“Ap-ap-apa, Dyp?” ucap Audry gelagapan. Pipinya yang sudah hangat semakin panas oleh terpaan napas Dypta yang mengenai wajahnya.“Aku bisa jadi devil kalau kamu mau. I can treat you better than he can,” bisik lelaki itu lembut sekaligus terdengar menggoda.Audry memejamkan mata. Pesona Dypta terlalu kuat untuk dilawan. Satu sisi hatinya ingin menolak, namun di sisi yang lain menginginkan laki-laki itu untuk menjamahnya.Dengan matanya yang terpejam Audry merasakan bibir dingin Dypta menempel di permukaan bibirnya. Memberikan sensasi hangat dan juga menenangkan.Audry ingin melawan dan melepaskan diri, nyatanya ia malah membalas kecupan Dypta. Untuk pertama kalinya Audry dengan sukarela membalas kecupan laki-laki lain selain Jeff dalam keadaan sadar.Dalam hitungan detik kecupan singkat itu menjadi ciuman yang dalam dan menuntut. Tapi lagi-lagi Audry menikmatinya—karena hanya itu opsi yang dimilikinya. Semakin Audry melawan pesona laki-laki yang kini melingkupinya, semakin ia terjerat
Dypta tidak tahu kejadian apa yang telah menimpa Audry. Namun, melihat Audry datang dengan keadaan yang berada di luar dugaannya pastilah hal itu sesuatu yang buruk. Jujur saja, ia merasa khawatir melihat keadaan perempuan itu.“Ry, masuk dulu yuk.” Dypta menuntun Audry masuk ke dalam apartemen.Audry ternyata belum selesai dengan tangisnya dan kembali memeluk Dypta ketika mereka duduk di sofa. Dypta tidak berkata apa-apa dan membiarkan perempuan itu menumpahkan perasaannya. Yang dilakukannya hanya mengusap-usap punggung Audry.Audry mengangkat kepalanya dari pundak Dypta setelah isaknya reda. Dari balik matanya yang basah Audry menangkap tatapan khawatir yang ditujukan padanya.“Kalau nangisnya sudah selesai, aku siap mendengarkan cerita kamu sekarang,” ucap Dypta lembut sambil menyapukan jarinya mengeringkan air mata Audry. “Sebentar ya.”Laki-laki itu lalu pergi meninggalkan Audry sendiri dan tak lama kemudian kembali muncul dengan membawa segelas air putih.“Diminum dulu, Ry,” sur
Lelaki dua puluh tujuh tahun itu turun dari ranjang pelan-pelan. Sebisa mungkin ia menjaga gerakannya agar tidak membangunkan perempuan tidak berdaya yang saat ini tertidur dengan lelap. Perempuan itu adalah Audry.Namun suara dering telepon yang terdengar nyaring di dalam keheningan membuat Audry terjaga. ”Maaf, suara hpku bikin kamu kebangun.”Audry melengkungkan bibir dan menatap Dypta dengan tatapan sendu. “Nggak apa-apa, udah saatnya aku bangun.”Ketika ia ingat sesuatu dengan gerakan cepat perempuan itu bangkit dari tidurnya.“Kenapa, Ry?” tanya Dypta melihat kerut di kening perempuan itu.“Dyp, aku harus jemput Tania ke sekolah. Ini sudah waktunya dia pulang.””Kamu tunggu aja di sini ya, biar aku yang jemput Tania.”“Tapi, Dyp-”Dypta menghampiri Audry dan ikut duduk di tepi ranjang. “Percayakan semua padaku. Kamu nggak usah mikir apa-apa. Sekarang kamu istirahat dan lanjutin tidurnya.”Audry memejamkan mata saat Dypta mengecup lembut puncak kepalanya. Begitu membukanya kemba
Dypta membuka pintu ruangan Jeff lalu masuk ke dalamnya. Pria itu menyunggingkan senyum lebar melihat keponakannya datang.“Duduk, Dyp.”Dypta menjatuhkan tubuhnya di kursi di hadapan Jeff. Suasana hati Jeff hari ini tampaknya sedang baik. Itu terlihat dari wajahnya yang cerah.“Aku nggak mengganggu kan, Om?” Itu kalimat pertama yang keluar dari mulut Dypta setelah memindai setiap sudut ruangan tempatnya berada sekarang.“Sejak kapan kedatanganmu jadi mengganggu? Om malah senang. Tapi Om akan lebih senang lagi kalau kamu bekerja di sini.””Bisa, Om. Aku akan kerja dengan Om tapi bukan di sini.”Keheranan yang menyapanya membut Jeff membetulkan posisi duduknya. “Maksudmu apa?””Kalau Om izinkan aku ingin kerja jadi supir pribadi Tante Audry.”Jeff terheran-heran mendengar perkataan ponakannya. Kenapa harus jadi supir di saat dia bisa mendapat penawaran yang jauh lebih baik?“Aku cuma kasihan sama Tante Audry ke mana-mana sendiri. Apa Om nggak khawatir? Apalagi sekarang tingkat kriminal
Dalam hitungan menit Dypta tertidur di pangkuan Audry. Tampaknya pria itu benar-benar mengantuk. Bagaimana tidak. Dypta hanya tidur beberapa jam setelah pulang kerja pukul tiga malam. Lalu paginya harus bangun lagi.Audry memejamkan mata ketika tiba-tiba bayangan Jeff berkelabat yang membuatnya bergidik. Apa jadinya kalau Jeff tahu semua pengkhianatannya dengan Dypta?Audry menggelengkan kepala kuat-kuat. Menolak pemikirannya sendiri. Ini bukan pengkhianatan. Ia sama sekali tidak berkhianat dengan Dypta. Yang mereka lakukan adalah …Huffftt … Perempuan itu mengembuskan napas. Bahkan ia tidak tahu menamakan apa hubungannya dengan laki-laki itu.Ini bukan pengkhianatan atau perselingkuhan. Audry hanya sedang menikmati kebahagiaan yang tidak ia dapatkan dari suaminya. Kebahagiaan yang hanya ditemukannya pada diri Dypta.Tanpa terasa sudah hampir dua jam berlalu. Melihat muka Dypta yang tampak pulas dalam tidurnya membuat Audry tidak tega untuk membangunkan. Namun ia harus melakukannya.
Sudah sejak tadi Inggrid berada di toilet dan terpaku menyaksikan pemandangan di hadapannya. Ia sangat terkejut dan tidak mengira akan menyaksikan dengan matanya sendiri pemandangan yang sama sekali tidak pernah melintas dalam pikirannya.Tadi, Inggrid sengaja mendatangi toilet untuk mengantar ponsel Audry yang berbunyi. Jeff menelepon dan tampaknya tidak akan berhenti sebelum seseorang menjawab panggilan darinya.”Sorry, Ry, gue nggak sengaja. Tadi handphone lo bunyi, dari Jeff.” Inggrid memberikan ponsel Audry.Perempuan itu menerimanya dengan tangan kaku. “Thanks, Rid.”Inggrid tersenyum kecut dan segera keluar dari toilet meninggalkan keduanya.Tanpa berkata apa-apa pada Dypta, Audry juga keluar dari toilet dan bergegas menyusul Inggrid setelah menerima telepon dari Jeff. Inggrid sudah duduk di tempatnya tadi ketika Audry bertemu dengannya. Perempuan itu bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Dia tidak membahasnya dan hanya tersenyum sekilas saat melihat Audry muncul.“Rid,” pang
Perempuan itu masih memeluk Dypta, bahkan dekapannya terasa semakin erat. Sedangkan Dypta masih berdiri membelakangi perempuan itu.“Dypta …,” panggil perempuan itu dengan suara yang terdengar bagai desahan.Pelan-pelan Dypta memutar tubuhnya sambil menepis tangan perempuan itu. Benar dugaannya. Ternyata dia yang datang. Inggrid.“Ngapain kamu, Rid?” Nada tidak suka tertangkap dengan jelas dalam suara Dypta.”Kamu kok ngomongnya gitu sama aku?” Inggrid memberengut.“Aku tanya, kamu sedang apa di sini?” ulang Dypta dengan lebih formal.“Aku lagi kangen kamu aja, makanya datang ke sini.” Inggrid mencoba memeluk Dypta sekali lagi. Namun sebelum itu terjadi Dypta dengan cepat menahan tangan perempuan itu hingga menggantung di udara.“Pulang, Rid, aku lagi sibuk,” usir laki-laki itu terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya.Inggrid menatap laki-laki di hadapannya dengan tatapan sedih. Namun sepertinya laki-laki itu tidak menangkap kesedihan di wajahnya karena memalingkan muka ke arah l
Pukul satu malam Dypta sampai di apartemennya. Kali ini ia sengaja pulang lebih awal dari biasanya. Bukan apa-apa, setelah kedatangan Inggrid tadi otomatis membuat dirinya terguncang. Iya, terguncang. Kejadian itu sudah berlalu sekian tahun dan sudah ia kubur dalam-dalam karena hanya menyisakan rasa sakit. Tapi siapa sangka ada yang ingin menggali lagi kuburan lukanya.Ditinggal saat sedang sayang-sayangnya merupakan definisi dari seorang Dypta kala itu. Ia memang hancur, tapi untung saja tidak sampai terpuruk. Hanya saja pandangannya pada cinta jadi berubah drastis. Membuatnya memutuskan untuk tidak akan lagi mempercayai satu hal itu di dalam hidupnya.Dan Dypta juga sudah bertekad dan membuat perjanjian abadi dengan dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah menyisakan sekeping pun hatinya untuk perempuan bernama Inggrid Nefertary. Kalau pun suatu saat harus mencinta, bukan Inggrid orangnya yang akan ia cintai.Setelah mengganti pakaian dengan baju harian, Dypta menjatuhkan dirinya