Dypta dan Audry keluar dari kamar menuju ruang depan. Di sana Inggrid sudah menunggu sejak tadi. Perempuan itu membetulkan posisi duduknya begitu melihat keduanya muncul.Inggrid tersenyum pada Dypta, namun tidak mendapat sambutan yang hangat dari laki-laki itu. Dypta diam saja dengan mulut terkatup rapat.“Rid, nih Dypta,” ucap Audry setelah duduk di sebelah laki-laki itu. Sedangkan Inggrid duduk sendiri di hadapan keduanya.“Hei, Dyp,” sapa Inggrid dan tersenyum sekali lagi.“Hei,” balas Dypta sekenanya.“Tadi aku dan Audry udah ngobrol sedikit, jadi aku juga pengen ikutan. Hitung-hitung invest, apalagi zaman sekarang tuh susah kalo nggak punya usaha sampingan.” Inggrid mulai mengoceh mengeluarkan isi kepalanya. “Boleh kan, Dyp?”“Boleh-boleh aja sih, tapi yakin kamu bakal punya waktu? Bukannya kamu sibuk ya?”“Nggak sibuk-sibuk banget sih. Soal waktu bisa diatur kok. Aku janji akan bertanggung jawab dan nggak akan setengah-setengah,” ujar Inggrid meyakinkan.Dan setelah ocehan panj
Inggrid menatap Dypta dengan tatapan mendamba. Laki-laki itu membuat kekecewaannya semakin dalam. Inggrid tahu apa pun yang keluar dari mulut Dypta adalah efek dari rasa sakit hatinya karena ditinggalkan dulu.Inggrid lalu berdiri dari tempat duduknya dan beralih ke samping Dypta.Dypta menggeser tubuh, menjaga jarak dari Inggrid yang semakin memepet.”Dyp, aku memang salah, aku minta maaf atas kesalahanku itu. Aku mohon, Dyp, kasih kesempatan satu kali lagi. Aku nggak akan menyia-nyiakannya.” Mata Inggrid sudah menganak sungai saat menuturkannya, namun tidak senoktah pun berhasil membuat pertahanan Dypta runtuh.“I’m so sorry. No more chance, Inggrid. Kamu punya banyak kesempatan dan nggak hanya ada satu, tapi bukan dengan aku. Lagian kenapa nggak tunggu aja si … siapa tadi? Rama ya? Eh, Brama? Kenapa nggak tunggu dia keluar dari penjara dan lanjutin lagi pernikahan kalian yang tertunda?”“Dyp, sekalipun dia keluar dari penjara aku nggak mungkin mau sama dia lagi.””Oh ya? Kenapa? Ka
Dypta melepaskan pagutan bibirnya dari Audry ketika pasokan oksigen di sekitar mereka terasa berkurang. Napas keduanya terdengar memburu, berkejaran satu sama lain.Dengan kekhawatiran yang kuat melandanya, Audry menyapukan mata ke setiap sudut penjuru ruangan.Tempat mereka berada sekarang adalah ruangan Audry. Dypta sengaja merancang ruangan itu di sudut dan sedikit tersembunyi.“Nggak ada CCTV di sini, Ry.”Bisikan Dypta membuat Audry kembali mengarahkan mata pada laki-laki itu. Dypta seakan tahu apa yang saat ini menggayuti benak Audry.Seketika Audry mengembuskan napas lega meski belum sepenuhnya. “Kamu yakin?”“Yakin dong, kan aku yang mendesain ruangan ini. Aku yang mengatur semuanya.”Kali ini Audry benar-benar merasa lega. ”Kenapa nggak dikasih CCTV?”“Apa aku harus menjawab pertanyaan itu?”Senyum Dypta dan tatapan mesra laki-laki itu sudah cukup memberi jawaban. Audry rasa ia tidak perlu bertanya lagi.Dypta memang cerdik dan mengantisipasi semuanya dari awal. Ia sengaja me
”Dyp, sini dulu!”Dypta menghentikan langkah dan menoleh pada sosok yang memanggilnya. “Tania main dulu ya, Om mau bicara sama Papi,” ujar laki-laki itu melepaskan Tania dari gandengan tangannya.Tania lalu berlari menjauh, sedangkan Dypta berjalan mendekati Jeff.“Iya, Om, ada apa?”“Duduk, Dyp.” Jeff menunjuk kursi di hadapannya.Pikiran buruk mulai menghantui Dypta melihat raut serius yang ditunjukkan Jeff. Apa ini tentang Audry?“Kamu tuh keren tahu nggak?”Pikiran buruk tadi seketika berubah melihat senyum di bibir Jeff.“Keren gimana, Om?” ”Gimana nggak keren, kamu nyiapin semua ini hanya dalam tempo dua minggu di saat orang lain belum tentu bisa menyelesaikannya di waktu yang sama.””Oh, soal itu. Asal ada uang semuanya pasti beres,” jawab Dypta merendah.”Kamu paling bisa kalau merendah. Asal kamu tahu, Dyp, kamu lebih cocok jadi pengusaha. Udahlah, nggak usah mikir passion, passion-an.”Dypta hanya tersenyum kecil. Orang tuanya adalah pengusaha. Begitu pun dengan dua saudar
“Pi, tapi aku-”“Ayolah, Audry, jangan menolakku, jangan membuatku marah malam ini. Lagi pula aku akan lama di London, aku pasti akan merindukanmu.” Jeff memotong perkataan Audry sebelum perempuan itu berhasil menuntaskan ucapannya.Ya Tuhan ….Audry menghela napas panjang. Audry sungguh tidak ingin melakukannya. Ia tidak rela berbagi tubuhnya dengan Jeff setelah Dypta menyentuhnya. Tapi tidak mungkin ia menolak suaminya sendiri kan? Yang ada Jeff bakalan curiga lantaran penolakannya.Jeff menarik handuk yang membungkus badan Audry hingga terlepas dan menumpuk di kaki perempuan itu.Audry memekik yang membuat Jeff melotot padanya.“Kenapa berteriak? Apa kamu ingin seluruh penghuni rumah ini tahu apa yang kita lakukan?”Audry lalu menutup mulutnya dengan telapak tangan dan kembali mengingatkan dirinya sendiri bahwa Jeff adalah suaminya, bukan orang lain.Jeff menarik Audry ke ranjang, tapi Audry bertahan di tempatnya. Ia ingin seseorang memaku kakinya saja agar tidak bisa ke mana-mana.
Dypta yang tadi hampir memejamkan mata membuka dengan lebih lebar. Laki-laki itu menatap perempuan yang sedang memangkunya dengan penuh tanda tanya.“Ry, kamu kenapa?”Audry tidak menjawab. Ia masih terus menutup mulutnya dengan telapak tangan. Audry tidak tahu kenapa dirinya menjadi mual dan ingin muntah begini. Semua datang secara mendadak dan tiba-tiba.Karena Audry masih mengunci mulut, Dypta beranjak dari pangkuan perempuan itu lalu duduk di sebelahnya dan memperhatikannya baik-baik. Muka Audry terlihat sedikit pucat, berbeda dari biasanya.“Huek … huek …” Audry segera berlari ke kamar mandi ketika tidak sanggup lagi menahan dorongan rasa ingin muntah dari perutnya. Baru saja dibukanya pintu kamar mandi Audry langsung menyemburkan muntahan dari mulutnya yang sebagian besar adalah cairan.Dypta menyusul ke kamar mandi dan berdiri di belakang Audry sambil memijit tengkuk perempuan itu serta mengusap-usap punggungnya.Audry terkulai lemas setelah tidak ada lagi yang bisa dikeluark
Audry sedang mematut dirinya di cermin setelah menyapukan pulasan terakhir pemulas bibir berwarna merah menyala. Sementara tubuh mungilnya terbungkus tube dress berwarna hitam yang membuatnya terlihat seksi. Lipstick merah serta gaun hitam adalah paduan yang sangat pas untuk dikenakan di malam hari terutama untuk acara yang sangat intim karena memberi kesan sensual.Audry berkaca sekali lagi memastikan penampilannya sudah oke. Sebenarnya ia kurang percaya diri dengan gaun yang mengekspos dengan jelas area dada dan lehernya. Belum lagi warna lipstick yang bukan Audry banget. Tapi apa sih yang enggak buat Dypta?Malam ini Audry akan merayakan ulang tahunnya bersama Dypta. Bukan perayaan besar-besaran, hanya sekadar mengingat dan menandai bahwa hari ini adalah momen yang sangat berarti baginya.Bukan Audry yang meminta tapi Dypta yang menginginkannya. “Belum tahu tahun depan aku masih di sini, Ry.” Itu kata Dypta tadi.Audry mendadak tegang. “Memang kamu mau ke mana, Dyp?” tanyanya cema
Dypta merangkul punggung Audry keluar dari ruangannya dan membawa ke restoran yang berada di area lain tempat itu.Dypta memilih bagian luar restoran yang langsung beratapkan langit dengan penuh taburan bintang.Malam itu telah tersedia hidangan ala Perancis seperti beef bourguignon, yaitu sup daging sapi yang dimasak menggunakan anggur merah. Ada juga classic wedge salad serta creme bulee sebagai hidangan penutup. Beberapa lilin dinyalakan membuat termaram suasana yang menjadikan kesan candle light dinner malam itu terasa begitu romantis.Dypta menarik kursi dengan pelan kemudian meminta Audry duduk di sana. Sikapnya yang manis lagi-lagi membuat Audry membandingkannya dengan Jeff. Waiter datang dan menuangkan wine untuk mereka kemudian berlalu pergi setelah menanyakan pada Dypta apa ada lagi yang mereka butuhkan. Dypta menjawab dengan memberikan bisikan pelan yang Audry tidak bisa mendengarnya.“Tadi kamu bilang apa sama dia, Dyp?” tanya Audry setelah pelayan itu pergi.“Mau tahu ap