“Ma, aku mau makan sayap ayam Coca-cola, makan ikan dimasak kecap. Asalkan Mama yang masak, aku makan apa saja.”Darren memegang tangan Rachel dan bertingkah manja pada ibunya. Namun, raut wajah Ronald menjadi muram ketika mendengar perkataan anak itu.“Malam ini mama kalian nggak boleh masak,” kata Ronald.Si kecil mendongakkan kepalanya dan bertanya dengan bingung, “Kenapa?”“Nggak kenapa-kenapa.” Ronald berkata dengan dingin, “Kalau kamu nggak mau makan masakan koki, aku yang akan masak untuk kamu.”Darren, “....”Ayahnya keterlaluan, terlalu mendominasi. Darren tidak akan menyukai ayahnya lagi! Akan tetapi, aura ayahnya sangat menyeramkan. Kalau Darren bersikeras mau makan masakan ibunya, apakah ayahnya akan mengusirnya karena marah?Setelah mengalami pergulatan batin hebat, Darren baru berkata dengan sedih, “Kalau begitu aku akan makan masakan Om Chef saja ....”Rachel membungkuk dan mengelus rambut Darren. Kemudian, dia berkata sambil tersenyum, “Mama rapat terus sepanjang hari i
Meskipun Ronald tahu dia tidak sebaik Rachel di mata anak-anak, tetap saja perbedaan sikap mereka tidak perlu sebesar itu.Rachel juga merasa agak lucu. Dia membelai kepala anak-anak satu per satu, lalu berkata lembut, “Kalian semua baik-baik di rumah, dengarkan kata Nenek. Papa dan Mama nggak lama, kok. Oke?”Michael mengangguk, “Mama tenang saja. Aku akan jaga Michelle dengan baik.”“Mama, aku akan ajak adik-adik main bersama. Mama nggak usah khawatirkan kami,” kata Eddy.“Dadah, Ma. Aku dan Michelle main piano dulu,” ujar Darren sambil melambaikan tangan.Setelah melihat anak-anak, terutama Michael, tidak merasa khawatir lagi, Rachel akhirnya bisa bernapas lega. Dia pun mengikuti Ronald ke dalam mobil.Begitu duduk di dalam mobil, Rachel menoleh dan berkata dengan tulus, “Terima kasih.”“Aku tahu apa yang kamu khawatirkan.” Ronald berkata sambil menyetir mobil, “Sebenarnya Michael yang paling dewasa dari empat anak. Dia cerdas dan dewasa sebelum hatinya. Belum lagi dia punya hati ya
“Tadi aku dengar dokter IGD bilang dia mau antar tahanan ke poli spesialis kandungan untuk menunggu hasil pemeriksaan.”“Berarti dia memang hamil. Perempuan itu beruntung banget. Anak di perutnya sudah menyelamatkan nyawanya.”“Dari perutnya masih belum kelihatan kalau dia lagi hamil. Paling-paling baru satu atau dua bulan ....”Rachel spontan menoleh pria yang berdiri di sampingnya ketika mendengar komentar dari orang-orang di sekitarnya.Ronald langsung menjelaskan, “Bukan aku, nggak ada hubungannya sama aku.”Rachel hanya tertawa pelan. Kalau Shania benar-benar hamil, bagaimana mungkin itu tidak ada hubungannya dengan Ronald? Bagaimanapun, Shania menganggap dirinya sebagai ibu dari anak-anak. Dia bisa datang dan pergi dengan bebas ke rumah keluarga Tanjaya. Bahkan di sana ada kamar khusus untuk menyimpan pakaian Shania.Ronald menyadari ekspresi wajah Rachel semakin lama menjadi semakin muram. Dia pun segera menjelaskan, “Rachel, aku sumpah. Aku benar-benar nggak pernah sentuh Shani
Shania yang ditampar tiba-tiba tidak sigap dan jatuh ke tanah. Dia memegang wajahnya yang perih dan lanjut berkata, “Aku masih belum selesai bicara. Kenapa kamu sudah marah duluan? Masih ada Eddy. Kamu lihat dia seperti orang dewasa yang bertubuh kecil, bukan? Itu juga aku yang paksa dia sampai jadi seperti itu. Ronald cuek sama aku, aku juga cuek sama Eddy. Anak itu menginginkan kasih sayang ibu. Tapi aku nggak mencintainya. Aku buat dia ....”Rachel sudah tidak sanggup mendengarkan lagi. Dia berjalan ke depan dan menarik kerah baju Shania. Dia ingin menampar Shania lagi. Namun, dua polwan segera mendekat dan menghentikannya.Shania bersembunyi di belakang polwan, lalu berkata sambil terisak, “Dia kakakku. Aku datang untuk mengakui kesalahanku dengan niat baik. Tapi dia malah mau pukul aku sampai mati. Sekarang kalian mengerti kenapa aku mau culik anak kakakku, kan. Karena kakakku ini gila. Dari dulu dia ingin pukul aku sampai mati. Aku culik anak dia hanya untuk melindungi diriku sen
“Rachel, maaf ....”Ronald mengatupkan bibir tipisnya erat-erat sampai rahangnya membentuk garis lurus. Dia tahu tidak ada gunanya meminta maaf. Namun, dia tidak tahu apa lagi yang bisa dia katakan selain meminta maaf.Empat tahun yang lalu, Shania datang ke hadapannya sambil membawa dua anak. Perempuan itu juga membawa laporan tes DNA. Selain itu, tes DNA dilakukan di tempat tes DNA paling otoritatif di Kota Suwanda. Keluarga Tanjaya juga memiliki saham di sana.Setelah melihat laporan tersebut, Ronald pun percaya dengan semua perkataan Shania. Karena salah percaya, kesalahannya terus berlanjut selama empat tahun.“Rachel, kamu mau marah aku, pukul aku terserah. Aku terima semuanya. Aku hanya ingin klarifikasi satu hal padamu.” Ronald menatap Rachel, “Aku nggak pernah jalin hubungan dengan Shania. Aku juga nggak pernah berpikir untuk nikahi dia. Anak di kandungannya nggak mungkin anakku. Aku akan selidiki masalah ini sampai jelas.”Setelah mendengar suara Ronald yang berat dan parau,
“Malam ini kami temani kamu di sini. Kamu istirahat baik-baik,” ujar salah satu polwan dengan dingin.“Aku lagi hamil sekarang. Aku merasa sangat kesepian. Kalian boleh tolong minta orang tuaku datang ke sini, nggak?” pinta Shania dengan wajah memelas.Begitu melihat polwan itu hendak menolak, Shania cepat-cepat berkata, “Aku tersangka yang belum divonis, bukan narapidana. Aku juga memiliki hak asasi manusia. Aku sakit dan sangat rentan sekarang. Aku hanya ingin melihat orang tuaku. Apa salahnya? Aku nggak mau tahu. Pokoknya aku mau bertemu dengan orang tuaku. Kalian cepat suruh orang tuaku datang ke sini.”Meski Shania seperti sedang berulah, polwan itu juga tidak bisa menyangkal kata-kata yang dia ucapkan. Narapidana yang divonis hukuman mati saja memiliki hak untuk bertemu dengan keluarganya. Shania ingin bertemu dengan orang tuanya. Hal itu memang bisa dimaklumi.Satu jam kemudian, Sandi dan Vrilla tiba di rumah sakit. Akan tetapi, keduanya tampak sepuluh tahun lebih tua hanya dala
“Kamu Lincoln, kan?”Vrilla bisa mendengar nada tidak sabar pria itu. Karena itu, dia bertanya dengan sangat lembut.Lincoln yang berada di ujung lainnya tertegun sesaat, lalu dia berkata, “Benar, aku Lincoln. Kalau boleh tahu kenapa ponsel Shania ada sama kamu?”“Aku mamanya Shania.” Vrilla menyeka air mata yang jatuh ke pipinya. “Shania lagi dalam masalah sekarang. Dia nggak bisa ngomong sama kamu. Dia minta aku untuk beri tahu kamu kalau dia lagi hamil sekarang. Sudah satu setengah bulan. Kamu adalah papa kandung anaknya.”“Apa?!” Lincoln terkejut bukan main. Dia mengira dia yang salah dengar, karena itu dia pun bertanya perlahan, “Kamu bilang Shania sedang mengandung anakku?”“Iya, dia lagi di rumah sakit sekarang. Hasil pemeriksaan kehamilan sudah keluar. Anak di dalam perutnya memang anak kamu. Jadi, apa yang akan kamu lakukan?”Lincoln hanya merasa ada suara dengungan di dalam otaknya. Dia menoleh ke belakang, lalu melihat istrinya yang sedang duduk di ruang tamu. Istrinya tentu
“Lincoln, kamu benar-benar datang ke sini ....”Shania mengedipkan mata. Bulir air mata besar seketika jatuh dari pelupuk mata dan membasahi wajahnya. Dia mencengkeram selimutnya dengan wajah memelas, “Aku dijebak, makanya aku ditangkap polisi dan ditahan di rutan. Kalau aku nggak hamil, aku sama sekali nggak bisa hubungi kamu. Tap sekarang, aku sudah hamil. Aku nggak mau anakku tahu kalau mamanya pernah dipenjara. Lincoln,bantu aku cari cara untuk keluarkan aku dari penjara.”Lincoln memperhatikan Shania dengan tatapan yang rumit, “Kamu jadi kurus.”“Iya, berat badanku turun. Seenggaknya turun tiga atau empat kg. Nutrisi untuk anak juga nggak tercukupi,” ratap Shania yang tangisannya semakin menjadi.“Aku bawakan bubur udang untuk kamu. Kamu makan dulu sekarang. Selesai makan baru kita bicarakan lagi.” Lincoln meletakkan kantong di tangannya lalu mengeluarkan semangkuk bubur dari dalam kantong itu.Lincoln membuka tutup wadah sekali pakai itu. Kemudian, dia menyendok bubur dan menyuap