Tania sontak menutup mulutnya begitu mengetahui bukan Claudia yang datang, namun seorang laki-laki.“Lagi marah sama siapa, Ta?”“Hehe, tadi aku pikir Claudia yang datang, ternyata kamu.”“Berarti aku ngeganggu ya?”“Nggak kok, sama sekali enggak, masuk dulu, Rul!” Tania melebarkan daun pintu agar Ruly bisa masuk.Tanpa disuruh dua kali Ruly melangkahkan kakinya ke dalam apartemen Tania. Ia masih menggunakan pakaian kerja. Sementara sebelah tangannya menenteng bungkusan dan buket bunga.“Langsung dari kantor, Rul?” tanya Tania setelah duduk.“Tadinya iya, tapi aku mampir dulu beliin ini buat kamu.”“Itu apa, Rul?”kata Tania menanyakan bungkusan yang baru saja diletakkan Ruly di atas meja.“Ini steak. Nggak tau kenapa tiba-tiba aku ingat waktu kita makan steak bareng waktu itu. Jadi kubeliin aja mumpung mau ke sini.”“Eh iya ya?” Tania lupa kapan momen itu.“Jangan bilang kalo kamu lu
Tania menunggu pesannya terkirim. Ia menahan matanya di layar gawai menunggu balasan pesan dari Gatra.“Gimana, Ta? Udah lo telfon?” Tiba-tiba Claudia muncul di kamar.“Bukan telfon tapi chat.”“Udah dibales?“Belum,” jawab Tania lesu.“Mungkin dia lagi di jalan dan belum baca chat dari lo.” Claudia membesarkan hati Tania.“Ya udahlah, dia nggak bakal balik ke sini.” Tania meletakkan ponselnya dan tidak ingin berharap lagi.Claudia ikut berbaring di sebelah Tania. Keduanya miring berhadapan sambil memeluk guling masing-masing.“Gue udah baca surat dari Ruly,” ujar Claudia pelan.“Terus?”“Kasihan. Dia kayaknya emang tulus sama lo, Ta. Udah berapa kali coba lo tolak?”“Gue nggak ngitung, tapi kayaknya udah lebih dari tiga kali.”“Saking takutnya denger penolakan lo dia sampe nulis surat.”Tania tersenyum getir. Entah bagaimana nanti caranya menjawab pada Ruly. Tania tidak ingin membuat laki-laki itu kecewa meskipun ia juga tidak bisa menerimanya.“Nanti lo bakal jawab apa, Ta?” tanya C
Pulang dari apartemen Tania, Gatra kembali ke rumah dengan perasaan galau. Setelah pertemuan tadi Gatra tidak akan meragukan perasaan Tania padanya. Hanya saja semua sudah terlambat.Gatra tidak mungkin membatalkan pertunangannya dengan Kiera. Perempuan itu tidak salah apa-apa. Lelaki seperti apa Gatra yang membuang Kiera setelah Tania kembali? Ia tidak lebih dari seorang pecundang jika sampai melakukannya.Gatra baru akan membuka pintu rumah, namun daun pintu lebih dulu dibuka dari dalam bersama wajah Lena yang menyembul.“Mama belum tidur?” tanya Gatra sambil melangkah masuk.“Mama kebangun karena mendengar suara pagar dibuka. Kamu ke luar lagi? Dari mana, Gat?” Seingat Lena tadi Gatra sudah pulang sejak berjam-jam yang lalu dan langsung masuk ke kamarnya.“Tadi ke luar sebentar, Ma.”“Ketemu Kiera?” tebak Lena. Namun ternyata dugaannya meleset.“Bukan, cuma lagi cari angin sebentar. Mama udah mau balik tidur ya?”Lena menahan kakinya saat Gatra bertanya. “Iya.”“Bisa kita ngomong s
Tania mengeluarkan little black dress yang kemarin dibelinya dari paper bag, lalu mengenakannya. Tania mematut dirinya di depan cermin, mengamati penampilannya dari puncak kepala hingga ujung kaki. Ia tampak cantik. “Lo yakin mau pake baju itu, Ta?” tegur Claudia. Sudah sejak tadi ia memerhatikan pola Tania.“Kenapa? Nggak bagus ya?” tanya Tania balik sambil memandang Claudia melalui kaca di hadapannya.“Bagus sih, tapi lo kayak orang mau ke pemakaman.”Tania tersenyum mendengar gurauan Claudia sambil mengoles lipstick ke bibirnya. “Biar apa sih, Ta, lo pake hitam gitu? Lo mau nunjukin ke Gatra kalo lo lagi sedih?”“Gue nggak sedih. Gue ikut bahagia kalo dia juga bahagia.”“Bohong,” tukas Cladia tak percaya.“Terserah lo kalo nggak percaya," jawab Tania sambil mengambil clutch bag."Lo yakin mau pergi?" tanya Claudia sekali lagi. "Lo tau kan apa itu pertunangan? Nanti bakal ada adegan pasang-pasangan cincin, kissing sama pelukan. Apa lo siap? Jantung lo kuat?""Kalo gue udah mutusin
Tania terus berjalan sambil membawa kesedihan dan air mata. Tania tidak ingat kapan terakhir ia merasa sesedih ini. Mungkin saat perasaannya pada Dypta tidak berbalas. Atau saat kesalahpahamannya dengan Gatra dulu terjadi.Mungkin Claudia benar. Tidak seharusnya ia datang kemari demi menyaksikan kebahagiaan Gatra dan membuktikan bahwa ia sanggup menghadapinya. Ia tidak perlu membuktikan apa-apa. Yang ada ia malah menarik perhatian orang-orang agar memandang padanya.Langkah Tania terhenti ketika melihat mantan mertuanya dari jauh. Lena berdiri di dekat pintu ballroom yang merupakan satu-satunya akses keluar masuk.Mau tidak mau Tania terpaksa menghadapinya. ‘Kenapa aku harus takut?’ pikir Tania. Bukankah ia datang agar Lena tahu bahwa ia baik-baik saja?Tania mengambil tisu dari dalam clutch bag. Disapukannya pelan-pelan mulai dari mata hingga bagian wajahnya yang lain. Thanks to DIOR Diorshow Iconic Overcurl Waterproof Mascara yang tadi iseng diaplikasikannya demi mempercantik bulu
Setiap kali ada masalah biasanya Tania akan kehilangan kontrol diri. Emosinya yang meledak-ledak membuatnya kerap mengambil keputusan sembarangan tanpa pikir panjang. Keputusan-keputusan impulsif yang efeknya juga bersifat jangka panjang.Namun waktu dan pengalaman di masa lalu begitu mendewasakan Tania. Tania tidak ingin lagi mengulang kebodohannya yang akan merugikan dirinya sendiri.“Udah agak baikan?” tanya Claudia sambil ikut duduk di sebelah Tania.Tania menganggukkan kepala sambil mengaduk coklat panas yang dibuatkan Claudia untuknya.Tania baru saja selesai mandi. Kini ia tampak jauh lebih segar. Tadi di kamar mandi Tania menangis sejadinya di bawah aliran air shower. Tania meluapkan segala perasaan yang menyesaki dada. Dan hasilnya, saat ini ia merasa lebih baik.“Ta, udah lama banget ya kita nggak liburan bareng? Terakhir kapan coba kita liburan?”“Waktu ke Phuket,” jawab Tania. Dan sialnya lagi-lagi hal itu mengingatkannya pada Gatra.“Gue suntuk banget, kepala gue rasanya
Beberapa hari berlalu sejak kejadian itu dan beberapa hari pula Gatra menghubungi Tania. Namun Tania mengabaikannya. Karena tidak mendapat respon Gatra pun berhenti. Setidaknya itu yang ada di pikiran Tania saat ini.Daripada terus-terusan bergumul dengan kegalauan memikirkan Gatra yang sudah memiliki pasangan baru, Tania memilih untuk mempertimbangkan ide Claudia untuk liburan bersama. Meski belum menentukan destinasi mereka, namun keduanya sudah mengajukan cuti selama dua minggu di kantor masing-masing.“Hm, dua minggu ya?” Atasannya bertanya saat membaca surat permohonan cuti yang diajukan Tania.“Iya, Pak, dua minggu,” jawab Tania harap-harap cemas, khawatir tidak akan mendapat izin.“Pekerjaan kamu sudah selesai semua, Ta?”“Sudah, Pak,” jawab Tania lagi.“Rencananya mau liburan ke mana?”“Belum tahu sih, Pak, masih bingung.”“Lho, masa yang mau liburan belum tahu mau ke mana.” Atasannya tertawa.Tania juga tertawa.“Hati-hati ya, jangan lupa oleh-olehnya,” gurau pria itu sambil
“Kamu tuh ngomong apa sih, Gat? Sebelum tadi kamu bilang gini dipikir dulu nggak?” ucap Kiera jengkel. Makin ke sini Gatra semakin nggak jelas. Setiap kali Kiera mengajaknya bicara pasti Gatra membalas sekenanya. Dan lihatlah sekarang, ucapan yang meluncur dari mulutnya seakan tidak dipikir dulu.“Aku udah pikirin baik-baik, makanya kubilang sekarang, mumpung masih ada waktu,” jawab Gatra dan kali ini memandang pada Kiera di sebelahnya.Kiera masih menganggap Gatra tidak serius dengan ucapannya. Yang ada di pikiran Kiera adalah jika saat ini Gatra mengalami bridezilla syndrome yang biasanya menyerang calon pengantin wanita atau pun laki-laki.Mereka sama-sama diam beberapa saat. Kiera mencoba memahami Gatra dan menepis emosi yang sempat memuncak jauh-jauh. Ia kemudian menggeser duduk agar lebih rapat dengan Gatra lalu menyandarkan kepalanya ke pundak laki-laki itu.“Gat, kamu nggak usah terlalu cemas mikirin pernikahan kita. Aku jamin semua bakalan lancar. Kamu kan udah lihat sendiri