Audry menggeliat pelan. Ia meringis ketika merasakan berat di kepalanya. Rasanya ingin tidur seharian. Namun ia tetap memaksa diri untuk membuka mata. Di sebelahnya, tangan Jeff melingkarinya dengan erat. Mengunci tubuhnya begitu rapat.
Dengan gerakan seperlahan mungkin Audry beringsut turun dari ranjang agar tidak membangunkan suaminya. Kerutan timbul di dahinya ketika menyadari saat itu tubuhnya tidak ditutupi sepotong kain pun, kecuali selimut yang kini tersingkap. Audry mencoba keras mengingat apa yang telah terjadi semalam. Namun ia tidak mampu mengingat apa-apa. Detik berikutnya ia baru menyadari jika ruangan tempatnya berada sekarang bukanlah kamarnya. Tapi …. Audry menutup mulutnya dengan cepat, menahan diri agar tidak berteriak ketika menyadari bahwa pria yang sedang tidur di sebelahnya bukanlah suaminya, tapi … pria asing yang sama sekali tidak dikenalnya. Ya, dia bukan Jeff. Suaminya tidak memiliki tato di pergelangan tangan seperti pria itu. Napasnya sesak seketika bersamaan dengan denyut jantungnya yang berdebar cepat tanpa kendali. Bagaimana mungkin ia bisa berada satu ranjang dengan pria tak dikenal? Apa yang telah mereka lakukan kemarin malam? Audry menangkup muka dan mengerahkan pikirannya untuk mengingat semua yang terjadi. Meski sedikit lebih baik dari tadi, akan tetapi ingatannya sangat terbatas. Ia hanya ingat saat Jeff menyuruhnya ke kamar untuk mengambil dompet. Setelah itu entah apa. Audry menarik selimut untuk menutupi dadanya yang terbuka ketika terdengar suara batuk pria di sebelahnya. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Jantung perempuan itu nyaris lepas dari rongganya ketika pria itu membuka mata. Dia sudah bangun! Berbeda dengan Audry, Dypta tersenyum begitu menyadari jika mereka berada dalam keadaan tanpa busana di bawah selimut yang sama. Belum ia bicara, Audry sudah menyerangnya bertubi-tubi. “Kamu apain aku semalam?” tatapnya tajam. “Jangan katakan kamu sudah memperkosaku!” tudingnya lagi. Dypta termangu, mencoba mencerna maksud perkataan perempuan itu. Ia terkejut ketika Audry menudingnya sembarangan. ’Memperkosa?’ gumamnya di dalam hati. Ia tidak pernah memperkosa siapa pun sepanjang dua puluh tujuh tahun bernapas di muka bumi. Mereka melakukannya tanpa paksaan dari siapa-siapa. Audry juga sangat menikmati percintaan panas mereka. Lantas, bagaimana bisa perempuan itu menudingnya telah memperkosa? “Aku tidak memperkosamu. Kita melakukannya atas dasar suka sama suka. Bukannya Boy yang memintamu ke sini?” ”Boy siapa?” Audry mengerutkan keningnya. Ia tidak mengenal nama dimaksud. Dypta terduduk. Pikirannya mulai membaca ada sesuatu yang salah. Detik itu juga ia menghubungi temannya. Selagi laki-laki itu menelepon, Audry mengawasinya dengan perasaan tak karuan. Ia mulai dikejar kekhawatiran. Bagaimana jika Jeff tahu dirinya sudah tidur dengan pria lain? Pasti laki-laki itu akan menyiksanya atau bahkan membunuhnya. “Sorry, namamu siapa?” Dypta bertanya setelah selesai menelepon. ”Audry.” Laki-laki itu seketika terkejut mengetahui perempuan yang saat ini sedang bersamanya bukanlah orang yang ada di dalam dugaannya. “Jadi kamu bukan Luna?” ”Luna mana?” Audry balik bertanya. Dypta mengusap mukanya gusar. Fix, semua ini adalah kesalahpahaman. Tadi ia baru saja menelepon temannya. Dan temannya itu bilang nama partner one night stand-nya adalah Luna. “Audry, sorry, aku pikir kamu adalah Luna, temanku.” ”Jangan menipuku, jangan mencari alasan untuk kebejatanmu. Mana mungkin kamu tidak tahu temanmu sendiri.” Air mata Audry mulai menetes, membayangkan kebodohannya tidur dengan cowok random yang ia sangka adalah suaminya. Dypta mendekat untuk menjelaskan segalanya, namun Audry membentengi diri dengan menggeser tubuhnya ke belakang. “Audry, begini, ini semua kesalahpahaman, aku tidak tahu kalau kamu bukan Luna. Semalam aku mabuk sama sepertimu. Sekarang aku tanya, kamu kenapa bisa masuk ke kamarku?” Audry menggelengkan kepala. Ia juga bingung. Mungkin karena ia juga kehilangan kesadaran makanya menyangka kamar ini adalah kamarnya. ”Well, Audry, begini saja. Kita lupain apa yang terjadi malam itu. Aku akan memberimu uang.” Audry termangu saat Dypta mengambil dompet dan mengeluarkan banyak lembaran uang. “Terimalah dan lupakan semua,” ucap pria itu. ”Aku bukan wanita jalang.” Audry menepis uang yang diberikan Dypta hingga berserakan di kasur. Laki-laki itu membuatnya sungguh sangat terhina. Dypta terkaget-kaget atas respon yang diterimanya. Baru kali ini ada yang menolak pemberiannya setelah ia tiduri. Dengan linangan air mata Audry bangkit dari ranjang dan terburu-buru mengenakan pakaian. Tidak hanya sedih, ia juga merasa marah dan sangat rendah. “Audry, tunggu dulu!” Langkah kaki Audry tertahan ketika mendengar seruan Dypta. Pria itu menghampiri dan menghadang di depannya. “Audry, aku minta maaf. Aku tidak menganggapmu begitu. Aku yakin kamu perempuan baik-baik dan semua ini hanya kesalahpahaman. Aku juga salah. Tapi tolong jangan menangis lagi.” Tanpa Audry duga, Dypta menyapukan jarinya di pipi perempuan itu, menghapus air matanya yang tiada henti menetes. “Aku paling tidak kuat melihat perempuan menangis,” ujarnya lembut. Audry memang marah pada laki-laki itu, tapi ia juga tidak bisa mengingkari kalau saat ini Dypta terlihat tulus. “Sekali lagi aku minta maaf, aku-” “Percuma, maafmu nggak ada gunanya.” Audry menepis tangan Dypta lalu pergi dari sana dengan membawa sejuta kekhawatiran. Dypta hanya bisa menatap punggung Audry. Lalu meremas rambutnya frustasi sambil merutuki kebodohannya sendiri. Seharusnya kemarin ia lebih berhati-hati sehingga tidak meniduri orang yang salah. Sementara itu, Audry kembali ke kamar yang ia tempati bersama Jeff dengan tubuh lunglai. Air matanya tidak berhenti menetes. Sambil mengeringkan mukanya yang basah, takut-takut Audry masuk ke kamarnya. Sebelumnya ia cukup lama berdiri di luar guna mencari alasan jika Jeff bertanya. Beruntung, suaminya itu sedang tidur. Jeff tampaknya juga mabuk berat semalam. Setelah Audry mandi Jeff ternyata sudah bangun. Aroma alkohol yang kuat menguar dari mulutnya. Laki-laki itu tidak bertanya apa-apa. Mungkin semalam ia juga blackout dan tidak ingat apa-apa. Mereka kemudian pulang. Namun ketika tiba di lobi hotel Audry kaget setengah mati karena ternyata Jeff mengenal Dypta. “Di sini juga, Dyp?” “Eh, Om Jeff.” Dypta tersenyum. Kedua laki-laki itu langsung bersalaman dan bertukar kabar. Sementara Audry berdiri membeku di belakang suaminya. ”Kapan pulang dari Canada?” ”Udah dua bulananlah, Om.” “Udah dua bulanan tapi nggak pernah main ke rumah.” Jeff geleng-geleng kepala. ”Maaf, Om, belum sempat,” tawa Dypta pelan. ”Oh iya,” Jeff merangkul punggung Audry agar merapat padanya. “Kenalkan, ini Audry, tantemu.” “Tante?” ulang Dypta terkejut. Terlebih ketika mengetahui istri omnya adalah perempuan yang tidur dengannya kemarin malam. ”Iya, Audry ini istri Om, tapi dia hampir seumuran denganmu,” jelas Jeff memberitahu. “Kamu sih kelamaan di luar negeri jadinya nggak kenal sama keluarga.” Pria itu lalu terkekeh dan menatap pada istrinya. “Sayang, ini Dypta keponakanku, selama ini dia tinggal di luar negeri. Ayo kenalan dulu.” Dypta dan Audry terpaksa berpura-pura tidak saling mengenal di depan Jeff. Keduanya melempar pandang dengan sorot terkejut. Lalu berjabatan dengan muka pucat pasi. Tidak menyangka kalau kesalahan ini tidaklah sesederhana yang mereka pikir. ***Sekian hari berlalu setelah kejadian tersebut. Audry mencoba menganggap malam itu tidak pernah ada dan tidak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dan Dypta. Namun memorinya menolak lupa. Audry selalu dikejar kekhawatiran. Setiap malam ia terbangun dengan keringat membasahi tubuh karena mimpi buruk. Lalu setelahnya ia akan terjaga sampai pagi. Mimpi itu dipicu oleh ketakutan serta perasaan bersalah pada suaminya. Sekejam-kejamnya Jeff, namun pria itu tetaplah suaminya. Pria yang selama ini menjadi tempatnya menggantungkan hidup.Audry juga merasa trauma setiap kali Jeff mengajaknya berhubungan. Ia takut akan kembali tidur dengan orang yang salah. Audry ingin menolak setiap kali Jeff menginginkannya. Akan tetapi ia tahu hal itu sangat mustahil terjadi. Yang ada, Jeff akan benar-benar menaruh curiga padanya.Siapa yang akan menyangka jika seminggu setelah kejadian itu mereka kembali bertemu. Dypta berjumpa dengan Jeff di luar, lalu pria itu mengajak ke rumahnya. Dypta sudah menolak, n
"Aku siap mendengarkan seluruh ceritamu. Jangan takut, ada aku di sini. Aku akan membantumu. Kalau pun aku nggak bisa membantu, tapi setidaknya kamu merasa lega karena sudah berbagi,” ucap laki-laki itu lembut.Audry yang sejak tadi terus menghindar tidak bisa lagi mengelak. Ia memberanikan diri menatap Dypta. Lalu menemukan kesejukan di sana, tepat di iris coklat laki-laki itu.Air mata Audry menetes tanpa bisa dibendung. Selama ini tidak ada yang tahu apa yang ia alami, alih-alih akan peduli.”Bicaralah, Audry. Kamu nggak usah takut.” Tidak hanya menggenggam tangan perempuan itu, Dypta juga menangkup pipinya yang tirus.Sikap Dypta yang lembut dan hangat membuat keberanian Audry muncul tiba-tiba. Ia menceritakan segalanya. Mulai dari awal dulu kenapa ia bisa menikah dengan Jeff, kehidupan pernikahannya yang bagai di neraka, hingga alasan-alasan yang membuatnya tetap bertahan dengan suami kejamnya.Semua membuat Dypta speechless. Terlepas dari apa yang sudah terjadi antara dirinya de
Mommy ke mana saja?” Tania merengek ketika melihat Audry turun dari mobil. Sedangkan Jeff menatapnya dengan tajam.”Mommy tadi ke dokter, Sayang, tangan Mommy luka kena pecahan kaca,” jelas Audry sambil mengambil alih anak itu dari gendongan Jeff. “Tata kenapa nangis, Nak?” ujarnya sambil mengusap air mata sang putri.“Tata tadi mimpi dikejar harimau, Mom. Tata takut ….” Tania memeluk Audry erat-erat dan merebahkan kepalanya di bahu perempuan itu.Audry lantas tersenyum. Diusapnya punggung sang putri dan menenangkan dengan suaranya yang lembut. “Harimaunya cuma ada di dalam mimpi dan sekarang dia sudah mati ditembak Papi,” bisiknya pelan.”Om, maaf, tadi aku ngajak Tante Audry ke dokter soalnya tangan Tante luka kena pecahan cangkir.” Dypta segera menjelaskan sebelum Jeff bertanya.”Cuma kena kaca dikit nggak perlu sampai ke dokterlah,” ucap Jeff ringan.“Tapi lukanya cukup dalam, Om. Untung segera diobati, kalau nggak bisa infeksi.”“Ya sudah,” ucap Jeff meski terkesan tidak suka.“
”Sudah berapa kali aku bilang, kamu harus bangun lebih pagi dariku. Apa kamu lupa tugasmu apa saja? Apa harus kuingatkan lagi apa saja tugas seorang istri padamu?”Audry tersentak ketika Jeff menghardiknya karena mereka terlambat bangun.“Maaf, Pi, aku lupa menyalakan alarm.” ”Itu bukan alasan, Audry. Apa kamu tahu, pagi ini aku harus bertemu klien penting. Apa kamu mau tanggung jawab kalau dia membatalkan kerjasama dan perusahaan kita akan menanggung kerugian ratusan juta?””Maaf, aku-””Diam! Tutup mulutmu! Perempuan bodoh sepertimu tidak akan mengerti apa-apa.” Jeff menepis tangan Audry yang sedang membantu memilih bajunya di lemari dengan kasar hingga tubuh perempuan itu terdorong ke samping.Audry memilih bungkam. Ini bukanlah pertama kalinya Jeff marah hanya karena hal-hal sepele. Sikap kasar laki-laki itu dan hinaannya sudah menjadi makanan Audry sehari-hari, namun tetap saja membuat Audry merasa sedih.Setelah berpakaian, Jeff bergegas pergi. Meninggalkan Audry sendiri dengan
“Hei …,” sapa Dypta setelah tertegun sekian detik.Audry tersenyum canggung. “Hei, boleh aku masuk?”Dypta menganggukkan kepala. “Silakan,” jawabnya. “Tunggu sebentar ya.” Lalu laki-laki itu meninggalkan Audry sendiri dan masuk ke kamarnya. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan berpakaian lengkap.“Tante kebetulan lewat sini atau memang sengaja ke sini?” tanyanya setelah duduk.“Jangan pangggil Tante, panggil Audry aja kayak kemarin, kecuali di depan ommu.””Oke, Audry.” Laki-laki itu tersenyum.“Aku ke sini cuma mau make sure apa handphoneku ketinggalan di sini? Soalnya kucari di rumah nggak ketemu.”“Itu dia yang mau kukasih tahu. Sebentar ya!”Dypta meninggalkan Audry sendiri dan tak lama kemudian pria kharismatik itu kembali membawa handphone milik sang tante.Audry tersenyum lega ketika Dypta memberikannya. Ada banyak panggilan tak terjawab dari Jeff yang tertera di layar.“Makasih ya, Dyp, kalau bukan karena Jeff yang telfon dan kasih tahu aku nggak menjawab panggilannya, aku
“Kamu ngantuk?” Dypta tersenyum sambil menjauhkan muka dari Audry, kembali memperbaiki posisi duduknya.“Nggak.”“Terus tadi kenapa memejamkan mata?” Audry juga tidak tahu. Tadi ia melakukannya dengan impulsif, karena aroma parfum Dypta mengingatkannya pada kejadian malam itu. Andaipun ia lupa ingatan, namun aroma parfum itu begitu melekat di benaknya dan terhirup dalam oleh hidungnya.Dypta menoleh ke sebelah ketika Audry tidak memberi jawaban apa-apa. Mungkin Audry keberatan menjawabnya. Dan ia pun tidak mau memaksa. Namun, daripada membiarkan hening mengisi kekosongan mereka, laki-laki itu lebih memilih untuk melanjutkan pembahasan mereka yang tadi tertunda.“Ngomong-ngomong soal yang tadi, hobimu apa? Siapa tahu hobimu itu bisa dikembangkan buat ngisi waktu luang.”“Aku?” Audry menunjuk dadanya.“Iya, kamu. Memangnya kamu pikir aku lagi bicara sama siapa? Cuma ada kita berdua di mobil ini. Dan nggak mungkin kan aku bermonolog sendiri?”Audry tersenyum tipis. Iya, senyum. Selama m
“Jadi kita ke mana lagi, Ry?” tanya Dypta melirik Audry yang duduk di sebelahnya. Saat itu mereka sedang berada di traffic light.“Ke Smart Kindergarten.” Perempuan itu menjawab, menyebutkan nama sekolah anaknya.“Oke.” Dypta langsung berbelok ke arah kanan ketika kemudian lampu hijau menyala.Dalam perjalanan menuju sekolah Tania Dypta bersiul kecil. Sementara Audry membisu di sebelahnya. Setelah pembicaraan terakhir tadi, tidak ada lagi yang bisa dikatakannya. Tiba-tiba Audry ingat saat di kafe bersama teman-temannya. Ketika mereka bertanya Dypta kerja di mana ia tidak bisa menjawab karena minimnya info mengenai Dypta di benaknya.“Dyp, kamu CEO kayak Ommu?”Celetukan Audry sontak membuat laki-laki muda itu menghentikan siulannya. Ia lalu menoleh pada Audy. ”Memangnya kenapa?”“Tadi teman-temanku nanya dan aku cuma bilang nggak tahu.”Dypta tersenyum kecil. “Kalau aku bukan CEO apa akan mengubah pandangan teman-temanmu?””Aku nggak tahu.””Kalau kamu?”Kali ini perempuan itu menggel
Audry meneguk tetesan terakhir cola dalam gelas styrofoam. Sementara matanya tidak lepas memandang Dypta yang menemani Tania bermain di seluncuran.Tadi, akhirnya Tania setuju jika Dypta yang akan menggantikan Jeff di acara market day yang akan diadakan lusa di sekolahnya.Setelah itu Dypta mengajak Audry dan Tania makan siang di sebuah restoran franchise favorit anak-anak.Di tempat duduknya Audry termenung sendiri tanpa melepaskan mata dari Dypta dan Tania. Audry tidak tahu jika ternyata Dypta penyuka anak-anak. Sikap Dypta dan caranya memperlakukan Tania begitu tulus dan tidak dibuat-buat. Dan ajaibnya Tania begitu mudah lengket dengan laki-laki itu. Bersama Dypta Tania menemukan apa yang selama ini tidak diperolehnya dari Jeff.“Mommyyy!!!” Tania berseru sambil melambaikan tangan.Audry tersenyum. Namun cepat dipalingkannya muka ketika matanya beradu dengan Dypta. Sial, kenapa darahnya berdesir setiap kali bertukar pandang dengan laki-laki itu?“Jadi kita ke mana lagi, Ta?”“Masih