Gatra hampir tidak percaya jika Tania akhirnya bersedia. Satu hal yang Gatra sesali adalah kenapa tidak dari dulu saja. Ia juga menyesali cara penyampaiannya yang tidak tepat. Dulu Gatra mengatakannya pada waktu dan keadaan yang salah. Jika saja dulu ia bisa sedikit bijaksana tentu kejadiannya tidak akan seperti sekarang.“Jadi kapan bisa kita mulai, Ta?”“Terserah, kapan pun kamu ada waktu dan lagi nggak sibuk,” jawab Tania.“Kalo hari ini gimana?” Gatra bersemangat.“Hari ini?”“Makin cepat makin baik, Ta. Oh ya, aku baru ingat, kamu nggak kerja hari ini?” Gatra memandang arloji.“Aku izin, tadi lagi nggak enak badan.”“Kamu sakit?” Gatra terlihat khawatir, dan itu membuat Tania bahagia. Namun sebelum pikirannya berkelana semakin jauh, Tania buru-buru menghentikannya.“Cuma nggak enak badan dikit, maagku kambuh, mungkin karena telat makan.” Tania memberi alasan yang sama seperti pada Ruly tadi.“Memangnya sesibuk apa sih sampai nggak sempat makan? Nggak bisa apa luangin waktu kamu s
Tania akhirnya keluar dari ruangan dokter lebih dari satu jam kemudian. Sedangkan Gatra setia menunggu sejak tadi.Begitu matanya bertemu dengan Tania, Gatra langsung berdiri dan berjalan menghampirinya.“Sudah, Ta?”Tania mengangguk pelan.“Tadi di dalam ngapain aja?”“Disuruh cerita, terus disuruh nulis di kertas semua perasaan aku. Setelahnya aku disuruh merobek kertas itu,” jelas Tania.“Jadi perasaan kamu rasanya gimana sekarang?” tanya Gatra lagi.“Agak lega,” jawab Tania.Dengan menuliskan perasaannya yang mengganggunya lalu merobek kertas tersebut, Tania seakan membuang segala kegundahannya.Gatra tersenyum kecil. Ia tidak sabar ingin tahu apa yang tadi disampaikan Tania di dalam sana. Gatra ingin menanyakannya padaTania, namun ia yakin Tania tidak akan mau mengatakannya.Tania diam saja selagi menunggu petugas apotik menyiapkan obat untuknya. Begitu pun dengan Gatra yang duduk di sebelahnya.Saat nama Tania dipanggil Gatra mewakilinya mengambil obat. Tania menyimak dengan bai
Tania sontak menutup mulutnya begitu mengetahui bukan Claudia yang datang, namun seorang laki-laki.“Lagi marah sama siapa, Ta?”“Hehe, tadi aku pikir Claudia yang datang, ternyata kamu.”“Berarti aku ngeganggu ya?”“Nggak kok, sama sekali enggak, masuk dulu, Rul!” Tania melebarkan daun pintu agar Ruly bisa masuk.Tanpa disuruh dua kali Ruly melangkahkan kakinya ke dalam apartemen Tania. Ia masih menggunakan pakaian kerja. Sementara sebelah tangannya menenteng bungkusan dan buket bunga.“Langsung dari kantor, Rul?” tanya Tania setelah duduk.“Tadinya iya, tapi aku mampir dulu beliin ini buat kamu.”“Itu apa, Rul?”kata Tania menanyakan bungkusan yang baru saja diletakkan Ruly di atas meja.“Ini steak. Nggak tau kenapa tiba-tiba aku ingat waktu kita makan steak bareng waktu itu. Jadi kubeliin aja mumpung mau ke sini.”“Eh iya ya?” Tania lupa kapan momen itu.“Jangan bilang kalo kamu lu
Tania menunggu pesannya terkirim. Ia menahan matanya di layar gawai menunggu balasan pesan dari Gatra.“Gimana, Ta? Udah lo telfon?” Tiba-tiba Claudia muncul di kamar.“Bukan telfon tapi chat.”“Udah dibales?“Belum,” jawab Tania lesu.“Mungkin dia lagi di jalan dan belum baca chat dari lo.” Claudia membesarkan hati Tania.“Ya udahlah, dia nggak bakal balik ke sini.” Tania meletakkan ponselnya dan tidak ingin berharap lagi.Claudia ikut berbaring di sebelah Tania. Keduanya miring berhadapan sambil memeluk guling masing-masing.“Gue udah baca surat dari Ruly,” ujar Claudia pelan.“Terus?”“Kasihan. Dia kayaknya emang tulus sama lo, Ta. Udah berapa kali coba lo tolak?”“Gue nggak ngitung, tapi kayaknya udah lebih dari tiga kali.”“Saking takutnya denger penolakan lo dia sampe nulis surat.”Tania tersenyum getir. Entah bagaimana nanti caranya menjawab pada Ruly. Tania tidak ingin membuat laki-laki itu kecewa meskipun ia juga tidak bisa menerimanya.“Nanti lo bakal jawab apa, Ta?” tanya C
Pulang dari apartemen Tania, Gatra kembali ke rumah dengan perasaan galau. Setelah pertemuan tadi Gatra tidak akan meragukan perasaan Tania padanya. Hanya saja semua sudah terlambat.Gatra tidak mungkin membatalkan pertunangannya dengan Kiera. Perempuan itu tidak salah apa-apa. Lelaki seperti apa Gatra yang membuang Kiera setelah Tania kembali? Ia tidak lebih dari seorang pecundang jika sampai melakukannya.Gatra baru akan membuka pintu rumah, namun daun pintu lebih dulu dibuka dari dalam bersama wajah Lena yang menyembul.“Mama belum tidur?” tanya Gatra sambil melangkah masuk.“Mama kebangun karena mendengar suara pagar dibuka. Kamu ke luar lagi? Dari mana, Gat?” Seingat Lena tadi Gatra sudah pulang sejak berjam-jam yang lalu dan langsung masuk ke kamarnya.“Tadi ke luar sebentar, Ma.”“Ketemu Kiera?” tebak Lena. Namun ternyata dugaannya meleset.“Bukan, cuma lagi cari angin sebentar. Mama udah mau balik tidur ya?”Lena menahan kakinya saat Gatra bertanya. “Iya.”“Bisa kita ngomong s
Tania mengeluarkan little black dress yang kemarin dibelinya dari paper bag, lalu mengenakannya. Tania mematut dirinya di depan cermin, mengamati penampilannya dari puncak kepala hingga ujung kaki. Ia tampak cantik. “Lo yakin mau pake baju itu, Ta?” tegur Claudia. Sudah sejak tadi ia memerhatikan pola Tania.“Kenapa? Nggak bagus ya?” tanya Tania balik sambil memandang Claudia melalui kaca di hadapannya.“Bagus sih, tapi lo kayak orang mau ke pemakaman.”Tania tersenyum mendengar gurauan Claudia sambil mengoles lipstick ke bibirnya. “Biar apa sih, Ta, lo pake hitam gitu? Lo mau nunjukin ke Gatra kalo lo lagi sedih?”“Gue nggak sedih. Gue ikut bahagia kalo dia juga bahagia.”“Bohong,” tukas Cladia tak percaya.“Terserah lo kalo nggak percaya," jawab Tania sambil mengambil clutch bag."Lo yakin mau pergi?" tanya Claudia sekali lagi. "Lo tau kan apa itu pertunangan? Nanti bakal ada adegan pasang-pasangan cincin, kissing sama pelukan. Apa lo siap? Jantung lo kuat?""Kalo gue udah mutusin
Tania terus berjalan sambil membawa kesedihan dan air mata. Tania tidak ingat kapan terakhir ia merasa sesedih ini. Mungkin saat perasaannya pada Dypta tidak berbalas. Atau saat kesalahpahamannya dengan Gatra dulu terjadi.Mungkin Claudia benar. Tidak seharusnya ia datang kemari demi menyaksikan kebahagiaan Gatra dan membuktikan bahwa ia sanggup menghadapinya. Ia tidak perlu membuktikan apa-apa. Yang ada ia malah menarik perhatian orang-orang agar memandang padanya.Langkah Tania terhenti ketika melihat mantan mertuanya dari jauh. Lena berdiri di dekat pintu ballroom yang merupakan satu-satunya akses keluar masuk.Mau tidak mau Tania terpaksa menghadapinya. ‘Kenapa aku harus takut?’ pikir Tania. Bukankah ia datang agar Lena tahu bahwa ia baik-baik saja?Tania mengambil tisu dari dalam clutch bag. Disapukannya pelan-pelan mulai dari mata hingga bagian wajahnya yang lain. Thanks to DIOR Diorshow Iconic Overcurl Waterproof Mascara yang tadi iseng diaplikasikannya demi mempercantik bulu
Setiap kali ada masalah biasanya Tania akan kehilangan kontrol diri. Emosinya yang meledak-ledak membuatnya kerap mengambil keputusan sembarangan tanpa pikir panjang. Keputusan-keputusan impulsif yang efeknya juga bersifat jangka panjang.Namun waktu dan pengalaman di masa lalu begitu mendewasakan Tania. Tania tidak ingin lagi mengulang kebodohannya yang akan merugikan dirinya sendiri.“Udah agak baikan?” tanya Claudia sambil ikut duduk di sebelah Tania.Tania menganggukkan kepala sambil mengaduk coklat panas yang dibuatkan Claudia untuknya.Tania baru saja selesai mandi. Kini ia tampak jauh lebih segar. Tadi di kamar mandi Tania menangis sejadinya di bawah aliran air shower. Tania meluapkan segala perasaan yang menyesaki dada. Dan hasilnya, saat ini ia merasa lebih baik.“Ta, udah lama banget ya kita nggak liburan bareng? Terakhir kapan coba kita liburan?”“Waktu ke Phuket,” jawab Tania. Dan sialnya lagi-lagi hal itu mengingatkannya pada Gatra.“Gue suntuk banget, kepala gue rasanya