“Mas, kamu jangan gila dan berusaha menutup mata. Savina itu berbahaya dan jangan sampai kamu menyesal karena sudah mempertaruhkan nyawa putrimu sendiri. Jangan sampai kamu menyesal karena tidak mampu menjaga amanah dari Mbak Erlita. Savina bukan siapa-siapa dan kenapa kamu masih terus berusaha mempertahankannya? Apa jangan-jangan, kamu sudah jatuh cinta kepada perempuan kampung itu?” ucap Nadia dengan tatapan yang begitu lekat.DEG!“Nad, aku mohon tinggalkan aku. Aku ingin sendiri dan fokus menemani Shera. Pulanglah, hari sudah sore dan rasanya tidak enak kalau kamu masih berada di sini.” Fazli meminta Nadia meninggalkan kediamannya. Ia tidak ingin berdebat dengan wanita yang berstatus tunangannya.“Mas, kenapa kamu mengusirku? Apa sebegitu penting Savina di dalam hidupmu? Sampai-sampai kamu tega berbicara seperti itu kepadaku.” Nadia berbicara dengan tatapan terluka. Ada kesedihan yang tergambar di wajahnya.“Nadia, tolong mengerti posisiku. Jangan membuatku semakin merasa bersalah
Pagi-pagi Fazli sudah sampai di salah satu toko roti miliknya. Ia sengaja melakukan sidak untuk memastikan kalau seluruh karyawan melakukan tugasnya dengan baik. Hal ini, ia lakukan untuk menjaga mutu pelayan kepada para pelanggan yang sudah setia berkunjung ke tokonya.“Selamat pagi, Pak Fazli!” ucap salah satu pegawai dengan wajah terkejut. Ia tidak menyangka kalau laki-laki itu akan datang sepagi ini ke toko miliknya.“Selamat pagi, Ana. Apa seluruh pegawai sudah datang?” tanya Fazli dengan tatapan menyelidik. Ia mengamati suasana toko yang masih terlihat lengang.“Beberapa pegawai sudah datang, Pak. Mungkin sebentar lagi yang lain akan segera tiba.” Ana tampak sibuk menata aneka roti dan kue di etalase. Gadis itu terlihat cekatan dan menunjukkan semangat kerjanya.Fazli hanya mengangguk dan bergegas menuju ke ruangan khusus yang biasa ia tempati. Laki-laki itu tersenyum bahagia melihat toko yang menjadi pilihan Erlita untuk membuka cabang, mengalami banyak kemajuan. Semua ini, tak
“Mas, tinggallah lebih lama di sini. Aku sedang masa subur dan bukankah kamu juga ingin memiliki anak dariku?” ucap Nayra dengan tatapan penuh permohonan.DEG!Firman terdiam dengan wajah pias. Nayra mungkin benar, ibunya pasti sudah sering menanyakan perihal tanda-tanda kehamilan kepada istrinya. Hanya saja, Firman memang kurang peka dan menganggap semuanya baik-baik saja.“Ya, aku akan mengusahkan untuk cuti beberapa hari lagi. Semoga saja, tidak ada hal-hal yang mendesak sehingga harus memaksaku meninggalkan kota ini lebih cepat.” Firman berbicara dengan nada datar. Ia bahkan tidak mempedulikan ekspresi kekecewaan yang ditunjukkan oleh Nayra.“Mas, aku ingin kamu tinggal lebih lama di sini. Setelah menikah, kita juga belum pernah berbulan madu. Kamu tahu, kan? Kalau ibu terus menerus bertanya mengenai kehadiran seorang cucu di dalam rumah tangga kita?” Nayra berbicara dengan tatapan lekat. Ia ingin Firman tinggal lebih lama di rumah dan tidak meninggalkan dirinya dalam waktu dekat
Ketika ayam bakar itu masuk ke mulut Fazli, seketika wajah Savina tampak gelisah. Ia takut kalau Fazli tidak akan menyukai masakan buatannya.“B-bagaimana rasanya, Pak?” tanya Savina dengan perasaan was-was.Fazli terdiam untuk sesaat, laki-laki itu tampak meresapi makanan yang tengah berbaur di lidahnya. Hal itu membuat nyali Savina semakin menciut.“Ayah, bagaimana rasa masakan Sus Vina?” Shera mengguncang bahu ayahnya dan bertanya mengenai cita rasa masakan pengasuhnya.“Rasanya enak dan Ayah menyuakinya!” puji Fazli dengan senyum yang merekah.Shera dan Savina tersenyum penuh kelegaan. Mereka berdua merasa senang karena sudah memberikan yang terbaik untuk Fazli.“Ayah, ide ayam bakar ini, sebenarnya adalah permintaanku. Aku yang meminta Sus Vina untuk memasaknya. Aku bilang kepada Sus Vina, kalau Ayah sangat menyukai ayam bakar buatan bunda dan ternyata, masakan Sus Vina sangat lezat dan tidak kalah dengan masakan bunda.” Shera berbicara dengan tatapan berbinar. Anak itu merasa se
"Sus Vina, aku mau ditemani di kamar,''ucap Shera degan raut wajah murung. Anak kecil itu segera menarik tangan Savina memasuki kamarnya.Savira menurut saja keinginan Shera, sebentar saja keduanya sudah berada di dalam kamar. Shera mengajak Savina bermain boneka kesayangannya.Savina dengan sabar menemani Shera bermain, ia ingin mengembalikan senyum anak itu."Sus, aku tidak mau bertemu dengan Tante Nadia lagi,"ucap Shera sambil menggembungkan kedua pipinya.Savina menghela napasnya, ia paham dengan apa yang dirasakan oleh Shera. Wanita itu kemudian mengusap kepala Shera dengan penuh kelembutan."Shera, anak manis tidak boleh berkata seperti itu. Tante Nadia itu orangnya baik, aku yakin satu saat nanti kalian akan berhubungan dengan baik,"Savina mencoba membujuk Shera agar bisa menerima kehadiran Nadia.Sebenarnya Savina tahu bagaimana sikap Nadia kepada Shera, sebagai seorang yang bekerja sebagai pengasuh dirinya hanya bisa memberikan nasihat yang baik kepada Shera.Shera tampa
"Shera?Apa yang terjadi dengan Shera?Kamu jangan membuatku panik,''ucap Fazli seraya membuka mobilnya. Laki-laki itu menatap tajam Nadia yang berdiri di hadapannya.''Mas, aku khawatir dengan pengaruh Savina untuk perkembangan Shera. Walaupun aku bukan Ibu kandungnya, tapi aku harus memperhatikan perkembangan dan kebaikan Shera,"jawab Nadia berapi-api."Nadia, sudahlah, jangan karena kamu cemburu kepada Savinamembuat kamu berprasangka buruk kepadanya. Sekarang aku mau pulang, aku sudah lelah,"ucap Fazli segera masuk kedalam mobilnya."Mas!"Tampak Nadia sangat kecewa karena Fazli mengacuhkan dirinya."Kamu masih mau berdiri di sana?"ucap Fazli mengisyaratkan agar Nadia segera masuk kedalam mobil.Nadia mengembuskan napasnya dengan kasar dan melangkahkan kakinya memasuki mobil Fazli.Mobil perlahan bergerak meninggalkan toko kue, Fazli tampak fokus mengemudikan mobil. Sementara Nadia duduk disampingnya dengan menyandarkan tubuhnya di jok mobil.Wanita itu menatap tajam jalanan, hatin
Savina menghela napasnya begitu dalam, entah apa yang telah diperbuatnya sehingga malam ini Fazli memutus pekerjaannya sebagai pengasuh Shera."Ya Allah, apa yang telah aku perbuat sehingga Pak Fazli marah?"gumam Savina dengan bibir bergetar.Tidak lama Mbok Nah mendekati Savina yang tengah berkaca-kaca di sofa. Wanita itu tampak bingung dan merasa kasihan dengan yang terjadi dengan Savina."Vin, kamu sabar ya, Mbok merasa sedih dengan kejadian ini. Tapi Mbok tidak bisa berbuat apa-apa, kita sama-sama bekerja di sini,"ucap Mbok Nah sambil mengusap bahu Savina."Tidak apa-apa Mbok, mungkin sudah jalanku harus berhenti sampai di sini,"jawab Savina dengan menyunggingkan senyum penuh keterpaksaan di bibirnya.Mbok Nah menahan sekuat tenaga cairan bening yang berdesakan keluar di pelupuk matanya."Sus, bagaimana kalau kita makan malam bersama untuk terakhir kalinya,"Mbok Nah mengajak Savina makan bersama.Savina menganggukkan kepalanya tanda setuju dengan ajakan Mbok Nah. Keduanya kemudia
"Shera, Sus Savina sudah tidak di sini,''ucap Nadia sambil memeluk tubuh mungil Shera dari arah belakang. Wanita itu mengecup puncak kepala Shera lembut.Shera menangis sejadinya, ia tidak percaya orang yang begitu disayanginya selama ini pergi begitu saja tanpa memberitahunya.Shera menjatuhkan tubuhnya di lantai, isak tangis gadis kecil itu semakin kencang. Suaranya yang memanggil nama Savina memenuhi ruangan itu."Sus, jangan tinggalkan aku!"Shera bangkit dan berlari menuju lemari pakaian Savina. Tangis anak kecil itu semakin kencang ketika membuka pintu dan mengetahui lemari itu sudah kosong. Savina benar-benar sudah pergi meninggalkan dirinya.Shera terduduk di pangkuan Nadia, ia menumpahkan semua air matanya sambil terus memanggil nama Savina."Shera kamu jangan bersedih, sekarang ada tante. Tante sangat menyayangi kamu,''ucap Nadia seraya kembali mengecup puncak kepala Shera lembut serta membelai rambut Shera.Entah mendapatkan kekuatan dari mana, Shera dengan kuat mendoro