Bab 6

Rio baru saja menyalakan mesin mobil. Namun, seketika dia melihat Medelyn muncul di depan kap mobil bagaikan hantu.

Rio mengatakannya mirip hantu karena Medelyn mengenakan riasan tebal sebelumnya. Namun, setelah disiksa semalaman, riasannya jadi luntur dan di bawah matanya tampak garis-garis hitam yang mengerikan.

Sejujurnya saja, Medelyn memang menarik secara fisik. Tinggi badannya 168 cm, tubuhnya ramping, dan dengan sepatu hak tinggi, dia terlihat seperti wanita berkaki jenjang. Namun ketika Rio melihatnya lagi, yang muncul di dalam hatinya hanyalah rasa jijik dan muak.

Aulia juga melihat gadis yang berdiri di depan mobil itu. Saat hendak menurunkan kaca jendela untuk berbicara, gadis itu lebih dulu meletakkan tangan di pinggang dan menunjuk Rio sambil berteriak, "Rio! Turun kamu!"

Nada bicaranya begitu arogan, seakan-akan menangkap basah pasangan yang berselingkuh di tempat kejadian. Tatapannya menusuk, terutama saat melirik ke arah Aulia dengan penuh kebencian dan penghinaan.

Aulia sempat bingung. Dia menoleh pelan ke arah Rio, lalu kembali menatap gadis di depan mobil dan hanya tersenyum tipis. Namun di detik berikutnya, Rio tiba-tiba menekan klakson dengan keras.

Suara klakson yang nyaring menggema, membuat Medelyn yang berdiri di depan mobil menutup telinganya.

"Rio! Kamu merasa bangga ya? Turun sekarang! Kita masih bisa bicarakan baik-baik! Kalau nggak, kamu jangan harap bisa ketemu aku lagi seumur hidup!"

Medelyn benar-benar masih percaya bahwa hubungan mereka belum berakhir. Tentu saja, ini sudah jadi pola hubungan mereka selama bertahun-tahun.

Selalu Medelyn yang minta putus dan Rio akan memohon-mohon, meminta maaf, dan mencoba memperbaiki hubungan mereka. Setelah semua itu, barulah Medelyn "berbaik hati" menerimanya lagi.

Kebiasaan itu seolah jadi pola tetap. Dalam pikirannya, hanya dia yang boleh menentukan kapan hubungan itu berakhir. Meskipun jelas-jelas dia bersalah semalam, Medelyn beranggapan bahwa semuanya bisa kembali seperti semula setelah meminta maaf.

"Apa kamu mau turun dulu untuk bujuk pacarmu?" bisik Aulia pelan.

Rio menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Aulia dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Kak Aulia ... kami sudah putus sejak tadi malam. Aku ...."

"Semalam sudah putus?" Aulia terdiam sejenak, lalu menoleh dan kembali memandang Medelyn yang berdiri di depan mobil.

Tadi Aulia sempat melihat dengan jelas bekas ciuman di leher gadis itu. Jelas sekali masih baru. Kalau Rio dan Medelyn memang sudah putus sejak semalam, berarti bekas itu jelas bukan dari Rio. Dia sempat berpikir sejenak, lalu bertanya pelan, "Dia selingkuh ya?"

Sebagai wanita dewasa yang cukup berpengalaman, Aulia langsung bisa menebak sebagian besar situasinya. Rio menjawab dengan kedua lengannya yang gemetar, "Dia selingkuh. Tadi malam aku tangkap basah."

Saat menyebutkannya, amarah Rio kembali menguasai dirinya.

Aulia benar-benar tak habis pikir. Medelyn sudah ketahuan selingkuh, tapi tadi malah muncul dengan sikap arogan, seolah-olah Rio yang salah. Kepercayaan diri dari mana itu?

Melihat kedua lengan Rio yang gemetaran dan bibirnya memucat karena marah, Aulia menarik napas dalam-dalam, lalu langsung membuka pintu dan turun dari mobil.

Rio terkejut saat melihat Aulia turun dari mobil. Sebenarnya, dia juga tidak menyangka Medelyn bisa setidak tahu malu itu, masih berani datang menemuinya setelah semua yang dilakukannya.

Saking marah dan bingungnya, otaknya sempat kosong. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana bersikap. Rio bukan tipe pria yang suka main tangan ke perempuan, meskipun Medelyn pantas diperlakukan demikian. Bahkan semalam, dia sempat berpikir ingin membunuh Medelyn.

Namun setelah reda dari emosi, dia sadar bahwa hal itu sangat konyol. Mengorbankan hidupnya demi wanita seperti itu, jelas tak sepadan.

Hanya saja, Rio juga tidak ingin Aulia disalahpahami. Dia tahu, Medelyn pasti bisa mengatakan hal-hal buruk yang tak masuk akal. Namun, sebelum dia sempat berpikir lebih jauh, Aulia sudah berdiri di depan Medelyn dan menampar wajahnya dengan keras!

"Kamu ... kamu berani nampar aku? Dasar perempuan jalang, berani-beraninya kamu nampar aku!" Medelyn marah besar. Wanita ini benar-benar menamparnya?

"Aku mewakili Rio menamparmu!" Begitu ucapan itu dilontarkan, Aulia kembali mengangkat tangannya dan menampar sekali lagi.

Plak! Tamparan keras itu membuat Medelyn kehilangan keseimbangan dan terjatuh duduk di tanah.

"Tamparan ini adalah karena kamu memanggilku jalang tadi." Aulia berkata dengan nada dingin, "Perempuan kotor sepertimu nggak pantas untuk Rio. Selain itu, mulai sekarang, Rio adalah pacarku. Kalau kamu berani datang lagi, aku patahkan kakimu."

"Pergi. Semakin jauh semakin baik."

Medelyn marah besar. "Kamu ... akan kubunuh kamu!"

Medelyn murka. Dia melompat sambil berteriak marah dan langsung berusaha mencakar Aulia.

Namun, baru saja dia bangkit, Aulia lebih dulu mengangkat kaki dan menendangnya. Dia sedang memakai sepatu hak tinggi dengan ujung runcing dan keras. Jadi, tendangannya itu membuat Medelyn langsung meringkuk sambil memegangi perut dan tak sanggup berdiri.

Aulia berdiri dengan angkuh dan memandangnya dari atas. Senyuman sinis muncul di sudut bibirnya.

"Aku sudah sering lihat perempuan nggak tahu malu seperti kamu. Nggak usah sok angkuh di depanku. Di mataku, kamu lebih kotor daripada belatung di selokan!"

Medelyn menatapnya penuh kebencian. "Kamu ... kamu tunggu saja! Jangan lari kalau berani! Aku akan buat kalian menanggung akibatnya!" Medelyn buru-buru mengeluarkan ponselnya dan menekan sebuah nomor.

Aulia tadinya sudah hendak kembali ke mobil, tapi melihat Medelyn menelepon, dia malah berhenti dan menunggu.

Sementara itu, Rio pun turun dari mobil. Namun, raut wajahnya tak memperlihatkan emosi sama sekali. Dia tahu, Aulia sedang membantunya memberi pelajaran pada Medelyn.

Sebagai laki-laki, Rio tidak bisa memukul perempuan. Namun, kalau sesama perempuan yang turun tangan, ceritanya lain lagi. Oleh karena itu, Aulia yang membantunya memukul Medelyn.

"Pak Fathian, aku dipukul orang ...." Suara Medelyn saat bicara di telepon terdengar manja, genit, dan memuakkan.

"Aduh, aku pikir kamu masih tidur, jadi aku pulang sebentar untuk ambil barang, terus balik lagi ke hotel untuk temanin kamu. Tiba saat itu, kamu pasti sudah bangun."

"Tapi ... tapi aku dipukuli Rio di bawah apartemenku! Dia malah sengaja bawa perempuan jalang untuk membuatku kesal ...."

"Iya, iya, di alamat ini .... Ya, Papa ... Papa baik banget ...."

"Papa, aku tunggu ya ...."

Usai bicara, Medelyn mematikan telepon. Dia tetap duduk di depan mobil sambil menatap Rio dan Aulia dengan penuh kebencian.

"Kalau berani, jangan pergi! Lihat saja gimana aku ngasih pelajaran buat pasangan berengsek seperti kalian!"

Setelah berkata demikian, dia kembali menatap Rio dengan dingin. "Rio, selama ini aku percaya, kalau ada salah paham di antara kita, tinggal diluruskan saja semua pasti bisa selesai."

"Iya, aku memang sedikit khilaf tadi malam, tapi memangnya kenapa? Setidaknya, hatiku ini masih buat kamu! Aku sudah berikan empat tahun masa mudaku untukmu, tapi selama empat tahun itu, apa yang kamu kasih ke aku?"

"Kulkas di rumah saja barang bekas. Tempat tidur cuma ranjang besi! Kalau aku nggak punya perasaan ke kamu, mana mungkin aku tahan hidup sama kamu selama empat tahun?"

"Memangnya aku salah besar cuma karena tadi malam? Kamu juga sekarang lagi salah, 'kan? Jangan bilang kalian baru kenal. Aku lihat sendiri kalian turun bareng dari atas!"

"Nggak nyangka, Rio yang aku anggap pria jujur ternyata bisa sembunyi-sembunyi juga. Sekarang kamu deketin tante kaya, ya? Kalau begitu kita impas! Aku memang selingkuh duluan, tapi kamu juga sekarang lagi selingkuh!"

"Kita impas!"

"Aku tahu, mungkin kita nggak bisa balik seperti dulu lagi. Tapi kalau kamu memang mau putus, bayar ganti rugi masa mudaku empat tahun! Aku nggak minta banyak. Cuma 800 ratus juta. Kalau kamu nggak mau bayar, jangan salahkan aku kalau aku kasar!"

Mendengar ucapan Medelyn, Rio tertawa saking kesalnya.

Ada ungkapan di Masyarakat yang mengatakan bahwa "pelacur tak punya hati, aktor tak punya prinsip".

Medelyn membuktikan sendiri kalimat itu. Inilah realita sosial!

Aulia yang berdiri di samping Rio tampak sangat jijik dengan ocehan Medelyn. Namun tepat saat itu, ponselnya berdering. Dia berjalan ke belakang mobil untuk menjawab panggilan itu.

Di saat bersamaan, dua mobil sport melaju kencang ke arah mereka. Satu Lamborghini putih di depan, dan satu Ford Mustang kuning di belakangnya.

Begitu kedua mobil itu berhenti, Fathian langsung turun dari mobil. Dari mobil lainnya juga turun seorang pemuda yang membawa tongkat bisbol.

"Heh! Kamu! Si tukang selingkuh! Berani-beraninya kamu mukul pacarku? Mau mati, ya?" teriak Fathian sambil menerjang ke arah Rio.

Namun pada saat itu, Aulia baru selesai menjawab panggilan dan berbalik. "Kukira siapa yang datang, ternyata Fathian ya? Coba saja sentuh Rio kalau berani?"