”Dyp, sini dulu!”Dypta menghentikan langkah dan menoleh pada sosok yang memanggilnya. “Tania main dulu ya, Om mau bicara sama Papi,” ujar laki-laki itu melepaskan Tania dari gandengan tangannya.Tania lalu berlari menjauh, sedangkan Dypta berjalan mendekati Jeff.“Iya, Om, ada apa?”“Duduk, Dyp.” Jeff menunjuk kursi di hadapannya.Pikiran buruk mulai menghantui Dypta melihat raut serius yang ditunjukkan Jeff. Apa ini tentang Audry?“Kamu tuh keren tahu nggak?”Pikiran buruk tadi seketika berubah melihat senyum di bibir Jeff.“Keren gimana, Om?” ”Gimana nggak keren, kamu nyiapin semua ini hanya dalam tempo dua minggu di saat orang lain belum tentu bisa menyelesaikannya di waktu yang sama.””Oh, soal itu. Asal ada uang semuanya pasti beres,” jawab Dypta merendah.”Kamu paling bisa kalau merendah. Asal kamu tahu, Dyp, kamu lebih cocok jadi pengusaha. Udahlah, nggak usah mikir passion, passion-an.”Dypta hanya tersenyum kecil. Orang tuanya adalah pengusaha. Begitu pun dengan dua saudar
“Pi, tapi aku-”“Ayolah, Audry, jangan menolakku, jangan membuatku marah malam ini. Lagi pula aku akan lama di London, aku pasti akan merindukanmu.” Jeff memotong perkataan Audry sebelum perempuan itu berhasil menuntaskan ucapannya.Ya Tuhan ….Audry menghela napas panjang. Audry sungguh tidak ingin melakukannya. Ia tidak rela berbagi tubuhnya dengan Jeff setelah Dypta menyentuhnya. Tapi tidak mungkin ia menolak suaminya sendiri kan? Yang ada Jeff bakalan curiga lantaran penolakannya.Jeff menarik handuk yang membungkus badan Audry hingga terlepas dan menumpuk di kaki perempuan itu.Audry memekik yang membuat Jeff melotot padanya.“Kenapa berteriak? Apa kamu ingin seluruh penghuni rumah ini tahu apa yang kita lakukan?”Audry lalu menutup mulutnya dengan telapak tangan dan kembali mengingatkan dirinya sendiri bahwa Jeff adalah suaminya, bukan orang lain.Jeff menarik Audry ke ranjang, tapi Audry bertahan di tempatnya. Ia ingin seseorang memaku kakinya saja agar tidak bisa ke mana-mana.
Dypta yang tadi hampir memejamkan mata membuka dengan lebih lebar. Laki-laki itu menatap perempuan yang sedang memangkunya dengan penuh tanda tanya.“Ry, kamu kenapa?”Audry tidak menjawab. Ia masih terus menutup mulutnya dengan telapak tangan. Audry tidak tahu kenapa dirinya menjadi mual dan ingin muntah begini. Semua datang secara mendadak dan tiba-tiba.Karena Audry masih mengunci mulut, Dypta beranjak dari pangkuan perempuan itu lalu duduk di sebelahnya dan memperhatikannya baik-baik. Muka Audry terlihat sedikit pucat, berbeda dari biasanya.“Huek … huek …” Audry segera berlari ke kamar mandi ketika tidak sanggup lagi menahan dorongan rasa ingin muntah dari perutnya. Baru saja dibukanya pintu kamar mandi Audry langsung menyemburkan muntahan dari mulutnya yang sebagian besar adalah cairan.Dypta menyusul ke kamar mandi dan berdiri di belakang Audry sambil memijit tengkuk perempuan itu serta mengusap-usap punggungnya.Audry terkulai lemas setelah tidak ada lagi yang bisa dikeluark
Audry sedang mematut dirinya di cermin setelah menyapukan pulasan terakhir pemulas bibir berwarna merah menyala. Sementara tubuh mungilnya terbungkus tube dress berwarna hitam yang membuatnya terlihat seksi. Lipstick merah serta gaun hitam adalah paduan yang sangat pas untuk dikenakan di malam hari terutama untuk acara yang sangat intim karena memberi kesan sensual.Audry berkaca sekali lagi memastikan penampilannya sudah oke. Sebenarnya ia kurang percaya diri dengan gaun yang mengekspos dengan jelas area dada dan lehernya. Belum lagi warna lipstick yang bukan Audry banget. Tapi apa sih yang enggak buat Dypta?Malam ini Audry akan merayakan ulang tahunnya bersama Dypta. Bukan perayaan besar-besaran, hanya sekadar mengingat dan menandai bahwa hari ini adalah momen yang sangat berarti baginya.Bukan Audry yang meminta tapi Dypta yang menginginkannya. “Belum tahu tahun depan aku masih di sini, Ry.” Itu kata Dypta tadi.Audry mendadak tegang. “Memang kamu mau ke mana, Dyp?” tanyanya cema
Dypta merangkul punggung Audry keluar dari ruangannya dan membawa ke restoran yang berada di area lain tempat itu.Dypta memilih bagian luar restoran yang langsung beratapkan langit dengan penuh taburan bintang.Malam itu telah tersedia hidangan ala Perancis seperti beef bourguignon, yaitu sup daging sapi yang dimasak menggunakan anggur merah. Ada juga classic wedge salad serta creme bulee sebagai hidangan penutup. Beberapa lilin dinyalakan membuat termaram suasana yang menjadikan kesan candle light dinner malam itu terasa begitu romantis.Dypta menarik kursi dengan pelan kemudian meminta Audry duduk di sana. Sikapnya yang manis lagi-lagi membuat Audry membandingkannya dengan Jeff. Waiter datang dan menuangkan wine untuk mereka kemudian berlalu pergi setelah menanyakan pada Dypta apa ada lagi yang mereka butuhkan. Dypta menjawab dengan memberikan bisikan pelan yang Audry tidak bisa mendengarnya.“Tadi kamu bilang apa sama dia, Dyp?” tanya Audry setelah pelayan itu pergi.“Mau tahu ap
Kalau saja bukan karena alarm yang menjerit-jerit memekakkan telinga mungkin hingga saat ini Audry masih meringkuk malas di bawah selimut.Audry membuka mata dan terkesiap saat mengetahui waktu saat ini. Sudah saatnya ia bangun. Ia harus mengurus Tania dan menyiapkan segala kebutuhannya sebelum berangkat ke sekolah.Audry membuka lagi matanya yang masih begitu berat dengan selebar mungkin. Bibirnya menyunggingkan senyum kala menyadari tempatnya berada sekarang. Di mana lagi kalau bukan di apartemen Dypta.Dypta masih tertidur di sebelahnya dengan tangan yang melingkari Audry begitu erat.Audry masih ingin melanjutkan tidurnya dalam dekapan hangat laki-laki itu. Namun ia harus meninggalkan kenyamanannya karena harus mengurus Tania. Ia wajib pulang pagi ini.Dengan gerakan seperlahan mungkin Audry bergerak menuruni ranjang. Muka tenang Dypta yang pulas dalam tidurnya membuat Audry jadi tidak tega kalau sampai laki-laki itu jadi terusik dan membuatnya terbangun.Baru saja Audry menjejakk
Audry duduk di sebelah Inggrid sambil mengemut permen dengan santai. Sedangkan sang sahabat menyetir dengan gelisah. Sesekali Inggrid terlihat merenggangkan seat belt-nya. Lalu di saat yang lain perempuan itu akan memajukan tubuh atau memundurkan duduk.Audry yang awalnya acuh tak acuh tak pelak menoleh ke sebelahnya. “Lo kenapa, Rid? Dari tadi gue lihat kek cacing kepanasan.”Inggrid balas memandang Audry dan menyunggingkan senyumnya. “Nggak apa-apa.””Kalo nggak apa-apa terus kenapa lo duduknya gelisah kayak gitu?” “Pantat gue gatal makanya jadi nggak nyaman.”“Hoo, lo bisulan?”“Bukan ah!” Inggrid mendelik membantahnya.Lalu Audry pun tertawa dan tidak lagi membahasnya.Mereka tiba di rumah sakit beberapa saat kemudian dan ikut menunggu bersama antrian pasien lainnya hingga nama Audry dipanggil.Inggrid mengekor di belakang Audry masuk ke ruangan dokter.Dokter yang ramah itu menyapa Audry dan menanyakan apa saja keluhannya.”Ibu Audry Zhelby?’” Dokter mengeja nama Audry setelah
“Ry, Audry!” Inggrid menggoyang-goyang tangan Audry yang termenung sejak tadi.Audry tersentak lalu mengerjap. Sial, sial, sial. Entah kenapa pikirannya tidak bisa jauh-jauh dari Dypta.“Lo kenapa sih, Ry? Dari tadi kayak orang bengong mulu. Bukannya happy malah kayak orang kesambet.”Audry mengusap mukanya sambil mengembalikan diri pada situasi saat ini.“Gue happy kok.” Dipaksakannya segaris senyum untuk menguatkan pernyataannya. Agar Inggrid benar-benar percaya.Lalu keduanya masuk ke mobil, menempati posisi mereka tadi. Inggrid menyetir, sedangkan Audry duduk di sebelahnya.“Lo nggak mau kasih tahu Jeff?” tanya Inggrid melihat reaksi Audry yang biasa-biasa saja. Sama sekali tidak nampak antusias layaknya perempuan lain yang akan excited mengetahui diri mereka hamil.“Jeff lagi di London,” jawab Audry pelan, masih tidak semangat seperti tadi.Inggid sontak menoleh begitu mendengar jawaban Audry yang terdengar janggal. “Lo kan bisa telfon, chat atau apa kek.””Oh iya.” Audry masih t