Dypta membawa Audry ke Paradiso. Beberapa orang teman lelaki itu menggodanya kala mereka berpapasan.“Cewek baru, Dyp?”“Anak mana lagi nih?””Ya ampun, Dyp, ganti-ganti mulu.”Dypta hanya tersenyum tanpa suara menanggapi dan menggandeng tangan Audry melintasi mereka semua.“Ry, nggak keberatan menunggu di sini sebentar?” ”Nggak. Kamu kalau mau kerja ya kerja aja. Jangan sampai kedatanganku ke sini bikin kamu jadi keganggu.””Nggak bakalan. Malah aku jadi semangat kerja kalau ada kamu.” Dypta mengulum senyum sebelum meninggalkan Audry.Duduk sendiri sepeninggal Dypta, Audry tidak bisa mencegah matanya untuk berlarian ke mana-mana. Sama seperti bar pada umumnya, suasana di sana penuh oleh kerlap cahaya namun temaram. Hanya saja Paradise lebih berkelas serta futuristik karena memang ditujukan untuk kalangan menengah ke atas.Botol-botol minuman tersusun dengan estetik di raknya masing-masing, yang tentu saja disesuaikan dengan peruntukannya minuman itu juga berjenis premium.Audry semp
Dan di sinilah mereka berada sekarang. Di apartemen Dypta.Dypta masuk ke kamarnya dan meninggalkan Audry sendiri.Audry memandang sekilas jam tangannya. Jam setengah dua belas malam dan selarut ini dirinya berada di apartemen laki-laki yang baru hitungan hari dikenalnya. Hal yang sepertinya adalah mustahil dilakukan selama menjadi istri Jeff, namun kenyataannya terjadi pada malam ini.Seperti yang dikatakan Dypta, apartemen laki-laki itu sepi. Namun bukan sepi yang menyiksa melainkan hening yang menenangkan. Saat Audry sedang larut dalam lamunan, Dypta muncul di hadapannya dengan membawa laptop.“Kamu pakai ini dulu buat nulis. Tulis apa pun yang kamu mau.”Meski ragu namun tak urung Audry menerimanya. “Pinjam bentar ya,” ucapnya.“Kalau di sini kurang nyaman, nulisnya di kamar aja.” Dypta menunjuk ruangan di sebelah kamarnya.Audry mengarahkan mata ke sana. Rasanya tidak sopan, lebih baik ia berada di sini saja. “Di sini aja deh.”“Oke, senyamanmu aja. Kalau aku tinggal nggak apa-a
Audry membisu dengan mulut terkatup rapat sedangkan matanya tidak beralih sedetik pun dari pintu kamar Dypta.“Di kamar ada TV, nggak hanya tidur, kamu juga bisa nonton kalau mau.”“Aku tidur di sini aja, Dyp.””Nope.” Dypta menggelengkan kepala, tidak memberikan Audry izin. “Nggak usah khawatir, aku fleksibel kok orangnya. Aku bisa jadi devil dan juga jadi guardian angel. Tapi malam ini aku nggak mau jadi devil. Trust me,” ucapnya meyakinkan.Ucapan penuh kesungguhan yang disampaikan laki-laki itu menepis segala keraguan Audry. Ia tidak menolak ketika Dypta menggamit tangannya dan membawa ke kamar.Kamar Dypta cukup luas. Selaras dengan tempat tidurnya yang besar. Bahkan terlalu besar untuk ditempati sendiri.Ragu-ragu Audry menaikinya. Dypta ikut naik ke ranjang yang sama dengannya. Lelaki itu menahan senyum melihat Audry meletakkan guling sebagai pembatas di antara mereka. ”Mau nonton biar tambah ngantuk?”Audry mengiakan. Lalu Dypta menyalakan televisi.Musik pembuka disertai lol
“Ap-ap-apa, Dyp?” ucap Audry gelagapan. Pipinya yang sudah hangat semakin panas oleh terpaan napas Dypta yang mengenai wajahnya.“Aku bisa jadi devil kalau kamu mau. I can treat you better than he can,” bisik lelaki itu lembut sekaligus terdengar menggoda.Audry memejamkan mata. Pesona Dypta terlalu kuat untuk dilawan. Satu sisi hatinya ingin menolak, namun di sisi yang lain menginginkan laki-laki itu untuk menjamahnya.Dengan matanya yang terpejam Audry merasakan bibir dingin Dypta menempel di permukaan bibirnya. Memberikan sensasi hangat dan juga menenangkan.Audry ingin melawan dan melepaskan diri, nyatanya ia malah membalas kecupan Dypta. Untuk pertama kalinya Audry dengan sukarela membalas kecupan laki-laki lain selain Jeff dalam keadaan sadar.Dalam hitungan detik kecupan singkat itu menjadi ciuman yang dalam dan menuntut. Tapi lagi-lagi Audry menikmatinya—karena hanya itu opsi yang dimilikinya. Semakin Audry melawan pesona laki-laki yang kini melingkupinya, semakin ia terjerat
Dypta tidak tahu kejadian apa yang telah menimpa Audry. Namun, melihat Audry datang dengan keadaan yang berada di luar dugaannya pastilah hal itu sesuatu yang buruk. Jujur saja, ia merasa khawatir melihat keadaan perempuan itu.“Ry, masuk dulu yuk.” Dypta menuntun Audry masuk ke dalam apartemen.Audry ternyata belum selesai dengan tangisnya dan kembali memeluk Dypta ketika mereka duduk di sofa. Dypta tidak berkata apa-apa dan membiarkan perempuan itu menumpahkan perasaannya. Yang dilakukannya hanya mengusap-usap punggung Audry.Audry mengangkat kepalanya dari pundak Dypta setelah isaknya reda. Dari balik matanya yang basah Audry menangkap tatapan khawatir yang ditujukan padanya.“Kalau nangisnya sudah selesai, aku siap mendengarkan cerita kamu sekarang,” ucap Dypta lembut sambil menyapukan jarinya mengeringkan air mata Audry. “Sebentar ya.”Laki-laki itu lalu pergi meninggalkan Audry sendiri dan tak lama kemudian kembali muncul dengan membawa segelas air putih.“Diminum dulu, Ry,” sur
Lelaki dua puluh tujuh tahun itu turun dari ranjang pelan-pelan. Sebisa mungkin ia menjaga gerakannya agar tidak membangunkan perempuan tidak berdaya yang saat ini tertidur dengan lelap. Perempuan itu adalah Audry.Namun suara dering telepon yang terdengar nyaring di dalam keheningan membuat Audry terjaga. ”Maaf, suara hpku bikin kamu kebangun.”Audry melengkungkan bibir dan menatap Dypta dengan tatapan sendu. “Nggak apa-apa, udah saatnya aku bangun.”Ketika ia ingat sesuatu dengan gerakan cepat perempuan itu bangkit dari tidurnya.“Kenapa, Ry?” tanya Dypta melihat kerut di kening perempuan itu.“Dyp, aku harus jemput Tania ke sekolah. Ini sudah waktunya dia pulang.””Kamu tunggu aja di sini ya, biar aku yang jemput Tania.”“Tapi, Dyp-”Dypta menghampiri Audry dan ikut duduk di tepi ranjang. “Percayakan semua padaku. Kamu nggak usah mikir apa-apa. Sekarang kamu istirahat dan lanjutin tidurnya.”Audry memejamkan mata saat Dypta mengecup lembut puncak kepalanya. Begitu membukanya kemba
Dypta membuka pintu ruangan Jeff lalu masuk ke dalamnya. Pria itu menyunggingkan senyum lebar melihat keponakannya datang.“Duduk, Dyp.”Dypta menjatuhkan tubuhnya di kursi di hadapan Jeff. Suasana hati Jeff hari ini tampaknya sedang baik. Itu terlihat dari wajahnya yang cerah.“Aku nggak mengganggu kan, Om?” Itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Dypta setelah memindai setiap sudut ruangan tempatnya berada sekarang.“Sejak kapan kedatanganmu jadi mengganggu? Om malah senang. Tapi Om akan lebih senang lagi kalau kamu bekerja di sini.””Bisa, Om. Aku akan kerja dengan Om tapi bukan di sini.”Keheranan yang menyapanya membut Jeff membetulkan posisi duduknya. “Maksudmu apa?””Kalau Om izinkan aku ingin kerja jadi supir pribadi Tante Audry.”Jeff terheran-heran mendengar perkataan ponakannya. Kenapa harus jadi supir di saat dia bisa mendapat penawaran yang jauh lebih baik?“Aku cuma kasihan sama Tante Audry ke mana-mana sendiri. Apa Om nggak khawatir? Apalagi sekarang tingkat kriminal
Dalam hitungan menit Dypta tertidur di pangkuan Audry. Tampaknya pria itu benar-benar mengantuk. Bagaimana tidak. Dypta hanya tidur beberapa jam setelah pulang kerja pukul tiga malam. Lalu paginya harus bangun lagi.Audry memejamkan mata ketika tiba-tiba bayangan Jeff berkelabat yang membuatnya bergidik. Apa jadinya kalau Jeff tahu semua pengkhianatannya dengan Dypta?Audry menggelengkan kepala kuat-kuat. Menolak pemikirannya sendiri. Ini bukan pengkhianatan. Ia sama sekali tidak berkhianat dengan Dypta. Yang mereka lakukan adalah …Huffftt … Perempuan itu mengembuskan napas. Bahkan ia tidak tahu menamakan apa hubungannya dengan laki-laki itu.Ini bukan pengkhianatan atau perselingkuhan. Audry hanya sedang menikmati kebahagiaan yang tidak ia dapatkan dari suaminya. Kebahagiaan yang hanya ditemukannya pada diri Dypta.Tanpa terasa sudah hampir dua jam berlalu. Melihat muka Dypta yang tampak pulas dalam tidurnya membuat Audry tidak tega untuk membangunkan. Namun ia harus melakukannya.