Bab 5

Sebuah sikat gigi kini melayang di depan Rio, bergerak ke kiri dan ke kanan di udara. Tubuh Rio bergetar karena terlalu bersemangat.

Saat tetangganya hampir menginjak sabun tadi, entah mengapa gerakan refleksnya bisa menendang sabun itu dari jarak jauh. Karena itulah, setelah mengalihkan pandangannya dari lantai atas, Rio langsung mulai bereksperimen.

Begitu dicoba, ternyata dia benar-benar bisa mengendalikan benda dari jarak jauh. Dengan memusatkan perhatiannya saat menatap benda tersebut, sikat gigi itu bisa melayang mengikuti arah pandangan matanya.

Dalam radius 20 meter, dia bisa membuat sikat gigi melayang dan bergerak ke mana pun yang diinginkannya.

Namun kekuatan ini tetap memiliki batasan. Misalnya, dia bisa mengendalikan gelas kosong, tapi ketika gelas itu berisi air, maka benda tersebut tidak bisa bergerak. Terlalu berat dan energinya cepat terkuras.

Meski begitu, Rio tetap merasa sangat bersemangat dan tidak bisa berhenti bereksperimen. Dia mencoba berbagai benda kecil satu per satu untuk melihat bagaimana mereka bisa terbang.

"Terbang!"

Syush!

Sikat gigi meluncur dalam garis lengkung dan menancap langsung ke pintu dengan ujung yang masih bergetar. Rio berjalan ke depan pintu sambil menarik napas dalam-dalam. Perlu diketahui, ujung sikat gigi ini tumpul, tapi malah bisa menancap ke pintu.

"Kalau pakai pisau, bukankah bisa langsung menembus pintu?" Rio menelan ludahnya dengan gugup. Bukankah ini sangat ajaib?

"Hm?"

Tiba-tiba, dari luar kamar terdengar suara langkah sepatu hak tinggi di lorong.

Rio menyadari, dulu dia tidak pernah memiliki pendengaran sepeka ini. Namun sekarang, suara itu terdengar sangat jelas dan nyaring di telinganya, seolah-olah terjadi di sampingnya langsung. Dia segera memusatkan perhatian dan menoleh.

Itu suara tetangganya tadi. Dia sudah turun ke bawah.

Saat ini, langit sudah terang.

Wanita itu kini mengenakan setelan gaun ketat. Tubuhnya yang proporsional membuat setiap langkahnya tampak anggun dan penuh pesona. Gerak tubuhnya terlihat elegan dan berwibawa. Dia berjalan hingga berhenti tepat di depan pintu rumah Rio.

Jantung Rio langsung berdebar kencang. Kenapa wanita itu berhenti?

Tok tok tok ....

Suara ketukan terdengar.

Begitu mendengarnya, Rio langsung panik. Dia buru-buru mengenakan pakaiannya, berlari ke arah pintu, lalu mengambil napas dalam-dalam sebanyak tiga kali. Setelah berhasil menenangkan dirinya, barulah dia membuka pintu.

Pintu terbuka. Wanita itu tampak sudah merias wajahnya dan terlihat lebih menggoda dari sebelumnya.

Rambut pendeknya digulung sedikit bergelombang. Sepuluh jarinya dihiasi kuku panjang dengan pola yang indah. Saat tersenyum, wajahnya begitu memesona hingga bisa membuat jantung siapa pun berdetak lebih cepat.

"Terima kasih untuk tadi malam," katanya sambil tersenyum ramah. "Hari ini akhir pekan, kamu libur?"

"Aku ... iya, libur." Hari ini memang jadwal libur Rio. Dia bekerja sebagai satpam dengan sistem sehari masuk sehari libur.

"Kalau begitu, biar aku traktir kamu makan. Kalau nggak ada kamu tadi malam, aku pasti celaka. Namaku Aulia, kamu siapa?"

"Aku Rio," jawabnya.

"Kamu tinggal sendiri? Atau ...?" Aulia melirik ke dalam ruangan, melihat bahwa rumahnya cukup rapi dan bersih. Dia memang baru pindah, jadi belum mengenal tetangganya yang satu ini.

"Aku tinggal sendiri. Silakan masuk," Rio buru-buru mempersilakan.

Mendengar bahwa Rio tinggal sendiri, Aulia pun melangkah masuk dengan santai.

Namun begitu masuk, dia langsung melihat ada sepatu wanita di rak sepatu, juga pakaian wanita yang tergantung. Meskipun sepatu dan pakaiannya terlihat kuno dan modelnya sudah ketinggalan zaman, jelas itu milik seorang perempuan muda.

Aulia hanya tersenyum kecil, tapi tidak bertanya apa-apa. Rio tampak gugup. Dia ingin menyajikan minuman, tapi air belum direbus. Di kulkas juga tidak ada air mineral, bahkan buah juga tidak tersedia. Rio menjadi canggung dan tidak tahu harus berbuat apa.

Sebaliknya, Aulia duduk santai di sofa sambil tersenyum. "Aku baru pindah beberapa hari, nggak nyangka bisa ketemu tetangga sebaik ini. Oh ya, kamu kerja apa?"

"Aku ... aku satpam," jawab Rio.

Rio merasa agak minder. Di zaman sekarang, pekerjaan sebagai satpam biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sudah berumur. Jarang ada anak muda yang memilih jadi satpam.

Namun, Aulia sepertinya tidak memedulikan apa pekerjaan Rio. Dia mengangguk sambil tersenyum dan berkata, "Satpam juga pekerjaan bagus kok. Ayahku dulu kerja jaga malam, jadi petugas ronda di instansi pemerintah."

Ucapannya terasa hangat. Cara berbicara memang sebuah seni. Hanya dengan kalimat sederhana seperti itu, Aulia langsung bisa membuat orang merasa nyaman. Entah ucapannya itu benar atau tidak, tapi setidaknya enak didengar.

"Kamu duduk dulu, aku rebuskan air buat minum," kata Rio.

"Nggak usah, aku malah belum sarapan. Gimana kalau kita keluar cari sarapan sama-sama?" ucap Aulia.

"Lagi pula ...." Aulia tersenyum, "Aku yakin usiaku lebih tua dari kamu. Panggil aku Kak Aulia saja."

"Oh ...." Rio menggaruk kepalanya dengan malu-malu.

"Yuk, kamu ganti baju, habis itu kita berangkat sarapan," ujar Aulia sambil tersenyum cerah.

"Baik, tapi sarapannya biar aku yang traktir," jawab Rio tidak ragu-ragu. Lagi pula, dia sudah diajak duluan, masa masih menolak?

Tanpa membuang-buang waktu, Rio masuk ke kamar dan mengganti bajunya dengan setelan olahraga yang bersih. Dia juga mengambil uang simpanan pribadinya yang disembunyikan di bawah ranjang.

Gajinya setiap bulan hampir habis untuk membayar sewa dan kebutuhan harian. Gaji tujuh juta di kota besar seperti Kota Jouston memang tidak cukup.

Untungnya, pekerjaannya sebagai satpam tidak terlalu berat dan sistem kerjanya satu hari masuk satu hari libur. Di hari libur, dia mengambil kerja sampingan sebagai sopir pengganti. Beberapa bulan terakhir, Rio berhasil menyisihkan sedikit uang. Uang itu tadinya ingin dia pakai untuk membeli cincin emas kecil untuk Medelyn.

Namun sekarang, tentu saja itu tidak diperlukan lagi.

Ketika Rio keluar sambil membawa uang simpanannya, mata Aulia tampak berbinar.

Meskipun pakaian yang dipakai Rio hanyalah merek biasa, tapi tubuhnya tampak sangat proporsional. Dengan pakaian olahraga seperti itu, dia terlihat muda, segar, dan penuh semangat.

Dalam hati, Aulia memuji. Anak muda memang luar biasa.

"Ganteng sekali." Aulia tak kuasa memujinya, "Waktu sekolah dulu, kamu pasti primadona sekolah."

"Kak Aulia jangan bercanda," ujar Rio dengan malu-malu.

Mereka berdua turun ke bawah, Aulia di depan dan Rio mengikuti dari belakang.

Begitu sampai di bawah, Rio langsung tercengang. Tak jauh dari mereka, di area parkir, tampak sebuah Mercedes-Benz G-Class berwarna putih dan ternyata, itu milik Aulia!

Mobil SUV mewah itu baru muncul beberapa hari terakhir di kompleks tua ini. Beberapa waktu lalu, Rio sempat heran melihat mobil tersebut. Harganya bahkan bisa setara dengan satu unit apartemen di tempat ini.

Tak disangka, ternyata mobil itu milik tetangga barunya di lantai atas.

"Rumahku sedang renovasi, jadi untuk sementara aku tinggal di atas kamu," kata Aulia menyadari tatapan Rio yang penuh rasa kagum.

Lalu seolah mendapat ide, Aulia menoleh dan bertanya, "Kamu bisa nyetir?"

"Bisa, malah waktu libur aku kerja sambilan sebagai sopir pengganti," jawab Rio sambil mengangguk.

"Kalau begitu, kamu saja yang nyetir. Kebetulan aku capek hari ini."

Tanpa basa-basi, Aulia melemparkan kunci mobil ke Rio, lalu masuk ke kursi penumpang depan.

Rio menarik napas panjang. Mobil SUV mewah seperti ini jelas impian banyak pria. Siapa yang tidak ingin mengendarainya?

Melihat Aulia sudah duduk di kursi depan, Rio pun akhirnya masuk ke kursi pengemudi.

Di dalam mobil tercium aroma parfum yang lembut. Rio tidak tahu merek apa, tapi wanginya jauh lebih harum dibandingkan parfum murahan yang dulu sering dipakai Medelyn. Sekali dicium, langsung akan ketagihan.

Namun ....

Apa yang ada di pikiran Rio seolah langsung menjadi kenyataan. Begitu dia teringat aroma parfum Medelyn yang buruk, tiba-tiba Medelyn muncul tepat di depan mobilnya bagaikan hantu!