Fazli bahagia.“Waalaikumussalam,” cukup lama Fazli berdiam diri dan tidak menjaw
“Shera, hari ini Sus Vina tidak dapat ikut bersama kita. Mbok Nah, memerlukan bantuannya di rumah!” Fazli berbicara dengan nada yang begitu lembut, namun memberikan efek yang luar biasa kepada putrinya.“K-kenapa? Aku tidak mau pergi ke sekolah, kalau bukan Sus Vina yang mengantarku!” Shera berbicara dengan nada tinggi. Ia merasa kecewa ketika Fazli melarang Savina ikut bersamanya.“Shera, tolong dengarkan Ayah. Besok, kita bisa mengajak Sus Vina untuk pergi ke sekolah. Sekarang, ayo kita berangkat!” Fazli mencoba merayu putrinya. Laki-laki itu tampak gelisah ketika Shera tidak kunjung merespon permintaannya.Savina segera mendekat dan membujuk Shera. Wanita itu tampak berbicara dengan penuh kelembutan. Ia juga sesekali mengusap lembut pipi Shera yang telah basah oleh air mata yang mengalir di pipinya.“Shera, dengarkan Sus, sekarang pergilah ke sekolah. Sus, akan buatkan kue kesukaan Shera. Bagaimana?” tanya Savina dengan tatapan penuh kasih.Setelah berdiam cukup lama, akhirnya Sher
“Mas, apa kamu tidak curiga kepada Shera? Bagaimana kalau Savina adalah pengaruh buruk untuk Shera?” ucap Nadia dengan tatapan menyelidik.“Maksudmu apa Nadia? Aku tidak paham.” Fazli tampak menatap lekat Nadia yang tengah duduk di hadapannya.“Bisa saja, Savina memiliki maksud lain di rumah ini!” ucap Nadia dengan nada setengah berbisik. Ia melirik kepada Savina yang tengah membawakan dua gelas orange juice di atas nampan.“Maksud lain?” lirih Fazli dengan kening mengernyit. Laki-laki itu tidak paham dengan apa yang dicapkan oleh Nadia.“Ya, maksud lain. Atau jangan-jangan, kamu tidak sadar?” Nadia berbisik dengan nada sepelan mungkin.“Tolong jangan berbasa-basi, aku ingin kamu menjelaskan maksudmu!” Fazli tampak kesal karena Nadia seolah-olah ingin membuat Fazli merasa kesal.“Mas, aku merasa Savina ingin berniat buruk kepada kalian. Apalagi, dia tahu kalau kamu seorang duda. Jangan-jangan, dia menaruh hati padamu, Mas.” Nadia berbicara dengan penuh penekanan. Ia merasa Savina dapa
“Mas Fazli, Shera Mas, Shera!” teriak Nadia dengan wajah panik. Wanita itu bahkan berteriak dengan suara lantang dan membuat Fazli segera berlari ke arah kolam renang.Fazli sudah sampai di tepi kolam renang, netranya terbelalak dengan wajah pias. Laki-laki itu segera menceburkan diri ketika melihat putrinya tengah menggapai-gapaikan tangannya dan hampir tenggelam.“Byur!” Fazli segera terjun ke kolam renang dan meraih tubuh putrinya. Ia bahkan terlihat sangat panik dan memeluk erat tubuh Shera.“Uhuk! Uhuk! Uhuk!” Shera terbatuk-batuk dan memeluk tubuh Fazli. Anak itu dapat bernapas dengan lega karena Fazli datang di saat dan waktu yang tepat.“Shera, apa kamu baik-baik saja?” ucap Fazli dengan nada cemas. Laki-laki itu memeluk erat putrinya yang kini tengah berada di dalam pelukan.Shera hanya mengangguk dan masih berusaha mengatur napasnya. Ia bahkan masih memilih diam ketika Fazli tampak mengkhawatirkan dirinya.“Mas, Savina itu memang tidak becus mengurus Shera. Bagaimana bisa di
“Mas, kamu jangan gila dan berusaha menutup mata. Savina itu berbahaya dan jangan sampai kamu menyesal karena sudah mempertaruhkan nyawa putrimu sendiri. Jangan sampai kamu menyesal karena tidak mampu menjaga amanah dari Mbak Erlita. Savina bukan siapa-siapa dan kenapa kamu masih terus berusaha mempertahankannya? Apa jangan-jangan, kamu sudah jatuh cinta kepada perempuan kampung itu?” ucap Nadia dengan tatapan yang begitu lekat.DEG!“Nad, aku mohon tinggalkan aku. Aku ingin sendiri dan fokus menemani Shera. Pulanglah, hari sudah sore dan rasanya tidak enak kalau kamu masih berada di sini.” Fazli meminta Nadia meninggalkan kediamannya. Ia tidak ingin berdebat dengan wanita yang berstatus tunangannya.“Mas, kenapa kamu mengusirku? Apa sebegitu penting Savina di dalam hidupmu? Sampai-sampai kamu tega berbicara seperti itu kepadaku.” Nadia berbicara dengan tatapan terluka. Ada kesedihan yang tergambar di wajahnya.“Nadia, tolong mengerti posisiku. Jangan membuatku semakin merasa bersalah
Pagi-pagi Fazli sudah sampai di salah satu toko roti miliknya. Ia sengaja melakukan sidak untuk memastikan kalau seluruh karyawan melakukan tugasnya dengan baik. Hal ini, ia lakukan untuk menjaga mutu pelayan kepada para pelanggan yang sudah setia berkunjung ke tokonya.“Selamat pagi, Pak Fazli!” ucap salah satu pegawai dengan wajah terkejut. Ia tidak menyangka kalau laki-laki itu akan datang sepagi ini ke toko miliknya.“Selamat pagi, Ana. Apa seluruh pegawai sudah datang?” tanya Fazli dengan tatapan menyelidik. Ia mengamati suasana toko yang masih terlihat lengang.“Beberapa pegawai sudah datang, Pak. Mungkin sebentar lagi yang lain akan segera tiba.” Ana tampak sibuk menata aneka roti dan kue di etalase. Gadis itu terlihat cekatan dan menunjukkan semangat kerjanya.Fazli hanya mengangguk dan bergegas menuju ke ruangan khusus yang biasa ia tempati. Laki-laki itu tersenyum bahagia melihat toko yang menjadi pilihan Erlita untuk membuka cabang, mengalami banyak kemajuan. Semua ini, tak
“Mas, tinggallah lebih lama di sini. Aku sedang masa subur dan bukankah kamu juga ingin memiliki anak dariku?” ucap Nayra dengan tatapan penuh permohonan.DEG!Firman terdiam dengan wajah pias. Nayra mungkin benar, ibunya pasti sudah sering menanyakan perihal tanda-tanda kehamilan kepada istrinya. Hanya saja, Firman memang kurang peka dan menganggap semuanya baik-baik saja.“Ya, aku akan mengusahkan untuk cuti beberapa hari lagi. Semoga saja, tidak ada hal-hal yang mendesak sehingga harus memaksaku meninggalkan kota ini lebih cepat.” Firman berbicara dengan nada datar. Ia bahkan tidak mempedulikan ekspresi kekecewaan yang ditunjukkan oleh Nayra.“Mas, aku ingin kamu tinggal lebih lama di sini. Setelah menikah, kita juga belum pernah berbulan madu. Kamu tahu, kan? Kalau ibu terus menerus bertanya mengenai kehadiran seorang cucu di dalam rumah tangga kita?” Nayra berbicara dengan tatapan lekat. Ia ingin Firman tinggal lebih lama di rumah dan tidak meninggalkan dirinya dalam waktu dekat
Ketika ayam bakar itu masuk ke mulut Fazli, seketika wajah Savina tampak gelisah. Ia takut kalau Fazli tidak akan menyukai masakan buatannya.“B-bagaimana rasanya, Pak?” tanya Savina dengan perasaan was-was.Fazli terdiam untuk sesaat, laki-laki itu tampak meresapi makanan yang tengah berbaur di lidahnya. Hal itu membuat nyali Savina semakin menciut.“Ayah, bagaimana rasa masakan Sus Vina?” Shera mengguncang bahu ayahnya dan bertanya mengenai cita rasa masakan pengasuhnya.“Rasanya enak dan Ayah menyuakinya!” puji Fazli dengan senyum yang merekah.Shera dan Savina tersenyum penuh kelegaan. Mereka berdua merasa senang karena sudah memberikan yang terbaik untuk Fazli.“Ayah, ide ayam bakar ini, sebenarnya adalah permintaanku. Aku yang meminta Sus Vina untuk memasaknya. Aku bilang kepada Sus Vina, kalau Ayah sangat menyukai ayam bakar buatan bunda dan ternyata, masakan Sus Vina sangat lezat dan tidak kalah dengan masakan bunda.” Shera berbicara dengan tatapan berbinar. Anak itu merasa se