“Apa kau bilang?! Kapal tidak jadi berangkat?”“Iya Bos! Mereka bilang, kapal tiba-tiba mengalami kerusakan listrik, sehingga tidak bisa berangkat malam ini.” Jono, salah seorang anak buah Ravioli melaporkan dengan bergidik. Bagaimana tidak? Ia baru saja menyampaikan kabar buruk kepada bos mafia di Emerald City!Kargo “istimewa” yang harusnya berangkat besok pagi-pagi sekali, terpaksa berpindah kapal untuk berangkat lebih awal. Itu semua dilakukan untuk menghindari ancaman Bastian tadi malam. Namun, kapal pengganti yang sedianya berangkat nanti malam, ternyata mengalami kerusakan listrik dan tidak bisa berangkat malam ini! “Bajingan! Bangsat!”Brak! Ravioli menggebrak meja dengan kepalan tangannya. Ia sangat geram dan gusar.Bagaimana mungkin sebuah kapal kargo besar mengalami kerusakan secara tiba-tiba hingga tidak jadi berangkat? Padahal kapal itu adalah satu-satunya kapal yang berangkat ke tujuan yang ia inginkan hari ini!Ia tahu persis ulah siapa ini! Siapa lagi orang yang ma
“Ravioli?” Felix terkejut melihat kedatangan mafia rekan bisnisnya itu.Mau apa dia datang ke sini? Apakah ini suatu kebetulan? Ia baru saja berencana untuk pergi menemui pria itu, untuk membicarakan solusi yang terbaik bagi mereka semua. Agni pun terkejut. Pasalnya Ravioli jarang sekali terang-terangan datang ke rumah mereka.Jika Felix membicarakan bisnis dengan Ravioli, mereka selalu melakukannya di luar rumah. Entah kantor, pelabuhan atau tempat- tempat lain yang tidak telihat orang banyak.Kedatangan Ravioli ke rumah mereka siang itu, cukup membuat keduanya merasa was-was dan tegang.“Apa aku datang disaat yang tidak tepat?” Ravioli berjalan menghampiri Felix dan Agni yang sedang berpegangan tangan dengan wajah tegang.“Ooh, tidak—tidak!” Felix segera menimpali sambil memaksakan senyuman di bibirnya. Bagaimana pun terkejutnya ia, Felix berusaha tidak menampakkan kegelisahan yang ia rasakan. “Aku hanya terkejut. Apa yang membuatmu datang ke sini?” Felix berusaha merubah ekspresi
Felix dan Agni panik. Tidak! Bastian tidak boleh mengetahui hal itu! Bagaimanapun keburukan Elsie tidak boleh diketahui Bastian!“Raf—Raf— begini. Bastian tidak boleh tahu hal ini. Aku minta kamu untuk tidak memberitahu dia kalau Elsie yang memintamu melakukan hal itu.” Felix berusaha untuk meminta pengertian Ravioli. Pasti ada jalan lain yang bisa mereka tempuh untuk menutupi keterlibatan Elsie.Ravioli tiba-tiba tertawa, diikuti oleh anak buahnya yang ada di sana. Mereka semua tertawa kecuali Felix dan Agni.Felix dan Agni menjadi bingung. Mereka berdua kembali saling tatap, tidak paham apa yang ditertawakan Ravioli.Ravioli masih tertawa saat dia mengatakan, “Kau pikir aku akan mengatakan pada Bastian kalau Elsie yang memintaku menyuruh supir itu menabrak direktur rumah sakit itu?” Bukan?Felix dan Agni semakin tidak mengerti. Bukan kah itu yang sedang mereka bicarakan? Kalau bukan itu, lalu apa?Ravioli menarik nafas dalam untuk menghentikan tawanya, sampai-sampai suara tarikan
City HallReno bersama asistennya Heri dan beberapa orang timnya dari Renowed innovation duduk di kursi di ruang tunggu. Beberapa saat yang lalu mereka telah selesai mempresentasikan proposal yang mereka ajukan.Saat ini, mereka sedang memperhatikan DPG Corp, sebagai perusahaan terakhir yang menyampaikan penawaran mereka. Reno duduk dengan punggung ditegakkan. Ia menatap ke arah Bastian di podium yang sedang menerangkan poposal bidding dari perusahaannya.Reno sangat yakin perusahaannya akan bisa bersaing dengan penawaran yang diberikan oleh Bastian. Sebab, ia telah mendapatkan informasi dari sumber terpercaya mengenai harga final penawaran dari DPG Corp. Oleh karenanya ia yakin harga yang ia berikan jauh lebih baik dari harga yang Bastian tawarkan.Di depan penyelenggara tender dan dua perusahaan peserta bidding lainnya, Bastian berdiri dengan sikap yang kharismatik, menerangkan apa saja yang ditawarkan perusahaannya pada proyek urban planning di Emerald City.Setelan jas baru yang
Bastian mempercepat langkahnya berjalan di lorong rumah sakit.Dari City Hall ia langsung pergi menuju rumah sakit Medical Centre di mana Felix sedang dirawat.Di depan ruang operasi, ia bertemu dengan Agni dan Elsie.“Bas! Papa…” Elsie langsung menghamburkan dirinya ke pelukan Bastian. Ia menangis dan meneteskan airmata sambil memeluk suaminya itu.“Papamu akan baik-baik saja,” ucap Bastian sembari membalas pelukan Elsie.Meskipun ia sedang kesal dengan istrinya itu, namun kondisi saat itu membuatnya berempati. Bagaimanapun ayah dari istrinya itu sedang sakit, Felix dikabarkan mendapat serangan stroke yang menyebabkan pembuluh darahnya pecah, dan saat ini sedang menjalani operasi.Bastian menoleh ke arah Agni yang berdiri tidak jauh dari mereka berdua. Wanita berusia lima puluhan tahun itu terlihat terpukul.“Mah, apa Mama baik-baik saja? Apa yang terjadi?” tanya Bastian sembari berjalan mendekat bersama Elsie di rangkulannya.Wajah Agni sedikit menunduk. Diam-diam ia melirik Elsie,
Bastian berdiri di depan pintu ruangan ICU. Ia menarik nafas panjang, merasakan udara dingin area beraroma antiseptik itu.Di balik pintu kaca, mertuanya, Felix, terbaring lemah setelah serangan stroke yang dialaminya siang tadi. Bastian belum pernah melihat Felix dalam kondisi serapuh itu. Entah apa yang dilakukan Ravioli hingga membuat Felix mengalami serangan stroke sampai sefatal itu. Hanya dalam sekejap merubah pria berusia limapuluhan tahun itu menjadi pria yang tampak jauh lebih tua dari usianya.Bastian menarik napas dalam dan membuka pintu ruangan itu. Suara alat bantu napas dan monitor yang berdetak pelan mengikuti irama jantung di ruangan itu terdengar semakin jelas.Saat Bastian berjalan mendekat, kedua mata Felix terbuka, dan pria itu menatap langsung ke arah Bastian dengan tatapan lemah."Bastian..." Suara Felix terdengar serak memanggilnya, nyaris tidak terdengar.Bastian tersenyum, berusaha menyembunyikan rasa ibanya. Ia mendekat, duduk di kursi di samping ranjang Fel
Berita mengenai berpulangnya Felix Gunawan, pengusaha shipping company cukup menyita banyak perhatian media. Hal ini karena selain sebagai seorang pengusaha, Felix adalah juga ayah mertua dari Bastian Aryo Dwipangga, pengusaha terpandang, tidak hanya di Emerald City, namun juga di Eastasia. Tidak ayal acara pemakamannya pun dihadiri oleh orang-orang kalangan atas yang ada di Emerald City. Pejabat, pengusaha serta keluarga konglomerat lainnya yang mempunyai kedekatan hubungan dengan keluarga Dwipangga ikut datang untuk memberikan ucapan belasungkawa. Suasana duka cukup terasa di rumah kediaman orang tua Elsie. Berbagai macam karangan bunga tanda belasungkawa, menghiasi halaman depan rumah itu. Rumah orang tua Elsie itu penuh dengan pelayat. Orang-orang datang dan pergi, menyampaikan ucapan belasungkawa dengan penuh simpati. Bastian ikut hadir di sana. Ia berdiri di samping Elsie dan Agni, mengucapkan terima kasih atas kedatangan mereka. Agnie tidak berhenti menangis. Sebe
“Elsie, aku turut berduka cita. Maaf aku tidak ada saat Papamu pergi. Aku—baru mengetahuinya semalam dan langsung berangkat pagi ini.” Rosa datang siang itu ke rumah orang tua Elsie untuk mengucapkan belasungkawa.Setelah Bastian mengkonfrontirnya mengenai keterlibatan Elsie dengan Direktur Alex, Bastian memberi Rosa sejumlah uang yang dipergunakan olehnya untuk pergi berjalan-jalan ke luar negeri. Rosa sengaja melakukannya untuk menghindari Elsie. Ia merasa bersalah setiap kali bertemu Elsie. Rosa tidak datang seorang diri. Ia datang bersama Rico. Rico sudah lama tidak bertemu Elsie. Sejak Bastian melarang Elsie pergi keluar rumah dan menaruh penjagaan ketat di Sunnyside Estate, sejak itu pula Rico tidak pernah berjumpa dengan Elsie.Oleh karena itu ketika mengetahui kedatangan Rosa dari luar negeri pagi ini, Rico bersikukuh ingin ikut bersamanya datang ke rumah orang tua Elsie. “Terima kasih Ros, kemana kamu selama ini? Kenapa tidak bisa dihubungi?” Elsie bertanya pada temannya
Elsi sadar betapa gugupnya Chandra dan bahkan Agni, mamanya. Namun ia sudah kepalang tanggung. Jika ia mundur dan mengatakan hal sebenarnya, ia akan terlibat perkara yang lebih berat. “Bastian, dia mengatakan—akan mencelakai Mamaku— kalau aku tidak membuat pengakuan itu…” Bukan hanya berkata bohong, namun Elsie juga membumbuinya dengan isak dan tangis.Hadirin kembali bersuara heboh.“Tidak mungkin Bastian melakukan hal seperti itu!”“Itu mungkin saja! Kamu tidak paham, bahwa sebagai orang kaya yang memiliki segalanya, dia bisa saja melakukan hal itu! Apalagi jika uang berbicara!”“Benar! Kamu tahu kan kalau Bastian sangat melindungi istrinya, Kanaya. Dia pasti akan melakukan apa saja demi membalaskan sakit hati istrinya itu!”“Walaupun dengan mengkambinghitamkan mantan istri?”Suara-suara sumbang terdengar memihak dan bahkan berempati pada kubu Elsie.Agni bahkan menangis tersedu-sedu sambil memegangi dadanya, membuat sandiwara Elsie itu semakin meyakinkan.Di sisi lain, Kanaya meng
Kanaya dan Bastian dengan bergandengan tangan mendatangi gedung Pengadilan Negeri bersama-sama dengan tim kuasa hukum mereka. Bersama mereka, Ezra, Jay dan beberapa anak buahnya menjaga kedua pasangan itu dari gangguan yang membahayakan ataupun membuat mereka tidak nyaman.Hanya tinggal beberapa menit saja sebelum jadwal sidang mereka di mulai saat mereka memasuki ruangan sidang. Sidang kasus penculikan itu dibuka untuk umum, sehingga ruangan sidang itu cukup banyak dihadiri oleh masyarakat yang menaruh perhatian besar pada kasus itu maupun dari media masa yang meliput jalannya sidang secara langsung.Keingintahuan publik pada apa yang terjadi dalam rumah tangga orang-orang kelas atas seperti Bastian begitu besar. Segala sesuatu yang menyangkut hubungan Bastian-Kanaya serta berita yang menyangkut Elsie, mantan istri Bastian yang terlibat masalah hukum, sangat menarik perhatian publik sehingga media pun berlomba-lomba untuk mendapatkan informasi yang paling faktual dan terpercaya.B
“Elsie, katakan saja ada apa…” ucap Agni dengan pasrah. Putrinya itu telah divonis bersalah dalam sidang sebelumnya. Apalagi yang ia harapkan? Sejak kecil putrinya itu memang sulit diberitahu. Selalu saja melakukan segala sesuatu semaunya. Kalau saja putrinya itu selalu mendengarkan perkataannya, mungkin semua kesialan ini tidak akan terjadi! “Sepertinya aku membuat kesalahan…” ucap Elsie pelan sambil menatap bergantian mama dan pengacaranya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya Agni. Sementara Chandra hanya bisa menghela nafas menyadari berita buruk yang akan Elsie sampaikan. “Aku—membuat pengakuan beberapa hari yang lalu,” jawabnya dengan gugup. “Apa maksudmu membuat pengakuan—beberapa hari yang lalu?” Agni tidak mengerti. Bagaimana mungkin Elsie membuat pengakuan tanpa ia atau pengacara mengetahuinya? “Bu Elsie, apa yang sudah Anda akui?” Chandra angkat bicara. Mendengar kata “pengakuan”, ia semakin ketar-ketir. Kliennya yang satu ini memang penuh kejutan dan membuat spot jantung
Rumah tahanan wanita. Elsie sedang bersiap-siap di selnya untuk menghadiri sidang dalam kasus penculikan Kanaya. Beberapa jam lagi persidangan itu akan di mulai. Ia tampak tidak bersemangat. Hal ini karena pengakuan yang terpaksa ia lakukan saat Bastian mendatanginya beberapa waktu yang lalu. Mantan suaminya itu mendesaknya untuk mengakui keterlibatannya dalam kasus penculikan itu. Kalau ia tidak melakukannya, Bastian akan memberikan bukti-bukti keterlibatannya dalam kasus yang lebih berat, yaitu keterlibatannya dalam tabrakan yang menewaskan Direktur Alex dan Dokter Tyo serta dua orang lainnya. Dan jika Bastian benar-benar menyerahkan bukti-bukti yang dia miliki, tuntutannya bukan lagi penjara, tetapi nyawanya juga akan menjadi taruhannya. Sebab, 4 nyawa melayang karena kejadian itu. Sedang membenahi penampilannya, tiba-tiba saja ia mendengar seseorang memanggil namanya dengan berbisik. “Elsie! Elsie!” Elsie mengerutkan keningnya. Ia penasaran siapa yang memanggilnya,
Hampir satu jam sudah Indra berada di dalam ruangan operasi. Ia terpaksa harus melakukan tindakan operasi cesar demi keselamatan pasien dan bayi yang dikandungnya. Indra melepas baju terusan operasi serta atribut lainnya sebelum ia berjalan dari ruangan scrub klinik kesuburan miliknya itu. Indra melihat ke kanan dan ke kiri lorong di depan ruangan bersalin tempat ia terakhir bertemu Gita. Namun saat itu, ia tidak melihat gadis itu. Lorong itu tampak sunyi dan sepi, dan hanya ada seorang perawat yang sedang berjalan ke arahnya. “Kamu tahu di mana Gita—perempuan yang datang bersama saya?” tanya Indra pada perawat itu saat mereka berpapasan. “Dia di sana Dok, di ruang bermain anak,” tunjuk perawat itu ke satu arah. Indra hendak mengucapkan terima kasih dan pergi, saat perawat itu lanjut berkata, “Dok, teman Dokter itu tampaknya sangat menyukai anak-anak. Hanya perlu beberapa menit saja untuk dia menenangkan putranya Bu Lia. Padahal kita semua sudah mencoba menenangkannya sebelum
Indra masih tampak ragu.“Sepertinya kakak benar. Gak pa-pa kan Ndra kalau mobilmu diparkir di sini? Toh setelah konser kita kembali lagi ke sini, bagaimana?” Gita juga menyetujui usulan Ardyan. Dan ia berharap Indra mau menyetujuinya.“Baiklah. Kita naik mobilmu saja,” ucap Indra akhirnya menyetujui.Indra pun sebenarnya menyadari jika ide Ardyan itu lebih mudah dan efisien untuk mereka. Hanya saja, ia terbiasa membawa mobilnya sendiri. Terlebih jika ia dibutuhkan segera dalam keadaan emergency.Namun kali ini ia berkompromi demi acara mereka malam ini.“Begitu dong! Nurut sama kakak… kakak ipar maksudnya…” seloroh Ardyan sambil menunjuk dadanya.Ia hanya bercanda saja. Sebab jika ia dan Indra masing-masing menikahi Aliya dan Gita, bukankah ia akan menjadi ipar yang lebih tua untuk Indra?“Wooo… In your dream!” balas Indra dengan canda sambil dengan sengaja menyenggol bahu Ardyan dan berjalan menuju mobil.Mendengar hal itu mereka pun tertawa. Mereka berempat pun berangkat ke Emeral
Sementara itu, di halaman parkir sebuah apartemen di pusat kota, Indra baru saja turun dari mobilnya. Ia baru saja selesai bekerja. Rambutnya masih terlihat basah setelah mandi dan berganti pakaian di klinik miliknya. Indra tampak sudah familiar dengan apartemen itu. Tanpa ragu ia memasuki lift dan naik ke lantai yang ia tuju tanpa ada kendala. Di depan sebuah unit apartemen, Indra merapikan rambut dan pakaiannya sebelum memencet bel di pintu. Tidak lama pintu terbuka, dan ia bertemu Aliya. “Halo Aliya, Gita-nya ada?” Bukan hal aneh bertemu Aliya di sana. Sebab, Gita dan Aliya tinggal di apartemen yang sama. Hanya saja Indra memang jarang bertemu Aliya setiap kali ia bertandang ke apartemen itu. Sebab sebagai seorang reporter, Aliya kerap pergi mencari berita. Aliya tersenyum dan membuka pintu lebih lebar untuknya. “Silahkan masuk, Dr. Indra. Gita ada di dalam.” Indra masuk ke dalam apartemen itu dan duduk dengan sopan, menunggu wanita yang kerap ditemuinya selama beberapa
“Tapi kamu tidak perlu kuatir, Yang. Mereka tidak akan menggunakannya untuk maksud jahat. Percayalah padaku,” ucap Kanaya meyakinkan suaminya itu. “Bagaimana kamu bisa yakin?” tanya Bastian sambil menatap Kanaya dan mengangkat satu alisnya. “Karena aku yang mengatakannya, Sayang…” jawab Kanaya. Ia menjadi gemas oleh sifat pencemburu Bastian, sehingga mencubit hidung mancung suaminya itu dengan gemas. Bastian mengaduh, tetapi ia tidak marah. Ia justru membalasnya dengan menggigit ujung hidung Kanaya dengan sama gemas sebelum menggesekkannya dengan ujung hidungnya sendiri. Mereka berdua tertawa dengan saling menatap. Bastian menghela nafas dan terus menatap lekat kedua mata almond di hadapannya. Menyelami keteduhan yang ia rasakan di sana. Entah bagaimana, ia percaya pada penilaian Kanaya, dan tidak lagi khawatir. “Tunggu apa lagi?” tanya Kanaya tiba-tiba, membuat Bastian mengangkat alisnya tidak mengerti. “Kapan kamu akan menghukumku?” Kanaya bertanya sambil menatap Bastian, s
Kanaya tersenyum dan meletakkan tangannya di punggung tangan Bastian. “Heri. Aku mendapatkannya dari Heri,” aku Kanaya akhirnya “Heri? Heri siapa? Asisten—Reno?” tanya Bastian memastikan. Sesaat ia tampak ragu saat menebaknya. Bastian mengetahui jika dulu Reno memata-matai kehidupan pribadinya, tetapi ia tidak terlalu yakin jika semua foto-foto ini didapat dari Reno. Kanaya mengangguk. Mengakui jika dari asisten pribadi Reno lah ia mendapat semua foto-foto itu. Ia ingat tadi sore saat baru selesai berbelanja bersama Clara, Heri menghubunginya melalui telepon. Dalam perjalanan pulang dari toko lingerie, Kanaya sedang memikirkan apa lagi yang akan dia buat nanti malam untuk “menemani” kejutanyang ia siapkan untuk Bastian. Kanaya ingin membuat waktu yang ia habiskan bersama Bastian menjadi lebih bermakna. Namun kejutan apa lagi yang bisa ia lakukan dengan waktu yang sedikit? Saat itulah Heri menghubunginya. *** flashback*** “Bu Kanaya…” “Ya? apa semua baik-baik saja?” Kanaya m