Pukul satu malam Dypta sampai di apartemennya. Kali ini ia sengaja pulang lebih awal dari biasanya. Bukan apa-apa, setelah kedatangan Inggrid tadi otomatis membuat dirinya terguncang. Iya, terguncang. Kejadian itu sudah berlalu sekian tahun dan sudah ia kubur dalam-dalam karena hanya menyisakan rasa sakit. Tapi siapa sangka ada yang ingin menggali lagi kuburan lukanya.Ditinggal saat sedang sayang-sayangnya merupakan definisi dari seorang Dypta kala itu. Ia memang hancur, tapi untung saja tidak sampai terpuruk. Hanya saja pandangannya pada cinta jadi berubah drastis. Membuatnya memutuskan untuk tidak akan lagi mempercayai satu hal itu di dalam hidupnya.Dan Dypta juga sudah bertekad dan membuat perjanjian abadi dengan dirinya sendiri bahwa ia tidak akan pernah menyisakan sekeping pun hatinya untuk perempuan bernama Inggrid Nefertary. Kalau pun suatu saat harus mencinta, bukan Inggrid orangnya yang akan ia cintai.Setelah mengganti pakaian dengan baju harian, Dypta menjatuhkan dirinya
Pagi itu berlangsung seperti biasa.Jeff dengan sikap kaku dan dinginnya. Laki-laki itu tidak peduli apa yang telah dilakukan pada sang istri kemarin malam. Jeff tidak akan mengerti bagaimana menderitanya perempuan itu.Audry sedang melayani Jeff di meja makan ketika terdengar seruan Tania.“Mommy, Om Dypta sudah datang!”Perkataan Tania membuat darah Audry berdesir. Ekspresinya yang tegang sejak tadi berganti rileks mendengar nama laki-laki itu digaungkan. Sebelum Jeff menyadari perubahan wajahnya Audry kembali bersikap biasa.“Pi, boleh aku ajak Dypta sarapan bersama kita?” tanyanya hati-hati.Anggukan dari Jeff membuat Audry melangkahkan kaki ke ruang depan.Di sana ia menemukan Dypta sedang duduk sendiri. Pria itu tidak menyadari kehadiran Audry. Mungkin karena terlalu larut dalam lamunan.“Dyp …”Laki-laki itu refleks memandang pada Audry ketika mendengar suara perempuan itu dan tersenyum hangat. “Good morning, Angel,” sapanya lembut.Audry membalas sapaan Dypta dengan senyum mal
Audry mengerang pelan ketika Dypta membelai rongga mulutnya. Ini jelas bukan yang pertama. Akan tetapi sensasinya seperti first kiss.Audry ingat, dulu first kiss-nya direnggut paksa oleh Jeff dengan cara yang tidak menyenangkan. Membuatnya dihantui penyesalan tidak berujung. Bahkan laki-laki itu kerap membuat bibirnya bengkak. Sariawan pun sudah menjadi penyakit langganannya.Dypta melepaskan pagutan bibir hanya untuk mengetahui ekspresi perempuan yang terpenjara di bawah tubuhnya. Dan ketika mendapati tatapan penuh protes, laki-laki itu sontak tertawa.”Lagi, Dyp …” Suara Audry terdengar bagaikan seorang anak kecil yang merengek agar dibelikan mainan.”Lagi apa?” tatap Dypta mesra dengan suara yang lembut.“Kiss.”Mengemas tawanya, Dypta kembali menyatukan bibir mereka. Awalnya hanya di permukaan. Audry jadi tahu jika Dypta sangat suka menggigit bibir bawahnya, melepaskan, menggigitnya lagi, begitu berulang kali.Kecupan di permukaan bibir itu lamat-lamat menjadi lumatan penuh gaira
Audry tampak gugup. Terlebih ketika menyadari keadaannya yang berantakan setelah bercinta tadi.Rambut kusut, tidak mengenakan pakaian dalam serta kekalutan yang mungkin terlihat jelas di wajahnya.Audry berpikir cepat. Alasan apa yang harus ia sampaikan?“Rid, lo kok bisa di sini?” tanya Audry pada Inggrid, si tamu tak diundang. Sama seperti Audry, perempuan itu juga terkejut mengetahui sahabatnya ada di apartemen mantan kekasihnya.“Gue nggak sengaja lewat sini jadi sekalian mampir,” jawab Inggrid.Alasan Inggrid membuat Audry mengerutkan keningnya. Inggrid terkesan sudah mengenal dan akrab dengan Dypta sejak lama. “Mampir?” “Sorry, maksud gue, tadi ke sekolah Tania mau ketemu sama lo, tapi dia bilang mungkin lo lagi sama Dypta jadinya gue ke sini.”Perkataan sahabatnya membuat Audry bertambah bingung. Alasan yang terkesan mengada-ngada.“Kenapa nggak telfon gue aja, Rid, kalo mau ketemu? Terus lo tahu Dypta tinggal di sini dari mana?”Inggrid menggaruk leher belakang. Ia mulai keb
Dypta dan Audry keluar dari kamar menuju ruang depan. Di sana Inggrid sudah menunggu sejak tadi. Perempuan itu membetulkan posisi duduknya begitu melihat keduanya muncul.Inggrid tersenyum pada Dypta, namun tidak mendapat sambutan yang hangat dari laki-laki itu. Dypta diam saja dengan mulut terkatup rapat.“Rid, nih Dypta,” ucap Audry setelah duduk di sebelah laki-laki itu. Sedangkan Inggrid duduk sendiri di hadapan keduanya.“Hei, Dyp,” sapa Inggrid dan tersenyum sekali lagi.“Hei,” balas Dypta sekenanya.“Tadi aku dan Audry udah ngobrol sedikit, jadi aku juga pengen ikutan. Hitung-hitung invest, apalagi zaman sekarang tuh susah kalo nggak punya usaha sampingan.” Inggrid mulai mengoceh mengeluarkan isi kepalanya. “Boleh kan, Dyp?”“Boleh-boleh aja sih, tapi yakin kamu bakal punya waktu? Bukannya kamu sibuk ya?”“Nggak sibuk-sibuk banget sih. Soal waktu bisa diatur kok. Aku janji akan bertanggung jawab dan nggak akan setengah-setengah,” ujar Inggrid meyakinkan.Dan setelah ocehan panj
Inggrid menatap Dypta dengan tatapan mendamba. Laki-laki itu membuat kekecewaannya semakin dalam. Inggrid tahu apa pun yang keluar dari mulut Dypta adalah efek dari rasa sakit hatinya karena ditinggalkan dulu.Inggrid lalu berdiri dari tempat duduknya dan beralih ke samping Dypta.Dypta menggeser tubuh, menjaga jarak dari Inggrid yang semakin memepet.”Dyp, aku memang salah, aku minta maaf atas kesalahanku itu. Aku mohon, Dyp, kasih kesempatan satu kali lagi. Aku nggak akan menyia-nyiakannya.” Mata Inggrid sudah menganak sungai saat menuturkannya, namun tidak senoktah pun berhasil membuat pertahanan Dypta runtuh.“I’m so sorry. No more chance, Inggrid. Kamu punya banyak kesempatan dan nggak hanya ada satu, tapi bukan dengan aku. Lagian kenapa nggak tunggu aja si … siapa tadi? Rama ya? Eh, Brama? Kenapa nggak tunggu dia keluar dari penjara dan lanjutin lagi pernikahan kalian yang tertunda?”“Dyp, sekalipun dia keluar dari penjara aku nggak mungkin mau sama dia lagi.””Oh ya? Kenapa? Ka
Dypta melepaskan pagutan bibirnya dari Audry ketika pasokan oksigen di sekitar mereka terasa berkurang. Napas keduanya terdengar memburu, berkejaran satu sama lain.Dengan kekhawatiran yang kuat melandanya, Audry menyapukan mata ke setiap sudut penjuru ruangan.Tempat mereka berada sekarang adalah ruangan Audry. Dypta sengaja merancang ruangan itu di sudut dan sedikit tersembunyi.“Nggak ada CCTV di sini, Ry.”Bisikan Dypta membuat Audry kembali mengarahkan mata pada laki-laki itu. Dypta seakan tahu apa yang saat ini menggayuti benak Audry.Seketika Audry mengembuskan napas lega meski belum sepenuhnya. “Kamu yakin?”“Yakin dong, kan aku yang mendesain ruangan ini. Aku yang mengatur semuanya.”Kali ini Audry benar-benar merasa lega. ”Kenapa nggak dikasih CCTV?”“Apa aku harus menjawab pertanyaan itu?”Senyum Dypta dan tatapan mesra laki-laki itu sudah cukup memberi jawaban. Audry rasa ia tidak perlu bertanya lagi.Dypta memang cerdik dan mengantisipasi semuanya dari awal. Ia sengaja me
”Dyp, sini dulu!”Dypta menghentikan langkah dan menoleh pada sosok yang memanggilnya. “Tania main dulu ya, Om mau bicara sama Papi,” ujar laki-laki itu melepaskan Tania dari gandengan tangannya.Tania lalu berlari menjauh, sedangkan Dypta berjalan mendekati Jeff.“Iya, Om, ada apa?”“Duduk, Dyp.” Jeff menunjuk kursi di hadapannya.Pikiran buruk mulai menghantui Dypta melihat raut serius yang ditunjukkan Jeff. Apa ini tentang Audry?“Kamu tuh keren tahu nggak?”Pikiran buruk tadi seketika berubah melihat senyum di bibir Jeff.“Keren gimana, Om?” ”Gimana nggak keren, kamu nyiapin semua ini hanya dalam tempo dua minggu di saat orang lain belum tentu bisa menyelesaikannya di waktu yang sama.””Oh, soal itu. Asal ada uang semuanya pasti beres,” jawab Dypta merendah.”Kamu paling bisa kalau merendah. Asal kamu tahu, Dyp, kamu lebih cocok jadi pengusaha. Udahlah, nggak usah mikir passion, passion-an.”Dypta hanya tersenyum kecil. Orang tuanya adalah pengusaha. Begitu pun dengan dua saudar