Rajendra impoten? Omong kosong apa itu?
“Gosip macam apa itu? Mana mungkin kabar semacam ini tersebar ke publik!” Durga mengernyit.
Mana mungkin rahasia besar dari jenderal besar terkenal diketahui masyarakat. Rajendra sudah pasti malu sampai mati jika itu terjadi. Dia mungkin akan membunuh orang-orang yang menyebarkannya jika memang gosipnya benar.
Tapi…
Durga tiba-tiba teringat malam di hari pernikahannya. Saat itu, Rajendra terlihat sangat santai dan percaya diri. Mana mungkin dia benar-benar impoten.
Tapi Durga juga tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Dia tidak memastikannya. Jadi dia merasa agak ragu.
Rohan memandangnya serius, dia memberi isyarat pada Durga untuk lebih mendekat. Tapi bagaimana caranya mendekat? Kepalanya saja sudah menempel di jeruji besi!
“Seorang gadis yang terkenal di ibu kota yang mengatakannya. Kamu harus tahu bahwa kecantikannya terkenal di ibu kota, jadi jelas dia bukan gadis biasa. Dia mengakui bahwa dia telah merayu Jenderal, tetapi Jenderal hanya memandangnya tanpa peduli. Tidak peduli bagaimana dia menggodanya, Jenderal tidak ‘bangun’. Akhirnya dia pergi sendiri menyadari bahwa Jenderal impoten!” Rohan memberi isyarat ketika mengatakan ‘bangun’ dengan tangannya.
Durga agak melongo. Mungkinkah kabar yang disampaikan Rohan ini benar-benar terjadi? Setelah dipikir-pikir, dia tampak seperti seorang gadis penggila gosip sekarang.
Durga harus mengakui. Dia tidak pernah tertarik dengan gosip semacam ini, tetapi jika hal ini menyangkut orang yang berhubungan dengannya, dia mau tidak mau merasa tertarik. Apalagi itu Rajendra!
Seorang pria tampan berstatus tinggi yang terkenal di ibu kota ternyata impoten? Adakah gosip yang lebih menarik dari ini?
“Lalu bagaimana dengan gadis ini? Tidakkah menyebarkan gosip bahwa Jenderal impoten sebenarnya membahayakan dia?”
Rohan mengangguk, “Tentu saja,” dia memberi isyarat dengan tangannya seperti memenggal kepala, “Dia meninggal beberapa hari kemudian. Orang-orang mengatakan bahwa Jenderal Rajendra terlalu marah sehingga membunuhnya.”
Durga melamun sedikit dan berkomentar, “Begitu. Sayang sekali pria tampan ternyata impoten. Meskipun dia tampan, tidak akan ada gadis yang menginginkan suami yang impoten.”
Seolah-olah teringat sesuatu, Rohan mencengkeram jerujinya sehingga menimbulkan dentingan yang ribut. Semua penghuni sel menoleh ke arahnya tetapi dia bahkan tidak terlihat peduli. Rohan bersemangat.
“Tapi seisi ibu kota tahu bahwa Jenderal sudah menikah. Dia diracuni istrinya di malam pernikahan dan istrinya melarikan diri,” Rohan menggeleng, ”Kasihan sekali. Durga, menurutmu apa yang membuat istrinya meracuni Jenderal? Apakah istrinya tidak puas karena suaminya ternyata impoten?”
Durga batuk. Dia tersedak liurnya sendiri hingga wajahnya memerah.
“Bagaimana kamu bisa berpikir seperti itu?” Dia bertanya susah payah dengan napas tersendat.
Rohan mengangkat bahunya. Dia mengetuk dagunya dengan telunjuknya yang pendek lalu berkata dengan santai, “Awalnya semua orang menduga karena istrinya memang orang jahat. Tetapi setelah gadis malang yang merayu Jenderal membocorkan rahasia bahwa Jenderal impoten, semua orang berspekulasi bahwa istrinya tidak puas memiliki suami yang impoten dan memutuskan untuk meracuninya agar menjadi janda dan mencari pria lain.”
“Menurutku spekulasi ini paling masuk akal. Bagaimana menurutmu?”
Durga kehilangan kata-kata. Matanya memandang Rohan dengan tatapan rumit.
“Itu…”dia susah payah menjawab, “...aku pikir alasan itu tidak benar. Mana mungkin seorang istri membunuh suaminya hanya karena suaminya impoten? Itu tidak masuk akal!”
Sekali lagi, Rohan memukul jeruji besinya, “Bagaimana mungkin? Dari sekian banyak alasan hanya itu saja yang paling mungkin. Durga, kamu harus memikirkannya dengan hati-hati. Mereka bahkan baru kenal beberapa minggu sebelum menikah. Tidak ada dendam, tidak ada kebencian. Apanya yang tidak masuk akal?”
Durga ingin menjambak rambutnya sendiri. Dia merasa frustrasi. Bagaimana bisa mereka mendebat alasan dirinya membunuh Rajendra? Apapun alasannya, tidak mungkin dia membunuh Rajendra hanya karena dia impoten!
Dia membunuh karena itulah pekerjaannya. Dia mendapat perintah untuk membunuh Rajendra. Dia telah mencoba membunuh Rajendra secara langsung sebelumnya, tetapi jenderal tetaplah jenderal. Dia sama sekali tidak mudah untuk dikalahkan.
Bahkan Durga harus kembali ke markas dengan luka fatal dan hampir mati. Jadi ketika kabar bahwa Rajendra akan menikahi seorang istri dari keluarga biasa, dia segera memastikan bahwa Rajendra belum pernah mengenal gadis ini sebelumnya.
Keberuntungan berpihak pada Durga. Rupanya Rajendra memang menikahi seorang gadis secara acak. Apa alasannya, Durga tidak bisa menebak. Mungkin karena tuntutan atau lainnya.
Durga membunuh calon istri Rajendra dan menggantikan posisinya. Pada malam pernikahan, dia membunuh Rajendra dengan racun.
Durga mengurut dahinya. Kepalanya mendadak terasa berat secara tiba-tiba. Dia berkata, “Mari lupakan mengenai gosip itu. Bicaralah tentang hal lain. Adakah gosip lain yang lebih menarik?”
“Gosip yang lebih menarik? Aku tidak tahu. Aku sudah cukup lama di sini. Bagaimana mungkin aku mengetahui gosip lainnya?” Rohan mengangkat bahu.
Durga menggaruk kepalanya. Dia bukannya penikmat gosip, tetapi memperoleh informasi sangat penting apalagi ketika dia berada di dalam situasi yang tidak menguntungkan. Informasi-informasi ini mungkin bisa menjadi senjata untuk melindungi dirinya sendiri di masa depan.
“Seorang putri meninggal dua minggu lalu, tepat beberapa hari sebelum kamu datang ke sini.”
Baik Durga dan Rohan menoleh. Orang yang berbicara adalah seseorang yang menempati sel di samping sel Rohan.
Penampilannya selalu rapi dan pembawaannya tenang. Dia jarang bicara dan selalu tampil misterius. Suaranya agak serak dan tenang. Ini adalah kali pertama Durga mendengar suaranya.
“Siapakah putri ini?”
Di mata pemuda yang tampak tenang timbul riak tipis. Diam-diam Durga mengamati segala perubahan ekspresinya. Dia memang tenang, tetapi raut wajah sekilas agak sulit untuk ditutup-tutupi. Dari sudut pandang Durga, dia bisa menebak bahwa pria ini haruslah memiliki hubungan yang dekat dengan putri yang meninggal.“Putri Wulan.” Dia berkata dengan pelan.Putri Wulan? Hatinya terasa tidak nyaman. Dia merasakan udara di sekitarnya menjadi lebih sedikit, dia sesak. Durga melamun. Dia telah tenggelam di dalam lamunannya untuk waktu yang cukup lama hingga Rohan mengambil alih situasi dan bertanya.“Sepertinya aku pernah mendengar nama ini,” Rohan mengetuk dagunya berkali-kali, “Apakah Putri Wulan yang kamu maksud adalah putri yang tertangkap berzina?”Durga segera mengangkat wajahnya. Dia memandang pemuda yang hanya tersenyum sebagai balasan dengan linglung. Pada satu sisi wanita ini terlihat ingin tahu, di sisi lainnya dia terlihat seperti tidak ingin tahu.“Itu benar. Putri Wulan yang kamu m
Pada akhirnya Durga terpaksa menjalani cambukan seratus kali itu hingga punggungnya benar-benar cedera parah. Pakaiannya bahkan sobek dan menampilkan luka punggung dalam yang mengerikan. Dia tidak mengingat bagaimana dia menyelesaikan hukuman itu. Ingatannya berhenti pada hitungan kesembilan puluh lima, setelah itu dia bangun dan sudah kembali ke dalam selnya.Sudah lewat seminggu semenjak dia dicambuk, tetapi sampai sekarang dia masih kesulitan menyandarkan punggungnya. Ketika dia meluruskan atau membungkuk, dia akan meringis dan darah merembes ke pakaiannya.Dia tidak tahu seperti apa lukanya, tetapi dia tahu bahwa lukanya sangat parah dan dalam.Sekarang dia kembali memikirkan kembarannya. Saudari kembarnya benar-benar dikatakan telah meninggal. Hatinya terasa amat sakit, tetapi dia menahan diri untuk menunjukkan kepedihannya.Durga tiba-tiba teringat sesuatu. Dia bertanya, “Rohan, kamu bilang kamu sudah lama di penjara dan tidak mengetahui gossip bagus. Bagaimana kamu bisa tahu b
Kenapa dan kenapa? Durga telah memutar otaknya selama berhari-hari dan berminggu-minggu. Dia bukannya pernah menyinggung permaisuri. Bilapun pernah, maka itu ketika dia masih kecil! Tetapi apakah permaisuri adalah tipikal pendendam bahkan terhadap anak kecil sekalipun?Jika dia membenci saudara kembarnya, itu cukup masuk akal karena mereka masih tinggal dalam lingkungan yang sama. Tetapi dengan dirinya? Betapa tidak masuk akalnya itu!Jadi dia terus berpikir hingga waktu berlalu untuk waktu yang tidak dia tahu. Pada akhirnya dia sampai pada kesimpulan bahwa ada rahasia dan saudara perempuannya ketahui. Mengenai rahasia ini…seharusnya hanya ini satu-satunya.Dia tidak pernah berpikir bahwa hal ini berhubungan dengan permaisuri sebelumnya. Tetapi dari sekian banyak hal, hanya hal ini yang paling mungkin.Kecelakaan yang menimpa dirinya, ibunya, dan adik laki-lakinya dua belas tahun lalu. Kecelakaan ini tidak lebih dari mimpi buruk yang menghantui Durga bertahun-tahun. Wajahnya memucat
Bagaimana caranya seseorang berlari tanpa telapak kaki?“Durga, lari dan bawa adikmu pergi.” Suara ibunya bergaung dalam suasana yang luar biasa tenang. Durga tidak mengerti dan dia tidak peduli dengan kekurang pengetahuannya dalam hal ini.“Tidak!”Durga mengubah posisinya. Dengan cepat lengan kurus ibunya berpindah ke bahu Durga. Dengan tubuhnya yang kecil, dia menggantikan kaki kanan ibunya yang hilang. Sayangnya melarikan diri dalam keadaan seperti ini bukan hal yang mudah.Menahan bobot tubuh seorang perempuan dewasa dengan tubuh anak kecil berusia delapan tahun bukanlah hal yang umum dilakukan. Napasnya terengah-engah dan keringat mengucur di sela-sela rambutnya yang mengombak. Durga menarik ujung kerah baju adik laki-lakinya dengan tangan kirinya yang bebas. Dalam satu gerakan, anak laki-laki yang masih kecil ini pindah ke dekapannya. Ibu di tangan kanannya dan seorang adik di tangan kirinya, Durga merasa lengannya hampir putus.Akan tetapi keteguhan hati seorang anak perempua
Durga sedang tidur setelah menangis diam-diam hingga matanya bengkak ketika suara jeruji yang digoyang dengan tidak sabar membangunkannya. Kepalanya luar biasa pusing dan dia linglung seperti orang dungu. Sepertinya terlalu lama berada di penjara membuat kebiasaannya sebagai pemimpin bayangan yang waspada dan disiplin semakin terkikis.“Bangun dan dengarkan!”Ketika dia mengangkat wajahnya, dia menemukan kepala penjara ada di sana. Jarang-jarang dia menemukan pria berkumis tebal itu mengunjungi sel seseorang secara langsung. Kecuali jika…“Persidangan akan dijadwalkan dalam tiga hari. Bersiaplah untuk nanti.”…jika memang ada hal-hal yang sangat penting untuk dikatakan.Kepala penjara langsung pergi sementara dia kehilangan rasa kantuknya secara mendadak. Dia bersandar dengan lengannya dan tiba-tiba teringat pada Rajendra.Orang itu…apa yang akan dia lakukan?Apakah dia benar-benar bisa mengeluarkannya dari penjara seperti yang dia katakan sebelumnya?Meskipun dia seorang jenderal te
Tuan Araratyan?Durga tercenung. Perasaannya saat ini agak kacau. Rasanya seperti menghilangkan barang bukti dengan tangannya sendiri meskipun sebenarnya dia tidak melakukan itu.Dia mengernyit ketika menyadari sesuatu. Langkah yang diambil permaisuri terlalu beresiko. Selalu ada beberapa kemungkinan dalam setiap keputusan yang diambil. Dari tindakannya, sepertinya permaisuri ingin melenyapkan semua saksi yang dapat berbicara dalam satu rencana. Tetapi sepertinya dia tidak cukup teliti untuk menyadari bahwa ada tokoh lain bernama Rajendra di sini.“Seseorang memasukkan obat ke dalam minuman Tuan Araratyan dan putri pada malam perjamuan. Keduanya pamit dalam sebelum perjamuan selesai. Ketika pelayan bangun untuk membangunkn putri di pagi hari, mereka berdua ada di sana,” Bhisma menggigit bibirnya, “Di bawah selimut, tanpa pakaian.”Durga berdecak pelan. Ini cerita klise.Perbedaannya, tidak ada yang berakhir bahagia sekarang. Semua tokoh mati dengan mengerikan dan tidak ada yang bisa
Tabib Bhadrawira tiba tidak lama kemudian. Durga tetap diam dan mengamati dengan tenang dari tempatnya. Ketika dia memandang Tabib Bhadrawira, pria itu justru memandangnya balik sambil tersenyum singkat.“Silakan kepada Tuan Bhadrawira untuk membacakan hasil pemeriksaan terhadap mayat Tuan Araratyan.” hakim menitahkan.“Semuanya, saya adalah Tabib Bhadrawira, tabib kerajaan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap mayat Tuan Araratyan oleh Yang Mulia.” Tabib Bhadrawira mengeluarkan gulungan kertas cokelat dan membuka lipatannya, “Tuan, Nona, di tubuh Tuan Araratyan memang ditemukan luka melintang di sepanjang leher yang memutus arteri karotis,” Tabib mengedarkan pandangannya dan tatapannya berhenti di Durga, “Jika melihat secara sekilas, memang semua orang akan menduga penyebab kematian Tuan Araratyan adalah luka leher ini. Tetapi bagi orang yang tahu kronologis sebetulnya, memang di bagian dada ada luka dalam yang menembus jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan
“Aku Mawar. Pengelola Rumah Bulan Biru yang ditunjuk langsung oleh Tuan Sangkara.”Ketika mereka tiba, ruangan itu telah disulap dan ditata sedemikian rupa hingga terasa nyaman. Di atas meja, dibakar wangi-wangian yang menyebarkan aroma cendana.Durga duduk berhadapan dengan Nona Mawar. Wanita itu menuang teh ke dalam cangkir dan mendorongnya ke Durga.Durga memegang tubuh cangkir dengan kedua tangannya, merasakan hangat yang menjalar di telapak tangannya.“Kamu tentu tahu bagaimana keadaan Sangkara sekarang.”Nona Mawar mengangguk, “Hampir enam bulan Tuan Sangkara tidak sadarkan diri setelah diracun.”“Itu benar,” Durga menyesap tehnya, “Seseorang harus segera mengambil ali
Rajendra mengurut dahinya ketika membaca sepucuk surat yang datang bersama merpati pos.Suasana hatinya tampak buruk, jadi tangan kanannya yang setia, Bayu tidak berani mendekat. Tetapi Rajendra justru memanggilnya, “Pergi ke Rumah Bulan Biru dan bawa Durga kemari!”Satu perintah Rajendra selalu bersifat mutlak. Tetapi Bayu juga tidak bisa tidak terkejut. Dia tahu betul siapa itu Durga. Tuannya telah membuatnya terlibat dalam penyelidikan yang berhubungan dengan gadis itu.Siapa sangka dia malah ada di rumah pelacuran sekarang? Tidak heran tuannya sangat murka.Dia langsung pergi ke rumah pelacuran saat itu juga dan membawa Durga pergi ke rumah tuannya.Ketika mereka tiba, Durga langsung mengambi
“Aku Mawar. Pengelola Rumah Bulan Biru yang ditunjuk langsung oleh Tuan Sangkara.”Ketika mereka tiba, ruangan itu telah disulap dan ditata sedemikian rupa hingga terasa nyaman. Di atas meja, dibakar wangi-wangian yang menyebarkan aroma cendana.Durga duduk berhadapan dengan Nona Mawar. Wanita itu menuang teh ke dalam cangkir dan mendorongnya ke Durga.Durga memegang tubuh cangkir dengan kedua tangannya, merasakan hangat yang menjalar di telapak tangannya.“Kamu tentu tahu bagaimana keadaan Sangkara sekarang.”Nona Mawar mengangguk, “Hampir enam bulan Tuan Sangkara tidak sadarkan diri setelah diracun.”“Itu benar,” Durga menyesap tehnya, “Seseorang harus segera mengambil ali
Tabib Bhadrawira tiba tidak lama kemudian. Durga tetap diam dan mengamati dengan tenang dari tempatnya. Ketika dia memandang Tabib Bhadrawira, pria itu justru memandangnya balik sambil tersenyum singkat.“Silakan kepada Tuan Bhadrawira untuk membacakan hasil pemeriksaan terhadap mayat Tuan Araratyan.” hakim menitahkan.“Semuanya, saya adalah Tabib Bhadrawira, tabib kerajaan yang ditunjuk untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap mayat Tuan Araratyan oleh Yang Mulia.” Tabib Bhadrawira mengeluarkan gulungan kertas cokelat dan membuka lipatannya, “Tuan, Nona, di tubuh Tuan Araratyan memang ditemukan luka melintang di sepanjang leher yang memutus arteri karotis,” Tabib mengedarkan pandangannya dan tatapannya berhenti di Durga, “Jika melihat secara sekilas, memang semua orang akan menduga penyebab kematian Tuan Araratyan adalah luka leher ini. Tetapi bagi orang yang tahu kronologis sebetulnya, memang di bagian dada ada luka dalam yang menembus jantung. Berdasarkan hasil pemeriksaan
Tuan Araratyan?Durga tercenung. Perasaannya saat ini agak kacau. Rasanya seperti menghilangkan barang bukti dengan tangannya sendiri meskipun sebenarnya dia tidak melakukan itu.Dia mengernyit ketika menyadari sesuatu. Langkah yang diambil permaisuri terlalu beresiko. Selalu ada beberapa kemungkinan dalam setiap keputusan yang diambil. Dari tindakannya, sepertinya permaisuri ingin melenyapkan semua saksi yang dapat berbicara dalam satu rencana. Tetapi sepertinya dia tidak cukup teliti untuk menyadari bahwa ada tokoh lain bernama Rajendra di sini.“Seseorang memasukkan obat ke dalam minuman Tuan Araratyan dan putri pada malam perjamuan. Keduanya pamit dalam sebelum perjamuan selesai. Ketika pelayan bangun untuk membangunkn putri di pagi hari, mereka berdua ada di sana,” Bhisma menggigit bibirnya, “Di bawah selimut, tanpa pakaian.”Durga berdecak pelan. Ini cerita klise.Perbedaannya, tidak ada yang berakhir bahagia sekarang. Semua tokoh mati dengan mengerikan dan tidak ada yang bisa
Durga sedang tidur setelah menangis diam-diam hingga matanya bengkak ketika suara jeruji yang digoyang dengan tidak sabar membangunkannya. Kepalanya luar biasa pusing dan dia linglung seperti orang dungu. Sepertinya terlalu lama berada di penjara membuat kebiasaannya sebagai pemimpin bayangan yang waspada dan disiplin semakin terkikis.“Bangun dan dengarkan!”Ketika dia mengangkat wajahnya, dia menemukan kepala penjara ada di sana. Jarang-jarang dia menemukan pria berkumis tebal itu mengunjungi sel seseorang secara langsung. Kecuali jika…“Persidangan akan dijadwalkan dalam tiga hari. Bersiaplah untuk nanti.”…jika memang ada hal-hal yang sangat penting untuk dikatakan.Kepala penjara langsung pergi sementara dia kehilangan rasa kantuknya secara mendadak. Dia bersandar dengan lengannya dan tiba-tiba teringat pada Rajendra.Orang itu…apa yang akan dia lakukan?Apakah dia benar-benar bisa mengeluarkannya dari penjara seperti yang dia katakan sebelumnya?Meskipun dia seorang jenderal te
Bagaimana caranya seseorang berlari tanpa telapak kaki?“Durga, lari dan bawa adikmu pergi.” Suara ibunya bergaung dalam suasana yang luar biasa tenang. Durga tidak mengerti dan dia tidak peduli dengan kekurang pengetahuannya dalam hal ini.“Tidak!”Durga mengubah posisinya. Dengan cepat lengan kurus ibunya berpindah ke bahu Durga. Dengan tubuhnya yang kecil, dia menggantikan kaki kanan ibunya yang hilang. Sayangnya melarikan diri dalam keadaan seperti ini bukan hal yang mudah.Menahan bobot tubuh seorang perempuan dewasa dengan tubuh anak kecil berusia delapan tahun bukanlah hal yang umum dilakukan. Napasnya terengah-engah dan keringat mengucur di sela-sela rambutnya yang mengombak. Durga menarik ujung kerah baju adik laki-lakinya dengan tangan kirinya yang bebas. Dalam satu gerakan, anak laki-laki yang masih kecil ini pindah ke dekapannya. Ibu di tangan kanannya dan seorang adik di tangan kirinya, Durga merasa lengannya hampir putus.Akan tetapi keteguhan hati seorang anak perempua
Kenapa dan kenapa? Durga telah memutar otaknya selama berhari-hari dan berminggu-minggu. Dia bukannya pernah menyinggung permaisuri. Bilapun pernah, maka itu ketika dia masih kecil! Tetapi apakah permaisuri adalah tipikal pendendam bahkan terhadap anak kecil sekalipun?Jika dia membenci saudara kembarnya, itu cukup masuk akal karena mereka masih tinggal dalam lingkungan yang sama. Tetapi dengan dirinya? Betapa tidak masuk akalnya itu!Jadi dia terus berpikir hingga waktu berlalu untuk waktu yang tidak dia tahu. Pada akhirnya dia sampai pada kesimpulan bahwa ada rahasia dan saudara perempuannya ketahui. Mengenai rahasia ini…seharusnya hanya ini satu-satunya.Dia tidak pernah berpikir bahwa hal ini berhubungan dengan permaisuri sebelumnya. Tetapi dari sekian banyak hal, hanya hal ini yang paling mungkin.Kecelakaan yang menimpa dirinya, ibunya, dan adik laki-lakinya dua belas tahun lalu. Kecelakaan ini tidak lebih dari mimpi buruk yang menghantui Durga bertahun-tahun. Wajahnya memucat
Pada akhirnya Durga terpaksa menjalani cambukan seratus kali itu hingga punggungnya benar-benar cedera parah. Pakaiannya bahkan sobek dan menampilkan luka punggung dalam yang mengerikan. Dia tidak mengingat bagaimana dia menyelesaikan hukuman itu. Ingatannya berhenti pada hitungan kesembilan puluh lima, setelah itu dia bangun dan sudah kembali ke dalam selnya.Sudah lewat seminggu semenjak dia dicambuk, tetapi sampai sekarang dia masih kesulitan menyandarkan punggungnya. Ketika dia meluruskan atau membungkuk, dia akan meringis dan darah merembes ke pakaiannya.Dia tidak tahu seperti apa lukanya, tetapi dia tahu bahwa lukanya sangat parah dan dalam.Sekarang dia kembali memikirkan kembarannya. Saudari kembarnya benar-benar dikatakan telah meninggal. Hatinya terasa amat sakit, tetapi dia menahan diri untuk menunjukkan kepedihannya.Durga tiba-tiba teringat sesuatu. Dia bertanya, “Rohan, kamu bilang kamu sudah lama di penjara dan tidak mengetahui gossip bagus. Bagaimana kamu bisa tahu b
Di mata pemuda yang tampak tenang timbul riak tipis. Diam-diam Durga mengamati segala perubahan ekspresinya. Dia memang tenang, tetapi raut wajah sekilas agak sulit untuk ditutup-tutupi. Dari sudut pandang Durga, dia bisa menebak bahwa pria ini haruslah memiliki hubungan yang dekat dengan putri yang meninggal.“Putri Wulan.” Dia berkata dengan pelan.Putri Wulan? Hatinya terasa tidak nyaman. Dia merasakan udara di sekitarnya menjadi lebih sedikit, dia sesak. Durga melamun. Dia telah tenggelam di dalam lamunannya untuk waktu yang cukup lama hingga Rohan mengambil alih situasi dan bertanya.“Sepertinya aku pernah mendengar nama ini,” Rohan mengetuk dagunya berkali-kali, “Apakah Putri Wulan yang kamu maksud adalah putri yang tertangkap berzina?”Durga segera mengangkat wajahnya. Dia memandang pemuda yang hanya tersenyum sebagai balasan dengan linglung. Pada satu sisi wanita ini terlihat ingin tahu, di sisi lainnya dia terlihat seperti tidak ingin tahu.“Itu benar. Putri Wulan yang kamu m