Tabib Bhadrawira tiba tidak lama kemudian. Durga tetap diam dan mengamati dengan tenang dari tempatnya. Ketika dia memandang Tabib Bhadrawira, pria itu justru memandangnya balik sambil tersenyum singkat.“Silakan kepada Tuan Bhadrawira untuk membacakan hasil pemeriksaan terhadap mayat Tuan Araratyan.” hakim menitahkan.“Semuanya, saya adalah Tabib Bhadrawira, tabib kerajaan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap mayat Tuan Araratyan oleh Yang Mulia.” Tabib Bhadrawira mengeluarkan gulungan kertas cokelat dan membuka lipatannya, “Tuan, Nona, di tubuh Tuan Araratyan memang ditemukan luka melintang di sepanjang leher yang memutus arteri karotis,” Tabib mengedarkan pandangannya dan tatapannya berhenti di Durga, “Jika melihat secara sekilas, memang semua orang akan menduga penyebab kematian Tuan Araratyan adalah luka leher ini. Tetapi bagi orang yang tahu kronologis sebetulnya, memang di bagian dada ada luka dalam yang menembus jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan
“Aku Mawar. Pengelola Rumah Bulan Biru yang ditunjuk langsung oleh Tuan Sangkara.”Ketika mereka tiba, ruangan itu telah disulap dan ditata sedemikian rupa hingga terasa nyaman. Di atas meja, dibakar wangi-wangian yang menyebarkan aroma cendana.Durga duduk berhadapan dengan Nona Mawar. Wanita itu menuang teh ke dalam cangkir dan mendorongnya ke Durga.Durga memegang tubuh cangkir dengan kedua tangannya, merasakan hangat yang menjalar di telapak tangannya.“Kamu tentu tahu bagaimana keadaan Sangkara sekarang.”Nona Mawar mengangguk, “Hampir enam bulan Tuan Sangkara tidak sadarkan diri setelah diracun.”“Itu benar,” Durga menyesap tehnya, “Seseorang harus segera mengambil ali
Rajendra mengurut dahinya ketika membaca sepucuk surat yang datang bersama merpati pos.Suasana hatinya tampak buruk, jadi tangan kanannya yang setia, Bayu tidak berani mendekat. Tetapi Rajendra justru memanggilnya, “Pergi ke Rumah Bulan Biru dan bawa Durga kemari!”Satu perintah Rajendra selalu bersifat mutlak. Tetapi Bayu juga tidak bisa tidak terkejut. Dia tahu betul siapa itu Durga. Tuannya telah membuatnya terlibat dalam penyelidikan yang berhubungan dengan gadis itu.Siapa sangka dia malah ada di rumah pelacuran sekarang? Tidak heran tuannya sangat murka.Dia langsung pergi ke rumah pelacuran saat itu juga dan membawa Durga pergi ke rumah tuannya.Ketika mereka tiba, Durga langsung mengambi
Pada periode pemerintahan Raja Askar di Grahana, pembunuhan terhadap sekelompok orang yang bertalian erat dengan keluarga kerajaan sebelumnya dilakukan secara besar-besaran untuk melindungi tahta raja. Semua bawahan dan pelayan sebelumnya juga ditangkap dan disiksa tanpa ampun.Setelah berlangsung dua puluh empat tahun penuh ketakutan, akhirnya Raja Askar melepas semua kecurigaannya dan menarik perintah pemusnahan sisa anggota keluarga kerajaan sebelumnya. Bukan karena Raja Askar merasa tindakannya tidak diperlukan, melainkan karena orang-orang yang dianggap mengancam tahtanya sudah habis dibunuh.Saat itu adalah malam hari di awal bulan kesembilan, angin bertiup dengan lembut dan masuk dari jendela yang terbuka. Durga baru saja menyiapkan dua cangkir kosong di atas meja. Dia mengenakan pakaian yang sangat tipis, jadi dia pergi menutup jendela kamarnya.Ketika pintu kamar tiba-tiba dibuka, dia menemukan suami yang baru dinikahinya pagi tadi di sana. Dia baru saja mandi. Rambutnya yang
Rajendra mendekat. Dia memandang Durga lamat-lamat, “Di mana lagi aku bisa menemukan istri yang membunuh suaminya di malam pernikahan?”Durga gemetar, “Bagaimana mungkin kamu masih hidup?”“Bagaimana mungkin? Kamu harus bertanya pada diri sendiri. Pembunuh, kamu tidak terlihat senang melihatku masih hidup. Apakah kamu menikahiku untuk membunuhku?” Dia tertawa, “Bagaimana mungkin ada seorang gadis berhati kejam seperti ini?”Durga ketakutan. Meskipun dia bukan penakut, tetapi saat ini Rajendra terlihat amat berbahaya. Diam-diam Durga menyiapkan ancang-ancang jika seandainya Rajendra menyerangnya, dia akan mencambuknya dengan rantai yang mengikat pergelangan tangannya.Tetapi, bukankah tidak benar untuk melakukan ini?Bagaimanapun juga, dia tidak berada di dalam situasi yang menguntungkan untuk menyerang balik. Seharusnya dia patuh seperti terakhir kali seorang pejabat istana datang dan mencambuknya seratus kali.Sekeras apapun dia berusaha, pada akhirnya dialah yang akan dirugikan.Dur
Rajendra impoten? Omong kosong apa itu?“Gosip macam apa itu? Mana mungkin kabar semacam ini tersebar ke publik!” Durga mengernyit. Mana mungkin rahasia besar dari jenderal besar terkenal diketahui masyarakat. Rajendra sudah pasti malu sampai mati jika itu terjadi. Dia mungkin akan membunuh orang-orang yang menyebarkannya jika memang gosipnya benar.Tapi…Durga tiba-tiba teringat malam di hari pernikahannya. Saat itu, Rajendra terlihat sangat santai dan percaya diri. Mana mungkin dia benar-benar impoten.Tapi Durga juga tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Dia tidak memastikannya. Jadi dia merasa agak ragu.Rohan memandangnya serius, dia memberi isyarat pada Durga untuk lebih mendekat. Tapi bagaimana caranya mendekat? Kepalanya saja sudah menempel di jeruji besi!“Seorang gadis yang terkenal di ibu kota yang mengatakannya. Kamu harus tahu bahwa kecantikannya terkenal di ibu kota, jadi jelas dia bukan gadis biasa. Dia mengakui bahwa dia telah merayu Jenderal, tetapi Jenderal hanya
Di mata pemuda yang tampak tenang timbul riak tipis. Diam-diam Durga mengamati segala perubahan ekspresinya. Dia memang tenang, tetapi raut wajah sekilas agak sulit untuk ditutup-tutupi. Dari sudut pandang Durga, dia bisa menebak bahwa pria ini haruslah memiliki hubungan yang dekat dengan putri yang meninggal.“Putri Wulan.” Dia berkata dengan pelan.Putri Wulan? Hatinya terasa tidak nyaman. Dia merasakan udara di sekitarnya menjadi lebih sedikit, dia sesak. Durga melamun. Dia telah tenggelam di dalam lamunannya untuk waktu yang cukup lama hingga Rohan mengambil alih situasi dan bertanya.“Sepertinya aku pernah mendengar nama ini,” Rohan mengetuk dagunya berkali-kali, “Apakah Putri Wulan yang kamu maksud adalah putri yang tertangkap berzina?”Durga segera mengangkat wajahnya. Dia memandang pemuda yang hanya tersenyum sebagai balasan dengan linglung. Pada satu sisi wanita ini terlihat ingin tahu, di sisi lainnya dia terlihat seperti tidak ingin tahu.“Itu benar. Putri Wulan yang kamu m
Pada akhirnya Durga terpaksa menjalani cambukan seratus kali itu hingga punggungnya benar-benar cedera parah. Pakaiannya bahkan sobek dan menampilkan luka punggung dalam yang mengerikan. Dia tidak mengingat bagaimana dia menyelesaikan hukuman itu. Ingatannya berhenti pada hitungan kesembilan puluh lima, setelah itu dia bangun dan sudah kembali ke dalam selnya.Sudah lewat seminggu semenjak dia dicambuk, tetapi sampai sekarang dia masih kesulitan menyandarkan punggungnya. Ketika dia meluruskan atau membungkuk, dia akan meringis dan darah merembes ke pakaiannya.Dia tidak tahu seperti apa lukanya, tetapi dia tahu bahwa lukanya sangat parah dan dalam.Sekarang dia kembali memikirkan kembarannya. Saudari kembarnya benar-benar dikatakan telah meninggal. Hatinya terasa amat sakit, tetapi dia menahan diri untuk menunjukkan kepedihannya.Durga tiba-tiba teringat sesuatu. Dia bertanya, “Rohan, kamu bilang kamu sudah lama di penjara dan tidak mengetahui gossip bagus. Bagaimana kamu bisa tahu b
Rajendra mengurut dahinya ketika membaca sepucuk surat yang datang bersama merpati pos.Suasana hatinya tampak buruk, jadi tangan kanannya yang setia, Bayu tidak berani mendekat. Tetapi Rajendra justru memanggilnya, “Pergi ke Rumah Bulan Biru dan bawa Durga kemari!”Satu perintah Rajendra selalu bersifat mutlak. Tetapi Bayu juga tidak bisa tidak terkejut. Dia tahu betul siapa itu Durga. Tuannya telah membuatnya terlibat dalam penyelidikan yang berhubungan dengan gadis itu.Siapa sangka dia malah ada di rumah pelacuran sekarang? Tidak heran tuannya sangat murka.Dia langsung pergi ke rumah pelacuran saat itu juga dan membawa Durga pergi ke rumah tuannya.Ketika mereka tiba, Durga langsung mengambi
“Aku Mawar. Pengelola Rumah Bulan Biru yang ditunjuk langsung oleh Tuan Sangkara.”Ketika mereka tiba, ruangan itu telah disulap dan ditata sedemikian rupa hingga terasa nyaman. Di atas meja, dibakar wangi-wangian yang menyebarkan aroma cendana.Durga duduk berhadapan dengan Nona Mawar. Wanita itu menuang teh ke dalam cangkir dan mendorongnya ke Durga.Durga memegang tubuh cangkir dengan kedua tangannya, merasakan hangat yang menjalar di telapak tangannya.“Kamu tentu tahu bagaimana keadaan Sangkara sekarang.”Nona Mawar mengangguk, “Hampir enam bulan Tuan Sangkara tidak sadarkan diri setelah diracun.”“Itu benar,” Durga menyesap tehnya, “Seseorang harus segera mengambil ali
Tabib Bhadrawira tiba tidak lama kemudian. Durga tetap diam dan mengamati dengan tenang dari tempatnya. Ketika dia memandang Tabib Bhadrawira, pria itu justru memandangnya balik sambil tersenyum singkat.“Silakan kepada Tuan Bhadrawira untuk membacakan hasil pemeriksaan terhadap mayat Tuan Araratyan.” hakim menitahkan.“Semuanya, saya adalah Tabib Bhadrawira, tabib kerajaan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap mayat Tuan Araratyan oleh Yang Mulia.” Tabib Bhadrawira mengeluarkan gulungan kertas cokelat dan membuka lipatannya, “Tuan, Nona, di tubuh Tuan Araratyan memang ditemukan luka melintang di sepanjang leher yang memutus arteri karotis,” Tabib mengedarkan pandangannya dan tatapannya berhenti di Durga, “Jika melihat secara sekilas, memang semua orang akan menduga penyebab kematian Tuan Araratyan adalah luka leher ini. Tetapi bagi orang yang tahu kronologis sebetulnya, memang di bagian dada ada luka dalam yang menembus jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan
Tuan Araratyan?Durga tercenung. Perasaannya saat ini agak kacau. Rasanya seperti menghilangkan barang bukti dengan tangannya sendiri meskipun sebenarnya dia tidak melakukan itu.Dia mengernyit ketika menyadari sesuatu. Langkah yang diambil permaisuri terlalu beresiko. Selalu ada beberapa kemungkinan dalam setiap keputusan yang diambil. Dari tindakannya, sepertinya permaisuri ingin melenyapkan semua saksi yang dapat berbicara dalam satu rencana. Tetapi sepertinya dia tidak cukup teliti untuk menyadari bahwa ada tokoh lain bernama Rajendra di sini.“Seseorang memasukkan obat ke dalam minuman Tuan Araratyan dan putri pada malam perjamuan. Keduanya pamit dalam sebelum perjamuan selesai. Ketika pelayan bangun untuk membangunkn putri di pagi hari, mereka berdua ada di sana,” Bhisma menggigit bibirnya, “Di bawah selimut, tanpa pakaian.”Durga berdecak pelan. Ini cerita klise.Perbedaannya, tidak ada yang berakhir bahagia sekarang. Semua tokoh mati dengan mengerikan dan tidak ada yang bisa
Durga sedang tidur setelah menangis diam-diam hingga matanya bengkak ketika suara jeruji yang digoyang dengan tidak sabar membangunkannya. Kepalanya luar biasa pusing dan dia linglung seperti orang dungu. Sepertinya terlalu lama berada di penjara membuat kebiasaannya sebagai pemimpin bayangan yang waspada dan disiplin semakin terkikis.“Bangun dan dengarkan!”Ketika dia mengangkat wajahnya, dia menemukan kepala penjara ada di sana. Jarang-jarang dia menemukan pria berkumis tebal itu mengunjungi sel seseorang secara langsung. Kecuali jika…“Persidangan akan dijadwalkan dalam tiga hari. Bersiaplah untuk nanti.”…jika memang ada hal-hal yang sangat penting untuk dikatakan.Kepala penjara langsung pergi sementara dia kehilangan rasa kantuknya secara mendadak. Dia bersandar dengan lengannya dan tiba-tiba teringat pada Rajendra.Orang itu…apa yang akan dia lakukan?Apakah dia benar-benar bisa mengeluarkannya dari penjara seperti yang dia katakan sebelumnya?Meskipun dia seorang jenderal te
Bagaimana caranya seseorang berlari tanpa telapak kaki?“Durga, lari dan bawa adikmu pergi.” Suara ibunya bergaung dalam suasana yang luar biasa tenang. Durga tidak mengerti dan dia tidak peduli dengan kekurang pengetahuannya dalam hal ini.“Tidak!”Durga mengubah posisinya. Dengan cepat lengan kurus ibunya berpindah ke bahu Durga. Dengan tubuhnya yang kecil, dia menggantikan kaki kanan ibunya yang hilang. Sayangnya melarikan diri dalam keadaan seperti ini bukan hal yang mudah.Menahan bobot tubuh seorang perempuan dewasa dengan tubuh anak kecil berusia delapan tahun bukanlah hal yang umum dilakukan. Napasnya terengah-engah dan keringat mengucur di sela-sela rambutnya yang mengombak. Durga menarik ujung kerah baju adik laki-lakinya dengan tangan kirinya yang bebas. Dalam satu gerakan, anak laki-laki yang masih kecil ini pindah ke dekapannya. Ibu di tangan kanannya dan seorang adik di tangan kirinya, Durga merasa lengannya hampir putus.Akan tetapi keteguhan hati seorang anak perempua
Kenapa dan kenapa? Durga telah memutar otaknya selama berhari-hari dan berminggu-minggu. Dia bukannya pernah menyinggung permaisuri. Bilapun pernah, maka itu ketika dia masih kecil! Tetapi apakah permaisuri adalah tipikal pendendam bahkan terhadap anak kecil sekalipun?Jika dia membenci saudara kembarnya, itu cukup masuk akal karena mereka masih tinggal dalam lingkungan yang sama. Tetapi dengan dirinya? Betapa tidak masuk akalnya itu!Jadi dia terus berpikir hingga waktu berlalu untuk waktu yang tidak dia tahu. Pada akhirnya dia sampai pada kesimpulan bahwa ada rahasia dan saudara perempuannya ketahui. Mengenai rahasia ini…seharusnya hanya ini satu-satunya.Dia tidak pernah berpikir bahwa hal ini berhubungan dengan permaisuri sebelumnya. Tetapi dari sekian banyak hal, hanya hal ini yang paling mungkin.Kecelakaan yang menimpa dirinya, ibunya, dan adik laki-lakinya dua belas tahun lalu. Kecelakaan ini tidak lebih dari mimpi buruk yang menghantui Durga bertahun-tahun. Wajahnya memucat
Pada akhirnya Durga terpaksa menjalani cambukan seratus kali itu hingga punggungnya benar-benar cedera parah. Pakaiannya bahkan sobek dan menampilkan luka punggung dalam yang mengerikan. Dia tidak mengingat bagaimana dia menyelesaikan hukuman itu. Ingatannya berhenti pada hitungan kesembilan puluh lima, setelah itu dia bangun dan sudah kembali ke dalam selnya.Sudah lewat seminggu semenjak dia dicambuk, tetapi sampai sekarang dia masih kesulitan menyandarkan punggungnya. Ketika dia meluruskan atau membungkuk, dia akan meringis dan darah merembes ke pakaiannya.Dia tidak tahu seperti apa lukanya, tetapi dia tahu bahwa lukanya sangat parah dan dalam.Sekarang dia kembali memikirkan kembarannya. Saudari kembarnya benar-benar dikatakan telah meninggal. Hatinya terasa amat sakit, tetapi dia menahan diri untuk menunjukkan kepedihannya.Durga tiba-tiba teringat sesuatu. Dia bertanya, “Rohan, kamu bilang kamu sudah lama di penjara dan tidak mengetahui gossip bagus. Bagaimana kamu bisa tahu b
Di mata pemuda yang tampak tenang timbul riak tipis. Diam-diam Durga mengamati segala perubahan ekspresinya. Dia memang tenang, tetapi raut wajah sekilas agak sulit untuk ditutup-tutupi. Dari sudut pandang Durga, dia bisa menebak bahwa pria ini haruslah memiliki hubungan yang dekat dengan putri yang meninggal.“Putri Wulan.” Dia berkata dengan pelan.Putri Wulan? Hatinya terasa tidak nyaman. Dia merasakan udara di sekitarnya menjadi lebih sedikit, dia sesak. Durga melamun. Dia telah tenggelam di dalam lamunannya untuk waktu yang cukup lama hingga Rohan mengambil alih situasi dan bertanya.“Sepertinya aku pernah mendengar nama ini,” Rohan mengetuk dagunya berkali-kali, “Apakah Putri Wulan yang kamu maksud adalah putri yang tertangkap berzina?”Durga segera mengangkat wajahnya. Dia memandang pemuda yang hanya tersenyum sebagai balasan dengan linglung. Pada satu sisi wanita ini terlihat ingin tahu, di sisi lainnya dia terlihat seperti tidak ingin tahu.“Itu benar. Putri Wulan yang kamu m