Kalau saja bukan karena alarm yang menjerit-jerit memekakkan telinga mungkin hingga saat ini Audry masih meringkuk malas di bawah selimut.Audry membuka mata dan terkesiap saat mengetahui waktu saat ini. Sudah saatnya ia bangun. Ia harus mengurus Tania dan menyiapkan segala kebutuhannya sebelum berangkat ke sekolah.Audry membuka lagi matanya yang masih begitu berat dengan selebar mungkin. Bibirnya menyunggingkan senyum kala menyadari tempatnya berada sekarang. Di mana lagi kalau bukan di apartemen Dypta.Dypta masih tertidur di sebelahnya dengan tangan yang melingkari Audry begitu erat.Audry masih ingin melanjutkan tidurnya dalam dekapan hangat laki-laki itu. Namun ia harus meninggalkan kenyamanannya karena harus mengurus Tania. Ia wajib pulang pagi ini.Dengan gerakan seperlahan mungkin Audry bergerak menuruni ranjang. Muka tenang Dypta yang pulas dalam tidurnya membuat Audry jadi tidak tega kalau sampai laki-laki itu jadi terusik dan membuatnya terbangun.Baru saja Audry menjejakk
Audry duduk di sebelah Inggrid sambil mengemut permen dengan santai. Sedangkan sang sahabat menyetir dengan gelisah. Sesekali Inggrid terlihat merenggangkan seat belt-nya. Lalu di saat yang lain perempuan itu akan memajukan tubuh atau memundurkan duduk.Audry yang awalnya acuh tak acuh tak pelak menoleh ke sebelahnya. “Lo kenapa, Rid? Dari tadi gue lihat kek cacing kepanasan.”Inggrid balas memandang Audry dan menyunggingkan senyumnya. “Nggak apa-apa.””Kalo nggak apa-apa terus kenapa lo duduknya gelisah kayak gitu?” “Pantat gue gatal makanya jadi nggak nyaman.”“Hoo, lo bisulan?”“Bukan ah!” Inggrid mendelik membantahnya.Lalu Audry pun tertawa dan tidak lagi membahasnya.Mereka tiba di rumah sakit beberapa saat kemudian dan ikut menunggu bersama antrian pasien lainnya hingga nama Audry dipanggil.Inggrid mengekor di belakang Audry masuk ke ruangan dokter.Dokter yang ramah itu menyapa Audry dan menanyakan apa saja keluhannya.”Ibu Audry Zhelby?’” Dokter mengeja nama Audry setelah
“Ry, Audry!” Inggrid menggoyang-goyang tangan Audry yang termenung sejak tadi.Audry tersentak lalu mengerjap. Sial, sial, sial. Entah kenapa pikirannya tidak bisa jauh-jauh dari Dypta.“Lo kenapa sih, Ry? Dari tadi kayak orang bengong mulu. Bukannya happy malah kayak orang kesambet.”Audry mengusap mukanya sambil mengembalikan diri pada situasi saat ini.“Gue happy kok.” Dipaksakannya segaris senyum untuk menguatkan pernyataannya. Agar Inggrid benar-benar percaya.Lalu keduanya masuk ke mobil, menempati posisi mereka tadi. Inggrid menyetir, sedangkan Audry duduk di sebelahnya.“Lo nggak mau kasih tahu Jeff?” tanya Inggrid melihat reaksi Audry yang biasa-biasa saja. Sama sekali tidak nampak antusias layaknya perempuan lain yang akan excited mengetahui diri mereka hamil.“Jeff lagi di London,” jawab Audry pelan, masih tidak semangat seperti tadi.Inggid sontak menoleh begitu mendengar jawaban Audry yang terdengar janggal. “Lo kan bisa telfon, chat atau apa kek.””Oh iya.” Audry masih t
Dypta terperangah melihat apa yang dilakukan Audry padanya. Sekaligus terkejut melihat reaksi yang ditunjukkan perempuan itu. Artinya dia benar-benar marah kan?Dypta berlari keluar mengejar Audry sambil tak henti menyerukan namanya. Namun Audry tidak peduli dan bersikap seakan tidak mendengarnya.”Audry! Tunggu, Ry!!!”Terlambat. Audry sudah masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan deruan keras.Dengan kesal laki-laki itu menendang kaleng soft drink kosong yang berada di dekat kakinya hingga menggelinding bebas.Sambil membuang napas kasar, Dypta kembali masuk ke dalam. Ia berjanji setelah ini akan membuat perhitungan dengan Jay.***Audry menyetir dengan ugal-ugalan. Hal yang sangat jarang ia lakukan. Dan mungkin ini adalah pertama kali dilakukannya di dalam hidup.Tidak ada yang lebih menyakitkan selain menyaksikan dengan matanya sendiri perangai Dypta di belakangnya. Kalau saja bukan karena saran Inggrid, Audry tidak akan mendatangi tempat ini. Dan mungkin ia akan masih memercayai
"Jadi selama ini kamu cuma mau main-main denganku, Dyp?”Dypta langsung terdiam kala menyadari bahwa Audry sudah salah mengartikan hubungan mereka selama ini. Tapi sungguh, sama sekali di hatinya sedikit pun tidak bermaksud untuk mempermainkan Audry.Dypta mengasihani Audry dan tidak tega melihat perempuan itu terus tersiksa di bawah kungkungan suaminya. Namun apa yang bisa dilakukannya? Tidak ada, selain membawa perempuan itu ke dalam kebahagiaan sesaat yang mendistraksinya keluar dari kehidupan nyata.Sorot tajam Audry tidak sedetik pun beranjak dari wajah Dypta. Audry tidak akan membiarkan laki-laki itu lepas begitu saja tanpa menjawab pertanyaannya dan mengklarifikasi jenis hubungan yang mereka jalani selama ini.“Jawab aku, Dyp! Jadi untuk apa kita melakukannya selama ini? Apa bukan karena cinta?””What? Cinta?” Dypta menggelengkan kepalanya. “Aku tahu kata-kataku akan bikin kamu jadi sakit, tapi aku nggak pernah percaya pada cinta. I’ve told you before, Audry Zhelby.”Dypta men
“Serius amat. Lo ngapain, Ry?”Refleks, Audry mengangkat muka dan menutup laptopnya begitu mendengar suara seseorang yang terdengar begitu jelas dan dekat.“Hei, Rid …” Audry menyapa dan tersenyum canggung pada Inggrid yang tiba-tiba datang.“Hei …” Inggrid memajukan tubuhnya ke arah Audry, lalu seperti kebiasaan mereka selama ini kedua sahabat itu saling beradu pipi. “Lo lagi ngapain tadi, Ry?” Inggrid menatap curiga. Tadi saat dirinya datang, Audry dengan kilat melipat laptopnya.“Lagi baca berita, terus baterainya habis,” jawab Audry beralasan. Semoga saja Inggrid tidak menyadari kegugupannya.“Oh.”Pelayan kafe yang megantar minuman untuk Inggrid menghentikan percakapan mereka sesaat.Selagi Inggrid menyesap teh vanilanya, Audry juga mengaduk-aduk minumannya tanpa selera. Kenapa begitu berat untuk melupakan Dypta?Dypta ada di mana-mana meski raganya tidak lagi berada di sini. Bahkan wajah laki-laki itu juga membayang di tengah-tengah matcha latte-nya.“Lo kenapa sih, Ry? Apa yan
Audry tersenyum setelah penuturan panjang lebarnya mengenai Dypta. Sedangkan di hadapannya Inggrid memutar-mutar cangkir yang telah kosong.“Well, next lo mau ngapain?” tuntut Inggrid menatapnya.Audry menunduk sambil memandangi minumannya yang masih tersisa setengah cangkir. Audry juga tidak tahu harus bagaimana.”Ini cerita lo ada kelanjutannya nggak?” tanya Inggrid lagi.Audry mengangkat muka, menatap pada Inggrid. “Ada,” jawabnya.”Gimana?”Audry membuang napas ketika kembali ingat penegasan Dypta kemarin malam. ‘Ry, aku bisa meniduri perempuan mana pun, nggak hanya kamu. Dan nggak perlu ada cinta buat ngelakuin itu semua.’Semua rasa bahagia yang sejak tadi mengisi hati Audry dengan penuh, pelan tapi pasti mulai berkurang.“Audry, gue tahu pasti masih ada yang bakal lo ceritain. Ayo, Ry, lo nggak usah ragu, cerita sama gue semua.” Ingrid terus mendesak melihat kebimbangan Audry.Ya sudahlah. Audry pikir sudah terlanjur basah, jadi lebih baik Inggrid tahu semuanya kan?“Lo tahu n
“Apa gue lapor polisi aja ya?”Terdengar tawa Inggrid di seberang sana setelah Audry menanyakannya. “Lo ada-ada aja. Lo pikir mereka kurang kerjaan sampai ngurusin pengaduan yang nggak jelas gitu,” cecar Inggrid. “Kerjaan mereka tuh banyak, Ry. Nggak bakal lah laporan ngadi-ngadi lo diproses. Jadi daripada lo buang-buang waktu mending lo lupain niat gaje lo itu. Lo nggak bakal dilayanin. Percaya deh sama gue.”“Rid, tapi ini udah keterlaluan. Gue nggak bisa dihina kayak gini.”“Ya udahlah ya, Ry, nggak usah lo masukin ke hati. Kali aja itu memang salah kirim dan kebetulan nama kalian sama,” ucap Inggrid ingin menyudahi obrolan dan bukannya memberikan solusi seperti yang diinginkan Audry.“Ya udahlah,” jawab Audry lesu. Lagian Inggrid saat ini juga sedang berada di jalan.“Sorry ya, Ry,” ucap Inggrid mendengar nada rendah dalam suara Audry.”Nggak apa-apa, hati-hati, Rid.”Audry menutup panggilan dengan lemas, kemudian kembali membuka aplikasi perpesanan instan. Hatinya sakit membaca